Eks Menteri ESDM Soroti Jabatan Agustina Arumsari: BPKP kok Ikut-ikutan dalam Manajemen Pertamina Patra Niaga, Konflik Kepentingan!

Firmansyah Nugroho
Firmansyah Nugroho
Diperbarui 3 Maret 2025 15:23 WIB
Deputi Bidang Investigasi Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Agustina Arumsari (kanan) menyerahkan laporan hasil penghitungan terkait kerugian negara dalam kasus korupsi timah kepada Jampidsus Febrie Adriansyah (kiri) di Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu (29/5/2024).
Deputi Bidang Investigasi Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Agustina Arumsari (kanan) menyerahkan laporan hasil penghitungan terkait kerugian negara dalam kasus korupsi timah kepada Jampidsus Febrie Adriansyah (kiri) di Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu (29/5/2024).

Jakarta, MI - Jabatan Wakil Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Agustina Arumsari yang juga menjadi salah satu komisaris di Pertamina Patra Niaga (PPN) terus menuai sorotan.

Salah satunya datang dari mantan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Sudirman Said. Dalam sebuah wawancara, Said mengungkapkan di dalam direksi Pertamina Patra Niaga, ada Wakil Kepala BPKP yaitu Agustina Arumsari yang merangkap menjadi komisaris. 

Dia menegaskan hal tersebut tidak boleh terjadi karena diyakini akan ada konflik kepentingan. "Saya baru tahu bahwa Wakil Kepala BPKP adalah komisaris di salah satu anak perusahaan Pertamina yang menurut saya itu dulu tidak pernah terjadi," kata Said dikutip Monitorindonesia.com, Senin (3/3/2025).

"BPKP ya pengawas, enggak boleh ikut-ikut dalam manajemen (Pertamina Patra Niaga). Itu hanya terjadi kalau control environment atau kontrol lingkungannya rusak," katanya menambahkan.

Pun mantan anak buah Joko Widodo alias Jokowi itu Said menilai terjadinya kasus mega korupsi di Pertamina Patra Niaga karena ada rangkaian orang yang terlibat, bahkan di lingkungan Istana.

"Tidak mungkin transaksi semacam ini seperti halnya pengadaan di level kecamatan atau kabupaten, tetapi menyangkut value change atau supply change yang hanya orang-orang kuat yang bisa masuk dalam jaringan ini," ungkapnya.

Said mengungkapkan praktik korupsi semacam ini akan hilang jika adanya kepemimpinan yang baik dari pihak-pihak terkait yang berkecimpung di dunia migas. Bahkan, kepemimpinan yang baik itu juga harus dimiliki oleh Presiden Prabowo Subianto untuk memberantas mafia migas.

"Kuncinya di clean leadership atau kepemimpinan yang bersih dan tidak ada interest yang kemudian menggunakan seluruh kekuatannya untuk melakukan pembersihan atau reform," katanya.

"Bicara kepemimpinan itu berlapis-lapis. Dari anak perusahaan yang mengerjakan itu di induk perusahaannya. Di Kementerian BUMN, ESDM, dan sampai ke Kantor Presiden," imbuhnya.

Di lain sisi, Said mengatakan rangkap jabatan semakin membuka peluang untuk terjadinya praktik korupsi di perusahaan pelat merah tersebut. "Fakta bahwa Pertamina adalah pemegang pasar hampir mutlak. Ada beberapa pemain dari swasta, tetapi itu sangat kecil dan tidak berarti. Itu menjadi wilayah yang sebetulnya rentan untuk terjadinya permainan," kata Said.

Menurut Said, volume perputaran uang di Pertamina sangat lah besar. Perputaran uang itu, justru semakin membuka peluang terjadinya suap di tengah maraknya kasus korupsi di Indonesia. 

Lantas dia mencontohkan jika ada margin yang dimiliki Pertamina di balik perputaran uang tersebut, maka diduga kuat juga ada upaya untuk menyuap penegak hukum.

"Dari mulai beresin orang-orang yang terlibat di dalam pengadaan di Pertamina, ini bukan tuduhan, tapi analisis sampai pada lembaga pengawasan yang berlapis-lapis," pungkasnya.

Adapun Agustina Arumsari resmi mengisi jabatan sebagai Wakil Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Lulusan STAN ini telah membuat sejarah baru karena menjadi orang pertama yang menduduki wakil kepala tersebut sejak BPKP didirikan tahun 1983.

