Kerap Abaikan Panggilan Penyidik, Kejagung Segera Tersangkakan Navayo di Korupsi Satelit


Jakarta, MI - Kejaksaan Agung (Kejagung) buka suara soal status hukum perusahaan Navayo International AG dalam kasis dugaan korupsi penyediaan satelit Kementerian Pertahanan (Kemhan).
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, menyatakan bahwa penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Militer (Jampidmil) hingga saat ini belum dapat memeriksa perusahaan Navayo International AG dikarenakan pihak Navayo yang berlokasi di negara Hungaria mengabaikan panggilan sebagai saksi oleh penyidik melalui pihak Kementerian Luar Negeri (Kemlu).
"Pihak Navayo tidak mengindahkan panggilan tersebut,” kata Harli, Minggu (23/3/2025).
Namun demikina, penyidik Jampidmil terus melakukan pengumpulan bukti dan memeriksa sejumlah saksi hingga arbitrase International Criminal Court (ICC) di Singapura memvonis pemerintah Indonesia untuk membayar ganti rugi kepada Navayo sebesar 24,1 juta Dolar Amerika Serikat.
“Pihak penyidik koneksitas Jampidmil telah melakukan tindakan-tindakan pengumpulan bukti-bukti seperti pemeriksaan saksi dari pihak militer dan sipil, penyitaan barang bukti, dan pemeriksaan ahli,” papar Harli.
Pun, penyidik masih mempertimbangkan langkah hukum selanjutnya, baik itu melanjutkan pemeriksaan secara in absentia atau penetapan tersangka lain.
“Adapun kemungkinan mengenai rencana langkah melakukan pemeriksaan secara in absentia atau menetapkannya sebagai tersangka dan langkah-langkah lainnya terhadap perkara Navayo akan dilakukan setelah gelar perkara perkembangan penyidikan perkara tersebut,” tandas Harli.
Akan diseret ke RI
Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra mengancam menyeret perusahaan asal Eropa itu ke pengadilan Indonesia dalam kasus dugaan korupsi.
Yusril mengatakan berdasarkan audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) pekerjaan yang dilakukan Navayo terkait penyewaan satelit untuk mengisi kekosongan di slot orbit 1230 BT baru Rp1,9 miliar dari total kontrak Rp306 miliar.
Hal tersebut disampaikan Yusril dalam rapat koordinasi bersama Kementerian Pertahanan RI, Kamis (20/3/2025), merespons ancaman penyitaan aset milik Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Paris sebagai bentuk eksekusi putusan arbitrase oleh Navayo.
"Dalam rapat ini kita sepakati bahwa kalau memang sudah cukup alasan untuk menyatakan mereka sebagai tersangka berdasarkan pemeriksaan pendahuluan yang sudah ada sekarang ini, maka ya lebih baik dinyatakan sebagai tersangka dan kita minta kepada Interpol untuk mengejar yang bersangkutan agar ditangkap dan dibawa ke Indonesia untuk diadili dalam kasus korupsi," ujar Yusril.
Yusril mengatakan pemerintah RI menghormati putusan pengadilan yang mengharuskan Indonesia membayar utang atau ganti rugi kepada Navayo.
Namun, karena ada dugaan wanprestasi oleh Navayo, kata Yusril, pemerintah RI akan berupaya menghambat penyitaan aset di Prancis tersebut.
"Kita ingin melakukan upaya untuk menghambat proses pelaksanaan eksekusi atau penyitaan terhadap aset pemerintahan Republik Indonesia yang ada di Prancis karena itu menyalahi Konvensi WINA untuk pelindungan terhadap aset diplomatik yang tidak boleh disita begitu saja dengan alasan apa pun," ujarnya.
"Walaupun hal ini sudah dikabulkan oleh Pengadilan Prancis, tapi pihak kita tetap akan melakukan satu upaya-upaya perlawanan untuk menghambat eksekusi ini terjadi," kata Yusri.
Navayo International AG adalah perusahaan yang didirikan berdasarkan hukum negara Liechtenstein dan berkedudukan di Eschen, Liechtenstein. Pada tahun 2015, Kemhan RI berencana membangun Satelit Komunikasi Pertahanan (Satkomhan) untuk mengisi slot orbit 123 derajat bujur timur yang kosong setelah Satelit Garuda-1 tidak berfungsi.
Untuk itu, Kemhan menandatangani kontrak dengan beberapa perusahaan, termasuk Navayo, Airbus, Detente, Hogan Lovel dan Telesat, dalam kurun waktu 2015-2016.
Akibat anggaran tidak tersedia, proyek Satkomhan tidak dapat dilanjutkan, dan Kemhan tidak memenuhi kewajibannya kepada Navayo sesuai kontrak.
Pada 22 November 2018, Navayo mengajukan gugatan di ICC Singapura senilai US$23,4 juta. Pada 22 April 2021, ICC Singapura memutuskan bahwa Kemhan RI wajib membayar US$16 juta kepada Navayo beserta biaya arbitrase. Jika tidak dipenuhi, aset Indonesia di Prancis berpotensi disita sebagai bentuk eksekusi putusan arbitrase.
Untuk mencegah dampak lebih luas, terang Yusril, pemerintah menyiapkan strategi mitigasi risiko untuk menghindari kasus serupa di masa depan.
Dia pun mengimbau seluruh kementerian dan lembaga untuk lebih berhati-hati dalam menyusun kontrak internasional dengan memastikan konsultasi terlebih dahulu dengan Kemenko Kumham Imipas dan Kementerian Hukum guna menghindari kasus serupa hingga melibatkan Pengadilan Internasional.
Selain itu, untuk memastikan penyelesaian kasus ini berjalan efektif, pemerintah juga akan membentuk Satuan Tugas (Satgas) yang dipimpin oleh Deputi Bidang Koordinasi Hukum, Nofli.
"Penyelesaian yang transparan, adil, serta berlandaskan prinsip hukum yang kuat menjadi prioritas utama dalam menghadapi kasus Navayo," pungkas Yusril.
Topik:
Navayo Kejagung Setelit KemhanBerita Sebelumnya
Polri Usut Kasus BTS Komdigi, Tersangka Dikantongi!
Berita Terkait

Barang Bukti Rawan Dilenyapkan, KPK dan Kejagung Segera Lidik Dugaan Korupsi PT Pupuk Indonesia!
10 jam yang lalu

Kejagung Didesak Tersangkakan Petinggi Wilmar, Permata Hijau dan Musim Mas di Kasus Suap Hakim Rp 60 Miliar
19 April 2025 01:07 WIB

Siapa yang Mau Diselamatkan di Kasus Dugaan Korupsi PT Pupuk Indonesia?
19 April 2025 00:23 WIB

Kejagung Didesak Segera Tetapkan Tersangka Korupsi BPDPKS Seret Anak Usaha Wilmar Cs
18 April 2025 19:04 WIB