Korupsi Minyak Mentah, Kejagung Kejar Kesaksian Manager Performance & Governance PT Kilang Pertamina Internasional

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 4 Maret 2025 23:48 WIB
Ilustrasi - Korupsi PT Pertamina - Sejumlah tersangka mengenakan rompi tahanan Kejaksaan Agung (Foto: Dok MI/Aswan/AI/Net/Ist)
Ilustrasi - Korupsi PT Pertamina - Sejumlah tersangka mengenakan rompi tahanan Kejaksaan Agung (Foto: Dok MI/Aswan/AI/Net/Ist)

Jakarta, MI - Penyidik Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (JAM Pidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung) memeriksa Manager Performance & Governance PT Kilang Pertamina Internasional inisial BMT, sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina (persero), sub holding, dan Kontraktor Kontrak Kerjasama (KKKS) pada 2018-2023, Selasa (4/3/2025).

BMT diperiksa bersama TM selaku Senior Manager Crude Oil Suppy PT Kilang Pertamina Internasional; AFB selaku Manager Research & Pricing PT Pertamina Patra Niaga; MR selaku Director of Risk Management PT Pertamina Internasional Shipping.

BP selaku DIrector of Crude and Petroleum Tanker PT Pertamina Internasional Shipping; AS selaku Director Gas Petrochemical and New Business PT Pertamina Internasional Shipping; dan LSH selaku Manager Product Trading ISC periode 2017-2020 sekaligus Manager SCMDM pada Direktorat Logistik dan Infrastruktur PT Pertamina.

Tak hanya itu, Kejagung juga memeriksa 2 pejabat Kementerian ESDM juga, yakni Koordinator Hukum pada Sekretariat Jenderal Minyak dan Gas Bumi, Bobied Guntoro (BG) dan Koordinator Harga Bahan Bakar Minyak dan Gas pada Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM, Enni Elvi Damanik (EED).

Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Harli Sirgera, menyatakan bahwa para saksi itu diperiksa atas nama tersangka Yoki Firnandi selaku Direktur Utama PT Pertamina International Shipping dan 8 tersangka lainnya.

"Sembilan orang saksi tersebut diperiksa terkait perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina (persero), sub holding, dan KKKS tahun 2018-2023 atas nama tersangka YF dan kawan-kawan," katanya .

Diketahui bahwa kerugian negara dalam kasus ini ditaksir mencapai Rp 1 kuadriliun. Pun kasus ini menjadi salah satu skandal terbesar dalam sejarah BUMN Indonesia. Sementara jumlah tersangka yang semula 7 orang, kini juga telah bertambah menjadi 9 orang dengan ditetapkannya 2 tersangka baru.

Kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina Patra Niaga ini terungkap setelah adanya keluhan dari masyarakat mengenai kualitas bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertamax yang dianggap buruk.

Keluhan ini pun muncul di beberapa daerah, termasuk Papua dan Palembang, di mana masyarakat merasa bahwa kualitas Pertamax tidak sesuai dengan standar yang diharapkan.

Menanggapi keluhan tersebut, Kejagung melakukan pengamatan lanjutan dan pengumpulan data. Hasil penyelidikan menunjukkan adanya dugaan korupsi dalam tata kelola minyak mentah di Pertamina Patra Niaga.

MONITOR JUGA: Di sekitar Korupsi Pertamina Patra Niaga: Erick Thohir, Boy Thohir, Mr James dan Riza Chalid

Kejagung menemukan bahwa minyak mentah RON 92 (Pertamax) dicampur dengan minyak berkualitas lebih rendah di terminal dan perusahaan milik tersangka.

Maka berdasarkan alat bukti yang cukup, Kejagung menetapkan tujuh orang sebagai tersangka pada 24 Februari 2025. Para tersangka termasuk Riva Siahaan, Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, dan beberapa pejabat tinggi lainnya di Pertamina dan subholdingnya. Kejagung juga menetapkan dua tersangka baru pada 26 Februari 2025.