Bersama Muhammad Yusuf Ateh sebagai Kepala BPKP, pengangkatan jabatan mereka tercantum dalam Keputusan Presiden Nomor 27 P Tahun 2025 tentang Pengangkatan Kepala BPKP dan Wakil Kepala BPKP.

Bukan menjadi pertama kalinya bagi Agustina mengisi posisi strategis di BPKP. Sebelumnya, Agustina pernah menjabat sebagai Asisten Pengawas Keuangan dan Pembangunan Madya di Perwakilan BPKP Provinsi Sumatera Barat, Deputi Kepala BPKP Bidang Investigasi (2020), dan Direktur Investigasi III BPKP (2019-2020).

Tidak hanya itu, Agustina juga merupakan mantan Direktur Investigasi Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah (2017). Nama Agustina pun tercatat dalam jajaran komisaris Pertamina Patra Niaga, anak perusahaan Pertamina yang berfokus pada bisnis hilir minyak dan gas.

Berdasarkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN), Agustina memiliki total harta kekayaan sebesar Rp8,7 miliar. Kekayaannya terdiri dari berbagai aset, termasuk tanah dan bangunan, kendaraan, serta kas dan setara kas.

Sebagian besar kekayaannya berasal dari kepemilikan aset berupa tanah dan bangunan dengan total nilai Rp2,07 miliar. Properti yang dimilikinya tersebar di dua lokasi, yakni di Kota Depok senilai Rp1,27 miliar dan di Jakarta Pusat dengan senilai Rp804 juta.

Selain properti, ia juga memiliki aset berupa kendaraan dengan total nilai Rp210 juta. Kendaraan yang dimilikinya adalah Toyota Kijang minibus tahun 2003 dengan harga Rp50 juta dan Toyota Agya 1.2 G A/T tahun 2021 dengan nilai Rp160 juta.

Kemudian, Agustina memiliki harta bergerak lainnya senilai Rp1,02 miliar. Nilai kas dan setara kas yang dimilikinya juga cukup besar, mencapai Rp5,42 miliar.

Dalam laporan harta kekayaannya, tidak ada catatan mengenai kepemilikan surat berharga maupun harta lainnya. Ia juga tidak memiliki hutang, sehingga total kekayaannya tetap bersih di angka Rp8,73 miliar.

Untuk selengkapnya, berikut adalah rincian harta kekayaan Agustina Arumsari, Wakil Kepala BPKP sesuai data LHKPN yang dirilis KPK.

1. Tanah dan bangunan: Rp2.076.151.000

    Tanah dan bangunan seluas 300 m2/180 m2 di Kota Depok, hasil sendiri – Rp1.271.640.000
    Tanah dan bangunan seluas 1 m2/30 m2 di Jakarta Pusat, hasil sendiri – Rp804.511.000

2. Alat transportasi dan mesin: Rp210.591.500

    Mobil Toyota Kijang (minibus) tahun 2003, hasil sendiri – Rp50.000.000
    Mobil Toyota Agya 1.2 G A/T tahun 2021, hasil sendiri – Rp160.591.500

3. Harta bergerak lainnya: Rp1.021.902.564

4. Surat berharga: Tidak ada

5. Kas dan setara kas: Rp5.426.882.924

6. Harta lainnya: Tidak ada

7. Hutang: Tidak ada

Total harta kekayaan (harta-hutang): Rp8.735.527.988

Hingga saat ini, belum ada informasi resmi apakah Agustina telah mundur dari posisinya di PT Pertamina Patra Niaga. Jika masih menjabat, ini berpotensi menjadi pelanggaran etika dalam pengawasan BUMN. 

Sementara Peraturan Presiden Nomor 192 Tahun 2014 tentang BPKP juga menegaskan bahwa pegawai BPKP harus bersikap independen dalam melakukan pengawasan.

Korupsi Pertamina Patra Niaga
Kejaksaan Agung tengah menyelidiki kasus dugaan korupsi di PT Pertamina Patra Niaga dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS). 

Berdasarkan alat bukti yang cukup, Kejagung menetapkan tujuh orang sebagai tersangka pada 24 Februari 2025. Para tersangka termasuk Riva Siahaan, Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, dan beberapa pejabat tinggi lainnya di Pertamina dan subholdingnya. Kejagung juga menetapkan dua tersangka baru pada 26 Februari 2025.

Berikut adalah daftar sembilan tersangka beserta peran mereka dalam kasus ini:

1. Riva Siahaan, Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga

Dalam kasus ini, Riva bersama Sani Dinar Saifuddin dan Agus Purwono, Riva diduga melakukan pengondisian dalam rapat optimalisasi hilir yang dijadikan dasar untuk menurunkan produksi kilang.

