Anak Buah Heri Gunawan di Yayasan Giri Raharja Diperiksa KPK soal Korupsi CSR BI

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 11 Maret 2025 15:14 WIB
Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK (Foto: Dok MI/Aswan)
Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK (Foto: Dok MI/Aswan)

Jakarta, MI - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil Bendahara Yayasan Giri Raharja dan Bendahara Yayasan Guna Semesta Persada, Ponidin untuk diperiksa sebagai saksi dalam kasus korupsi penyaluran dana corporate social responsibilities (CSR) Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Selasa (11/3/2025).

Adapun Yayasan Giri Raharja itu diketuai oleh Anggota DPR RI Heri Gunawan dari 1999 sampai sekarang. Selain Ponidin, KPK juga memeriksa Ketua Pengurus Yayasan Al Fadilah Panongan Palimanan, Nia Nurrohmah; Staf Rumah Aspirasi Heri Gunawan, Wagino; Ketua Yayasan Giri Raharja Dan Yayasan Guna Semesta Persada, Andri Sopiandi dan pensiunan PNS, Tony Hartus.

“Hari ini Selasa (11/03), KPK menjadwalkan pemeriksaan saksi terkait dugaan TPK dana CSR di Bank Indonesia,” kata juru bicara KPK Tessa Mahardika dalam keterangannya, Selasa (11/3/2025).

Direktur Penyidikan Asep Guntur Rahayu pun mengungkap garis besar modus korupsi pada kasus ini. Dimana terdapat dana CSR yang dialirkan kepada yayasan sosial, namun tidak digunakan sesuai peruntukannya.

"Ada dugaan bahwa di perkara CSR ini, para penerima ini sebagai penyelenggara negara. CSR itu tujuannya adalah untuk kegiatan-kegiatan sosial, misalkan bantuan kepada masyarakat yang tidak mampu, bantuan pendidikan. Ada untuk pembelian ambulans, dan lain-lain. Intinya semuanya untuk kegiatan sosial," kata Asep.

Menurut dia, berdasarkan laporan dan barang bukti, KPK menemukan sejumlah dana CSR BI-OJK memang dialirkan kepada penyelenggara negara melalui sejumlah yayasan tertentu. Yayasan tersebut akhirnya mendapat aliran dana CSR berdasarkan rekomendasi dari masing-masing anggota DPR.

Penyidik KPK, kata dia, memang menemukan bukti seluruh dana CSR tersebut tak ada yang dikirimkan ke rekening pribadi anggota DPR. Seluruh dana tersebut mengalir ke daftar yayasan yang diusulkan kepada BI dan OJK.

Akan tetapi, menurut Asep, pada beberapa transaksi dana CSR tersebut kemudian diputar dari yayasan hingga berujung ke rekening pribadi atau institusi yang berkaitan dengan anggota DPR.

"Ada yang kemudian pindah dulu ke beberapa rekening yang lain. Dari situ nyebar tapi kemudian ngumpul lagi ke rekening yang bisa dibilang itu representasi daripada penyelenggara negara ini," katanya. 

Beberapa dana CSR tersebut kemudian berganti wujud menjadi aset lainnya mulai dari bangunan hingga kendaraan. "Jadi, disitu penyimpangannya, tidak sesuai dengan peruntukannya," jelas Asep.

Modus lainnya, dana CSR memang digunakan untuk sejumlah kegiatan sosial seperti renovasi rutilahu (rumah tidak layak huni); dana pendidikan atau beasiswa; layanan kesehatan, dan lainnya. Akan tetapi, jumlah penggunaan dana tersebut tak sesuai dengan kesepakatan dengan BI atau OJK.

Topik:

KPK CSR BI