Korupsi Impor Gula Rp 578 M: Rachmat Gobel Beri Izin Kerja Sama Kemendag dengan Induk Koperasi TNI-Polri


Jakarta, MI - Mantan Menteri Perdagangan (Mendag) Rachmat Gobel disebut-sebut dalam sidang kasus korupsi impor gula Kementerian Perdagangan (Kemendag) yang berlangsung di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (24/3/2025) kemarin.
Bahwa dalam sidang itu, mantan Direktur Bahan Pokok Strategis (Bakopstra) Kemendag Robert Robert J Indartyo membeberkan awal mula kerja sama Kemendag dan Induk Koperasi TNI dan Polri.
Robert merupakan saksi di sidang kasus dugaan korupsi impor gula di lingkungan Kemendag periode 2015-2016 dengan terdakwa mantan Menteri Perdagangan, Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong.
Awalnya, kuasa hukum Tom Lembong bertanya soal awal mula terjalinnya kerja sama antara Induk Koperasi Kartika (Inkopkar) milik TNI AD dengan Kemendag.
"Apakah saudara mengetahui sejak kapan Induk Koperasi Kartika memiliki keria sama dengan Kementerian Perdagangan?" tanya tim kuasa hukum Tom Lembong. "Sejak yang dari Induk Koperasi mengirimkan surat kepada bapak manteri perdagangan," jawab Robert.
Menurut Robert, perjanjian tersebut dimulai pada 21 Mei 2025. Sementara Tom Lembong mulai menjabat Mendag pada 12 Agustus 2015. Saat perjanjian itu berlangsung Mendag masih dijabat oleh Rahmat Gobel.
Lantas Robert menjelaskan soal awal mula terjalinnya kerjasama antara Induk Koperasi Kepolisian Negara Republik Indonesia (Inkoppol)-Kemendag.
Menurutnya Kemendag dan Inkoppol menjalin kerjasama sejak 22 April 2015 berdasarkan surat Inkoppol kepada Kemendag. Robert juga menjelaskan, kedua induk koperasi tersebut, diberikan izin oleh Rahmat Gobel untuk melakukan operasi pasar saat hari puasa dan lebaran 2015.
"lya, sesuai dengan persetujuan dari Menteri Perdagangan pada saat itu, pak Rahmat Gobel, Induk Koperasi diberikan untuk melakukan operasi pasar pada saat hari puasa dan lebaran 2015," katanya.
Robert menjelaskan, operasi pasar yang dilakukan oleh koperasi TNI maupun Polri ini, untuk pengamanan bahan pokok di perbatasan dan lokasi terpencil agar tidak terjadi lonjakan harga.
"Ya, terkait dengan pelaksanaan operasi pasar ini tentunya kami memberikan informasi tentang daerah yang harganya tinggi, karena pada saat itu kalau tidak salah di perbatasan bisa sampai 16 ribu, sehingga kita memberikan langsung kepada masyarakat di perbatasan maupun di luar Jawa," tuturnya.
Dia juga mengatakan, penugasan operasi pasar kepada kedua induk koperasi ini sama seperti penugasan kepada BUMN.
Bedanya, induk koperasi ini membantu menjaga stabilitas harga dan ketersediaan pasokan gula kepada masyarakat di daerah terpencil seperti di perbatasan Kalimantan, NTT, dan Papua.
"Ya, seperti di daerah perbatasan kita di Kalimantan, NTT maupun di Papua, dan juga daerah-daerah terpencil di kepulauan-kepulauan seperti itu, dan juga seperti daerah-daerah non-sentra produksi gula," pungkasnya.
Sebelumnya diketahui mantan Menteri Perdagangan (Mendag) Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong disebut menunjuk Induk Koperasi Kepolisian Negara Republik Indonesia (INKOPPOL) untuk mengendalikan ketersediaan dan stabilisasi harga gula.
Tak hanya itu, dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum (Jpu), Tom juga didakwa menunjuk Induk koperasi lain yang terafiliasi dengan TNI-Polri yakni Induk Koperasi Kartika (INKOPKAR), Pusat Koperasi Kepolisian Republik Indonesia (PUSKOPOL) dan Satuan Koperasi Kesejahteraan Pegawai (SKKP) TNI-Polri.
Jaksa menjelaskan, bahwa sejatinya langkah yang dilakukan Tom itu telah menyalahi aturan yang dimana seharusnya untuk mengendalikan harga dan ketersediaan gula haruslah melibatkan perusahaan BUMN.
"Terdakwa tidak menunjuk perusahaan BUMN untuk pengendalian ketersediaan dan stabilisasi harga gula, melainkan menunjuk Induk Koperasi Kartika (INKOPKAR), Induk Koperasi Kepolisian Negara Republik Indonesia (INKOPPOL), Pusat Koperasi Kepolisian Republik Indonesia (PUSKOPOL) dan Satuan Koperasi Kesejahteraan Pegawai (SKKP) TNI-Polri," kata Jaksa saat bacakan dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (6/3/2025).
Tak hanya itu dalam perkara ini, Jaksa juga mendakwa Tom Lembong telah menugaskan PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) terkait pengadaan gula kristal putih dengan bekerjasama dengan pihak swasta yang telah ditunjuknya.
Adapun alasan kerjasama dengan pihak swasta ini sebelumnya telah ada kesepakatan terkait pengaturan harga jual dari produsen kepada PT PPI dan pengaturan harga jual dari PT PPI kepada distributor diatas Harga Patokan Petani (HPP).