Berikut adalah daftar sembilan tersangka beserta peran mereka dalam kasus ini:

1. Riva Siahaan, Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga

Dalam kasus ini, Riva bersama Sani Dinar Saifuddin dan Agus Purwono, Riva diduga melakukan pengondisian dalam rapat optimalisasi hilir yang dijadikan dasar untuk menurunkan produksi kilang.

Mereka juga memenangkan broker minyak mentah dan produk kilang secara melawan hukum. Riva juga diduga "menyulap" BBM jenis Pertalite menjadi Pertamax.

2. Sani Dinar Saifuddin, Direktur Feedstock dan Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional

Dalam kasus ini, ia bersama Riva Siahaan dan Agus Purwono, Sani diduga melakukan pengondisian dalam rapat optimalisasi hilir yang dijadikan dasar untuk menurunkan produksi kilang.

Mereka juga memenangkan broker minyak mentah dan produk kilang secara melawan hukum.

3. Yoki Firnandi, Direktur Utama PT Pertamina International Shipping

Dalam kasus korupsi ini, Yoki diduga melakukan mark-up kontrak pengiriman minyak mentah dan produk kilang.

Hal itu menyebabkan negara harus membayar biaya pengiriman lebih tinggi dari seharusnya.

4. Agus Purwono, Vice President Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional

Peran dia dalam kasus ini adalah bersama Riva Siahaan dan Sani Dinar Saifuddin, Agus diduga terlibat dalam manipulasi rapat optimalisasi.

Ia juga terlibat dalam pengondisian yang memungkinkan broker minyak meraih kemenangan secara ilegal.

5. Muhammad Kerry Adrianto Riza, Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa 

Dia disebut terlihat dalam  praktik mark-up kontrak pengiriman yang dilakukan Yoki. Akibat mark-up yang dilakukannya, negara harus membayar fee tambahan sebesar 13-15 persen yang menguntungkan Kerry.

6. Dimas Werhaspati, Komisaris PT Navigator Khatulistiwa dan PT Jenggala Maritim

Dimas bersama Gading Ramadhan Joedo diduga melakukan komunikasi dengan Agus Purwono untuk mendapatkan harga tinggi dalam kontrak, meskipun syarat belum terpenuhi.

7. Gading Ramadhan Joedo, Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak

Gading bersama Dimas menjalin komunikasi dengan Agus Purwono demi memuluskan kontrak harga tinggi. Ia juga diduga mendapatkan persetujuan dari Sani Dinar Saifuddin dan Riva Siahaan untuk impor minyak mentah dan produk kilang.

8. Maya Kusmaya, Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga

Maya Kusmaya diduga memerintahkan dan memberikan persetujuan untuk melakukan pembelian bahan bakar minyak (BBM) RON 90 atau lebih rendah dengan harga RON 92.

Selain itu, Maya juga memerintahkan pengoplosan produk kilang jenis RON 88 (premium) dengan RON 92 (pertamax) di terminal PT Orbit Terminal Merak.

Tindakan ini menyebabkan pembayaran impor produk kilang dengan harga tinggi yang tidak sesuai dengan kualitas barang.

9. Edward Corne, VP Trading Operation PT Pertamina Patra Niaga

Edward Corne diduga terlibat dalam pembelian BBM RON 90 atau lebih rendah dengan harga RON 92 atas persetujuan Riva Siahaan. Edward juga terlibat dalam pengoplosan produk kilang jenis RON 88 dengan RON 92 di terminal PT Orbit Terminal Merak.

Selain itu, Edward melakukan pembayaran impor produk kilang menggunakan metode spot atau penunjukan langsung, yang menyebabkan PT Pertamina Patra Niaga membayar impor produk kilang dengan harga tinggi.

Dalam kasus korupsi minyak mentah Pertamina ini, Kejaksaan Agung RI menyebut kerugian negara akibat kasus ini diperkirakan mencapai Rp193,7 triliun. Namun, Kejagung memperkirakan bahwa kerugian negara bisa mencapai hampir Rp1 kuadriliun jika dihitung secara keseluruhan untuk periode 2018-2023.

Topik:

Kejagung Korupsi Minyak Mentah Pertamina Pertamina Patra Niaga ESDM PT Kilang Pertamina Internasional