Korupsi Dibiarkan? Eks Komisaris Utama Pertamina Ahok Ngebacot Doang!

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 13 Maret 2025 18:39 WIB
Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok di Kejaksaan Agung, Kamis (13/3/2025) (Foto: Dok MI/Ist/Net)
Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok di Kejaksaan Agung, Kamis (13/3/2025) (Foto: Dok MI/Ist/Net)

Jakarta, MI - Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dinilai ngebacot doang saat menjabat sebagai Komisaris Utama (Komut) PT Pertamina (Persero). Setelah tak lagi di perusahaan Badan Usaha Milik Negara itu, Ahok baru koar-koar soal kasus dugaan rasuah yang terjadi di dalamnya.

Hal itu sebagaimana disampaikan Wakil Ketua Komisi VI DPR Andre Roside saat rapat Komisi VI DPR dengan Dirut Pertamina Simon Aloysius Mantiri dan jajaran pada Selasa (11/3/2025). 

Bahwa, awalnya politikus Partai Gerindra itu mengaku menerima serangan media sosial diduga dari pembela Ahok setelah Kejagung mengungkap kasus tata kelola minyak mentah. Lantas Andre menyoroti kinerja Ahok saat menjadi Komut Pertamina yang disebutnya kerap marah-marah dan memaki petinggi Pertamina. 

Ahok sebagai Komut Pertamina, menurut Andre, harusnya melaporkan kasus tata kelola minyak mentah ke Kejagung sebagaimana dilakukan oleh Menteri BUMN Erick Thohir. Mulai dari kasus Jiwasraya hingga ASABRI.

"Lihat Erick Thohir, Menteri BUMN, ada kasus Jiwasraya, dia dapat data, dia datang ke Kejaksaan Agung, Jiwasraya diproses. ASABRI, Pak Erick bersama Pak Prabowo punya data, Pak Erick lapor ke Pak Prabowo, 'Pak, ini proses bagaimana?' kata Pak Prabowo 'Lanjutkan proses hukum, Pak Erick' diproses ASABRI," beber Andre dikutip pada Kamis (13/3/2025).

Atas hal demikian, Andre mempertanyakan kinerja Ahok selama menjadi Komut Pertamina. Sebab, setelah kasus itu terungkap, Ahok malah baru muncul dan dinilai banyak bicara. "Ahok ngapain selain ngebacot, omon-omon, marah-marah, maki-maki, Bapak-bapak? Apa yang dilakukannya? Ada nggak dia bawa data ke aparat penegak hukum? Nggak ada, kan," beber Andre.

Dalam rapat Komisi VI DPR itu ada suara yang meminta Ahok dipanggil ke DPR, tapi Andre enggan. Sebab, bagi Andre, Ahok seperti pahlawan kesiangan yang muncul setelah kasus terungkap.

"Ngapain dipanggil? Ngapain kita ngasih panggung orang yang sudah pensiun, nggak berbuat apa-apa lalu sekarang, setelah Kejaksaan Agung melakukan penegakan hukum, dia mau jadi pahlawan kesiangan. Ini kan pahlawan kesiangan, untuk apa?" kata Andre.

"Kalau sekarang setelah Kejaksaan Agung di era Prabowo melakukan penangkapan, lalu dia ngebacot, 'Oh, kalau saya, saya bisa, saya punya data' lu ngapain aja lu, Bro, selama ini? Ini kan orang sudah pensiun, nggak punya panggung politik memanfaatkan kehebatan Kejaksaan Agung di era Prabowo untuk numpang tenar kembali supaya populer lagi," tambah Andre.

Adapun Ahok pada hari ini, Kamis (13/3/2025) diperiksa Kejagung. Ahok mengaku senang dipanggil oleh penyidik untuk diperiksa karena dapat membantu pengusutan kasus korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang di Pertamina pada periode 2018-2023.

"Sebetulnya secara struktur Subholding tapi tentu saya sangat senang bisa membantu kejaksaan," kata Ahok di lokasi.

Ia juga memastikan bakal mengungkap fakta-fakta hukum yang diketahui selama menjabat sebagai Komisaris Utama. Ahok juga mengaku telah membawa sejumlah dokumen yang dimiliki dari hasil-hasil rapat. "Kalau yang apa yang saya tahu akan saya sampaikan. Data yang kami bawa itu adalah data rapat. Kalau diminta akan kita kasih," jelas mantan Gubernur DKI Jakarta itu.

Dalam kasus ini, Kejagung telah menetapkan sembilan orang tersangka yang terdiri dari enam pegawai Pertamina dan tiga pihak swasta. Salah satunya yakni Riva Siahaan selaku Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga.

Kejagung menyebut total kerugian kuasa negara dalam perkara korupsi ini mencapai Rp193,7 triliun. Rinciannya yakni kerugian ekspor minyak mentah dalam negeri sekitar Rp35 triliun, kemudian kerugian impor minyak mentah melalui DMUT/Broker sekitar Rp2,7 triliun.

Selain itu kerugian impor BBM melalui DMUT/Broker sekitar Rp9 triliun; kerugian pemberian kompensasi (2023) sekitar Rp126 triliun; dan kerugian pemberian subsidi (2023) sekitar Rp21 triliun.

Kejagung menyebut sembilan tersangka itu bersekongkol untuk melakukan impor minyak mentah tidak sesuai prosedur dan mengolah dengan prosedur yang tidak semestinya.

Perbuatan para tersangka itu disebut menyebabkan kenaikan harga bahan bakar minyak yang akan dijual ke masyarakat. Sehingga, pemerintah perlu memberikan kompensasi subsidi yang lebih tinggi bersumber dari APBN. (an)

Topik:

Kejagung Pertamina Ahok Korupsi Pertamina