Diduga Biang Kerok Mangkraknya Mobil Pedesaan, Astra Otoparts (AUTO) Bisa Dipidana!

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 21 Maret 2025 13:59 WIB
Joko Widodo (Jokowi) bersama H Sukiyat (Foto: Dok MI)
Joko Widodo (Jokowi) bersama H Sukiyat (Foto: Dok MI)

Jakarta, MI - Direktur Utama PT Kiat Inovasi Indonesia (KII), H Sukiyat telah menggugat anak perusahaan PT Astra Otopart Tbk. (AUTO) soal wanprestasi kendaraan perdesaan atau Alat Mekanis Multiguna Perdesaan (AMMDes).

Gugatan perdata terhadap cucu PT Astra International Tbk. itu terdaftar di Pengadilan Negeri Jakarta Utara dengan nomor perkara 110/Pdt.G/2025/PN Jkt.Utr.

Dalam Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) H Sukiyat dengan menunjuk kuasa hukum H.A. Bashar. Sementara PT Astra Otoparts (Turut Tergugat) serta dua anak usahnya yakni PT Valesto Indonesia (Tergugat I) dan PT Ardendi Jaya Sentosa (Tergugat II).

Sidang perdaba perkara ini dilaksanakan Senin (10/3/2025) di PN Jakarta Utara. Dalam sidang tersebut penggugat hadir diwakili kuasa hukumnya, H.A. Bashar. Sementara pihak tergugat tidak hadir dalam persidangan. Hakim menunda sidang hingga 24 Maret 2025.

Gugatan itu dilayangkan sebab H. Sukiyat merasa telah ditipu cucu perusahaan PT Astra Internasional itu. Bahwa PT Astra Otoparts, melalui dua anak usahanya, PT Velasto Indonesia dan PT Ardendi Jaya Sentosa sebelumnya telah membentuk perusahaan patungan dengan PT Kiat Inovasi Indonesia.  

Satu bertindak sebagai produsen, sementara lainnya adalah distributor. PT Kiat Mahesa Wintor Indonesia (KMWI) sebagai perusahaan perancang, perekayasa, dan produsen AMMDes. 

Sementara PT Kiat Mahesa Wintor Distributor (KMWD) sebagai perusahaan yang memasarkan, menjual, mendistribusikan suku cadangnya, serta memberi alat mekanis multiguna. Saat itu, rencana investasi awal untuk membuat mobil perdesaan atau AMMDes sebesar Rp300 miliar.

Saham yang dimiliki oleh PT Kiat Inovasi Indonesia terhadap PT Kiat Mahesa Wintor Distributor kata Dzaki adalah sebanyak Rp 2.708 lembar dengan nilai uang sebesar Rp2.708.000.000. Sedangkan PT Velasto Indonesia memiliki saham sebanyak 4.965 lembar dengan nilai uang sebesar Rp4.965.000.000.

Pada akhir tanggal 14 September 2018 PT Kiat Inovasi Indonesia bermaksud melepas saham yang dimiliki dalam PT Kiat Mahesa Wintor Distributor.

Awalnya PT Kiat Inovasi Indonesia menuntut pengembalian saham beserta hak inisiator sebesar Rp350 miliar. Selanjutnya dijanjikan Rp 100 miliar. Namun kemudian terjadi kesepakatan pengembalian saham sebesar Rp33 miliar.  Begitu pun juga untuk PT Kiat Mahesa Wintor Indonesia (KMWI) kesepakatannya Rp33 miliar.

Sementara surat pernyataan dan kuasa yang dibuat dan atau disiapkan oleh pihak PT Ardendi Jaya Sentosa tertulis di bulan Januari tahun 2019, sedangkan tanggal masih belum diisi.

Sebenarnya PT Kiat Inovasi Indonesia dengan itikad baik menandatangani surat pernyataan dan kuasa tersebut. Lalu PT Kiat Inovasi Indonesia hanya diberikan salinan (copy) dari surat pernyataan dan kuasa yang belum ditandatangani oleh Direktur PT Ardendi Jaya Sentosa.

Pada saat itu pihak PT Ardendi Jaya Sentosa berjanji akan segera memberikan salinan yang sudah ditandatangani Direktur PT Ardendi Jaya Sentosa, sehingga PT Kiat Inovasi Indonesia percaya sepenuhnya.

Selanjutnya pada tanggal 29 Januari 2019 pihak PT Ardendi Jaya Sentosa menyerahkan kompensasi atau harga pembelian saham kepada PT Kiat Inovasi Indonesia sebesar Rp3 miliar.