Mereka juga memenangkan broker minyak mentah dan produk kilang secara melawan hukum. Riva juga diduga "menyulap" BBM jenis Pertalite menjadi Pertamax.

2. Sani Dinar Saifuddin, Direktur Feedstock dan Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional

Dalam kasus ini, ia bersama Riva Siahaan dan Agus Purwono, Sani diduga melakukan pengondisian dalam rapat optimalisasi hilir yang dijadikan dasar untuk menurunkan produksi kilang.

Mereka juga memenangkan broker minyak mentah dan produk kilang secara melawan hukum.

3. Yoki Firnandi, Direktur Utama PT Pertamina International Shipping

Dalam kasus korupsi ini, Yoki diduga melakukan mark-up kontrak pengiriman minyak mentah dan produk kilang.

Hal itu menyebabkan negara harus membayar biaya pengiriman lebih tinggi dari seharusnya.

4. Agus Purwono, Vice President Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional

Peran dia dalam kasus ini adalah bersama Riva Siahaan dan Sani Dinar Saifuddin, Agus diduga terlibat dalam manipulasi rapat optimalisasi.

Ia juga terlibat dalam pengondisian yang memungkinkan broker minyak meraih kemenangan secara ilegal.

5. Muhammad Kerry Adrianto Riza, Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa 

Ia, disebut terlihat dalam  praktik mark-up kontrak pengiriman yang dilakukan Yoki.

Akibat mark-up yang dilakukannya, negara harus membayar fee tambahan sebesar 13-15 persen yang menguntungkan Kerry.

6. Dimas Werhaspati, Komisaris PT Navigator Khatulistiwa dan PT Jenggala Maritim

Dimas bersama Gading Ramadhan Joedo diduga melakukan komunikasi dengan Agus Purwono untuk mendapatkan harga tinggi dalam kontrak, meskipun syarat belum terpenuhi.

7. Gading Ramadhan Joedo, Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak

Gading bersama Dimas menjalin komunikasi dengan Agus Purwono demi memuluskan kontrak harga tinggi.

Ia juga diduga mendapatkan persetujuan dari Sani Dinar Saifuddin dan Riva Siahaan untuk impor minyak mentah dan produk kilang.

8. Maya Kusmaya, Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga

Maya Kusmaya diduga memerintahkan dan memberikan persetujuan untuk melakukan pembelian bahan bakar minyak (BBM) RON 90 atau lebih rendah dengan harga RON 92.

Selain itu, Maya juga memerintahkan pengoplosan produk kilang jenis RON 88 (premium) dengan RON 92 (pertamax) di terminal PT Orbit Terminal Merak. Tindakan ini menyebabkan pembayaran impor produk kilang dengan harga tinggi yang tidak sesuai dengan kualitas barang.

9. Edward Corne, VP Trading Operation PT Pertamina Patra Niaga

Edward Corne diduga terlibat dalam pembelian BBM RON 90 atau lebih rendah dengan harga RON 92 atas persetujuan Riva Siahaan.

Edward juga terlibat dalam pengoplosan produk kilang jenis RON 88 dengan RON 92 di terminal PT Orbit Terminal Merak.

Selain itu, Edward melakukan pembayaran impor produk kilang menggunakan metode spot atau penunjukan langsung, yang menyebabkan PT Pertamina Patra Niaga membayar impor produk kilang dengan harga tinggi.

Kerugian negara
Kejaksaan Agung menyebut kerugian negara akibat kasus ini diperkirakan mencapai Rp193,7 triliun.

Namun, Kejagung memperkirakan bahwa kerugian negara bisa mencapai hampir Rp1 kuadriliun jika dihitung secara keseluruhan untuk periode 2018-2023.

Angka ini mencakup berbagai komponen, seperti kerugian ekspor minyak mentah dalam negeri, pembelian minyak impor dengan harga tidak wajar, dan pemberian subsidi serta kompensasi yang seharusnya bisa ditekan jika tata kelola energi berjalan dengan baik.

Kasus ini menjadi salah satu skandal keuangan terbesar di Indonesia dan menambah panjang daftar kasus korupsi dengan kerugian negara yang sangat besar.

Kejagung terus melakukan penyelidikan untuk memastikan semua pihak yang terlibat bertanggung jawab atas perbuatannya. (La Aswan)

Topik:

BPKP Pertamina Patra Niaga Agustina Arumsari Kejagung Korupsi Pertamina Wakil Kepala BPKP Agustina Arumsari