"Terdakwa tidak melakukan pengendalian atas distribusi gula dalam rangka pembentukan stok gula dan stabilisasi harga gula yang seharusnya dilakukan oleh BUMN melalui operasi pasar dan atau pasar murah," jelas Jaksa.
Akibat perbuatannya ini Tom dianggap telah merugikan keuangan negara sebesar Rp Rp578.105.411.622,47 atau Rp 578 Miliar berdasarkan perhitungan dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Republik Indonesia (BPKP RI).
Tom pun diduga melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Jo Pasal 18 Undang-Undang Tentang Pencegahan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Kejagung periksa mantan anak buah Rachmat Gobel
Penyidik Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (JAM Pidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung) kembali memeiriksa mantan Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri (PDN) Kementerian Perdagangan (Kemendag) Srie Agustina (SA) sebagai saksi dalam kasus tersebut.
"SA selaku Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan tahun 2015-2016 diperiksa terkait dengan penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam kegiatan importasi gula di Kementerian Perdagangan tahun 2015-2016 atas nama tersangka TWN dkk," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, Selasa (25/3/2025).
Namun Harli belum menjelaskan lebih lanjut mengenai hasil pemeriksaan terhadap saksi. Menurutnya, pemeriksaan dilakukan untuk melengkapi pemberkasan.
"Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan dalam perkara dimaksud," tandas Harli.
Catatan Monitorindonesia.com, bahwa Srie Agustina sempat diperiksa pada Senin (11/11/2024) dan pada Rabu (6/7/2022) silam.
Adapun Srie Agustina menjabat di Kemendag di era Menteri Perdagangan Rachmat Gobel. Namun dalam kasus ini yang terjerat adalah mantan Menteri Perdagangan Indonesia dari 12 Agustus 2015 hingga 27 Juli 2016, Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong (TTL).
Diketahui, Kejagung telah menetapkan sembilan orang tersangka baru dalam kasus tersebut. Mereka adalah TWN selaku Direktur Utama PT AP, WN sebagai Presiden Direktur Utama PT AF, AS sebagai Direktur Utana PT SUJ.
Kemudian, IS sebagai Direktur Utama PT MSI, TSEP Direktur PT MT, HAT sebagai Direktur Utama PT DSI, ASB Direktur Utama PT KTM, HFH Direktu utama PT BMM dan IS sebagai Direktur PT PDSU.
Sebelumnya, penyidik juga telah menetapkan mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong (Tom Lembong) dan Charles Sitorus (CS) selaku mantan Direktur Pengembangan Bisnis PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PT PPI) sebagai tersangka pada Oktober 2024 lalu.
Tom Lembong diduga memberikan izin persetujuan impor gula kristal mentah 105.000 ton kepada PT AP, yang kemudian gula kristal mentah tersebut diolah menjadi gula kristal putih.
Padahal, impor gula kristal putih seharusnya hanya dilakukan oleh BUMN, namun Tom Lembong mengizinkan PT AP untuk melakukan impor gula.
Selain itu, kegiatan impor gula kristal mentah tidak dilakukan melalui rapat koordinasi instansi terkait dan tanpa rekomendasi Kementerian Perindustrian.
Selanjutnya, pada Desember 2015, Kemenko Perekonomian menggelar rapat yang salah satu pembahasannya yaitu terkait dengan Indonesia yang akan kekurangan gula kristal putih pada 2016.
Sementara itu, CS selaku Direktur Pengembangan Bisnis Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) memerintahkan bawahannya untuk melakukan pertemuan dengan perusahaan swasta yang bergerak di bidang gula.
Kedelapan perusahaan swasta yang mengelola gula kristal mentah menjadi gula kristal putih sebenarnya izin industrinya adalah produsen gula kristal rafinasi yang diperuntukkan untuk industri makanan, minuman dan farmasi.
Selanjutnya, setelah gula-gula tersebut diolah menjadi gula kristal putih, PT PPI seolah-olah membeli gula tersebut. Padahal, delapan perusahaan itu menjual gula ke masyarakat dengan harga Rp16.000 yang lebih tinggi dari HET saat itu, yakni Rp13.000.
Sehingga, dalam kasus tersebut PT PPI mendapat fee dari perusahaan yang mengimpor dan mengelola gula hingga menyebabkan kerugian negara sekitar Rp 400 miliar. Jumlah tersebut pun kini bertambah menjadi Rp578 miliar. (an)
Topik:
Rachmat Gobel Kejagung Korupsi Impor Gula Kemendag Tom LembongBerita Terkait

Penerima Dana Korupsi BTS Rp243 M hampir Semua Dipenjara, Dito Ariotedjo Melenggang Bebas Saja Tuh!
7 jam yang lalu

Kejagung Periksa Dirut PT Tera Data Indonesia terkait Kasus Chromebook
30 September 2025 12:29 WIB

Korupsi Blok Migas Saka Energi Naik Penyidikan, 20 Saksi Lebih Diperiksa!
29 September 2025 20:05 WIB