Setelah ditunggu cukup lama, ternyata pihak PT Ardendi Jaya Sentosa tidak menyerahkan kekurangan sebesar Rp30 miliar tersebut.

Sementara untuk PT Velasto Indonesia untuk kerja sama di PT Kiat Mahesa Wintor Indonesia sudah menyerahkan kewajibannya Rp30 miliar dan tersisa Rp3 miliar dari kesepakatan Rp33 miliar. 

Dengan demikian total sisa kewajiban dua anak usaha PT Astra Otoparts itu sebesar Rp 33 miliar. PT Ardendi Jaya Sentosa sebesar Rp 30 miliar dan PT Velasto Indonesia sebesar Rp 3 miliar.

AUTO bisa dipidana!

Jika proses hukum perdata jalan di tempat, H Sukiyat disarankan menempuh jalur hukum pidana. 

Pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti (Usakti) Abdul Fickar Hadjar menegaskan bahwa wanprestasi pada umumnya tidak bisa dipidana, hanya saja bisa dikategorikan sebagai tindak pidana dalam beberapa kasus tertentu.

Dijelaskannya, bahwa wanprestasi bisa berubah menjadi tindak pidana penipuan jika memenuhi unsur menggunakan tipu muslihat, rangkaian kebohongan, nama palsu, dan keadaan palsu. 

"Wanprestasi tidak bisa digeser ke pidana sepanjang berkaitan dengan perjanjiannya. Kecuali ada unsur penipuannya, misal dijanjikan diganti dengan "barang X2" dan diserahkan dengan mengatakan itu "barang X2" padahal ternyata barang itu "barang X3" ini namanya penipuan. Nah, di sini baru ada pidananya," kata Abdul Fickar Hadjar saat berbincang dengan Monitorindonesia.com, Jumat (21/3/2025).

Pun dapat merujuk pada pasal 378 KUHPidana mengatur tindak pidana penipuan. Dan Pasal 379a KUHPidana mengatur tindak pidana pencurian dengan maksud untuk menguasai barang tanpa membayar seluruhnya.

Penting diketahui, bahwa dalam praktiknya, kasus wanprestasi sering kali menjadi ranah hukum pidana yang didasari pasal penggelapan atau penipuan. Untuk menilai wanprestasi bisa dikategorikan pidana harus dilihat pada saat alasan sebelum perjanjian dan ketika perjanjian dan apakah perjanjian tersebut didasari atas itikad buruk/tidak baik atau tidak.

Pakar hukum pidana dari Universitas Bung Karno (UBK) Hudi Yusuf juga sependapat jika H Sukiyat menempuh jalur hukum pidana.

"Sebaiknya Sukiyat menempuh jalur pidana saja, karena jalur perdata cukup panjang dan bertele-tele cari pengacara spesialis pidana," kata Hudi kepada Monitorindonesia.com.

Hudi pun sangat menyayangkan perusahaan sekelas Astra Otoparts anak usaha Astra International tak beritikad baik dengan pengusaha awam dan difabel atau penyandang cacat seperti H Sukiyat yang begitu jujur apa adanya.

"Pengusaha kecil itu relatif lebih jujur dan apa adanya sehingga sering kali dimanfaatkan oleh pengusaha besar yang akhirnya bermuara pada kerugian pengusaha kecil," tutur Hudi.

Hudi khawatir untuk gugatan perdata tidak dikabulkan akibat banyak kelemahan, banyak kasus pengusaha besar memperdaya pengusaha kecil akibat terlalu polos sehingga perjanjian yang dibuat memiliki banyak kelemahan dan akan menyulitkan pengusaha kecil dalam mencari keadilan saat bermasalah atau terjadi wanprestasi.

"Sebaiknya jika mengalami kelicikan pengusaha yang dirugikan, mencari partner lain yang mengalami nasib yang sama sebagai korban pengusaha besar untuk berjuang bersama-sama mencari keadilan secara perdata dan pidana," tegas Hudi yang juga advokat dari Justice Law Office (JLO).

Lantas Hudi menyarankan agar Sukiyat mencari pengacara dan ahli pidana terbaik untuk menghadapi pengusaha besar tersebut, jika memang akan menempuh jalur pidana. "Putusan pidana mengalahkan putusan perdata agar pengusaha besar itu dapat memenuhi kewajiban kepada Sukiyat," tandas Hudi Yusuf.

Hingga berita ini diterbitkan, Corporate Communications PT Astra Otoparts Wulan Setiyawati Hermawan, belum menjawab konfirmasi Monitorindonesia.com. 

(wan)

Topik:

Astra Otoparts H Sukiyat Esemka