Begini Liciknya Mbak Ita dan Suaminya Bermain Tender Proyek PBJ Pemkot Semarang

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 19 Februari 2025 18:16 WIB
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan Wali Kota Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu (HGR) alias Mbak Ita dan suaminya Alwin Basri (AB).  (Foto: LA ASWAN)
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan Wali Kota Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu (HGR) alias Mbak Ita dan suaminya Alwin Basri (AB). (Foto: LA ASWAN)

Jakarta, MI - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah memborgol dan menjebloskan tersangka Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu (HGR) serta suaminya, Ketua Komisi D DPRD Jawa Tengah Alwin Basri (AB) ke sel tahanan, Rabu (19/2/2025). 

KPK menduga keduany mengatur berbagai proyek pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemerintah Kota Semarang demi kepentingan pribadi. 

Wakil Ketua KPK Ibnu Basuki Widodo, mengungkapkan bahwa praktik licik ini sudah berlangsung sejak November 2022 atau tak lama setelah HGR dilantik sebagai Wali Kota. 

Sejak awal, ia dan suaminya telah menyusun skema untuk mengendalikan proyek-proyek pemerintah. "Dari hasil penyelidikan, ditemukan bahwa HGR menggunakan pengaruhnya untuk menentukan pemenang tender, sementara AB berperan sebagai penghubung dengan kontraktor dan pihak lain yang terlibat," kata Ibnu dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu petang.

Salah satu kasus yang menjadi perhatian KPK adalah proyek pengadaan meja dan kursi SD di Semarang. Ibnu menjelaskan bahwa proyek ini tidak termasuk dalam perencanaan awal, tetapi dimasukkan dalam APBD-P 2023 setelah ada campur tangan Alwin. "Setelah proyek ini disahkan, ada kesepakatan fee yang diberikan kepada AB dengan total mencapai Rp1,75 miliar," bebernya. 

Intervensi
Tak hanya itu, KPK juga menemukan adanya intervensi dalam proyek penunjukan langsung (PL) di tingkat kecamatan. "Para camat dikumpulkan dan diarahkan untuk memenangkan perusahaan tertentu. Sebagai gantinya, mereka diwajibkan menyetor komitmen fee," papar Ibnu. 

Tidak hanya di sektor pendidikan, praktik korupsi ini juga merambah ke proyek infrastruktur jalan dan drainase. Dalam beberapa kasus, proyek-proyek tersebut ternyata fiktif atau dikerjakan dengan kualitas jauh di bawah standar.

"Kami menemukan indikasi bahwa beberapa perusahaan yang menang tender hanya dipinjam namanya untuk memuluskan aliran dana ke pihak tertentu," jelas Ibnu.

Saat ini, KPK telah mengamankan barang bukti berupa dokumen proyek, catatan transaksi, serta rekaman komunikasi antara HGR, AB, dan sejumlah pejabat terkait. "Kami masih mendalami keterlibatan pihak lain dan tidak menutup kemungkinan akan ada tersangka baru dalam kasus ini," tegas Ibnu. 

Sebagai langkah lanjutan, KPK akan terus menggali aliran dana serta mengembangkan kasus ini lebih luas. "Kami ingin memastikan bahwa praktik korupsi seperti ini bisa diberantas sampai ke akarnya," pungkasnya.

Atas perbuatannya itu, pasangan suami istri (Pasutri) itu dijerat dengan dengan pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b dan Pasal 12 huruf f dan Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

KPK sebelumnya telah menahan 2 tersangka yakni Ketua Gapensi Semarang Martono dan Dirut PT Deka Sari Perkasa Rachmat Utama Djangkar.

"Penahanan dilakukan untuk 20 hari ke depan sampai dengan tanggal 5 Februari 2025. Kedua tersangka akan ditahan di Rutan KPK. Sedangkan penahanan tersangka RUD terkait dugaan tindak pidana korupsi berupa memberi atau menjanjikan sesuatu kepada penyelenggara negara terkait pengadaan meja dan kursi fabrikasi Sekolah Dasar di Dinas Pendidikan Kota Semarang," kata juru bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto, dalam keterangannya, Jumat (17/1) lalu. (LA ASWAN)

Topik:

KPK