Kritik Aleg PKS Alifudin soal Putusan Bebas Yu Hao Dinilai Tak Bijak dan Politis, Siapa Gerah?


Jakarta, MI - Kritik pedas yang dilontarkan Anggota DPR RI dari Fraksi PKS, Alifudin, terhadap putusan bebas yang dijatuhkan Pengadilan Tinggi (PT) Pontianak kepada warga negara asing asal Tiongkok, Yu Hao (YH), yang didakwa melakukan penambangan ilegal, dinilai tidak bijak dan terlalu politis.
Bahkan, sikap Alifudin yang langsung menyudutkan hakim PT Pontianak tanpa mengkaji secara objektif isi dan dasar putusan. “Kalau mau adil, jangan hanya melihat dari angka kerugian negara versi penyidik atau jaksa. Pengadilan tingkat banding pasti memiliki pertimbangan hukum yang tidak bisa diintervensi secara politis,” kata pengamat hukum lingkungan dan aktivis pengawasan peradilan, Joko Priyoski, dikutip Rabu (9/4/2025).
Menurut Joko, setiap putusan pengadilan yang telah melalui proses hukum harus dihormati. Pun dia menekankan, mekanisme hukum di Indonesia menjamin independensi hakim, termasuk dalam memutus perkara yang menyangkut kepentingan publik atau asing.
“Putusan bebas di tingkat banding itu sah dalam sistem hukum. Kalau tidak puas, tempuh saja kasasi. Bukan malah melempar tuduhan liar dan membangun opini seolah-olah hakim telah menyimpang,” jelas Joko.
Ia mengingatkan bahwa Mahkamah Agung (MA) juga memiliki mekanisme pengawasan internal sendiri dan tidak bisa dipaksa untuk memeriksa hakim hanya berdasarkan tekanan politis atau opini publik yang dibentuk sepihak.
Joko juga mengkritisi narasi kerugian negara Rp1,02 triliun yang dijadikan dasar penghakiman publik terhadap Yu Hao. Menurutnya, angka itu belum tentu valid sebagai bukti kerugian aktual dalam pengadilan.
“Kerugian negara dalam penambangan itu perlu diuji secara hukum dan forensik. Apakah benar eksplorasi itu dilakukan YH tanpa izin? Apakah negara betul-betul dirugikan secara langsung dan bukan hanya asumsi?” tanya Joko.
Ia mengingatkan bahwa di masa lalu banyak kasus yang diklaim merugikan negara ternyata setelah diuji di pengadilan justru tidak terbukti secara hukum.
Lebih lanjut, Joko menilai bahwa pernyataan Alifudin yang menyebut "putusan ini mencederai masyarakat" adalah bentuk generalisasi yang berbahaya.
“Apakah masyarakat sudah membaca putusan PT Pontianak? Apa benar semua masyarakat merasa dirugikan? Ini framing yang sangat politis dan tak adil bagi lembaga peradilan,” tegasnya.
Joko mengimbau para legislator untuk berhati-hati dalam membuat pernyataan publik terhadap proses peradilan yang masih berlangsung atau belum memiliki kekuatan hukum tetap.
Joko menutup pernyataannya dengan menyarankan agar pihak-pihak yang tidak puas atas putusan PT Pontianak menempuh jalur hukum melalui kasasi ke Mahkamah Agung.
“Negara hukum bukan dibangun di atas opini dan tekanan politik, tapi di atas kepastian hukum dan supremasi konstitusi. Hormati dulu prosesnya, baru kritik jika memang ada bukti kuat penyimpangan,” pungkasnya.
MA didesak turun tangan
Anggota DPR RI dari Fraksi PKS, Alifudin mendesak Mahkamah Agung (MA) memeriksa Hakim Pengadilan Tinggi (PT) Pontianak terkait putusan bebas terdakwa Yu Hao (YH), pelaku penambangan ilegal yang telah merugikan negara sebesar Rp 1,020 triliun. Bahkan, dia juga meminta agar MA memeriksa hakim-hakim di PT Pontianak terkait putusan ini.
“Keputusan yang tidak adil ini tidak hanya merugikan negara, tetapi juga masyarakat yang bergantung pada sumber daya alam secara berkelanjutan. Saya mengecam putusan hakim di PT Kalbar yang jelas-jelas merugikan masyarakat. Saya minta agar MA dapat memeriksa hakim-hakim di PT Kalbar yang memutuskan perkara tersebut,” kata legislator asal dapil Kalimantan Barat 1 itu, Selasa (8/4/2025).
Adapun kasus ini bermula ketika pelaku YH yang merupakan WNA Cina ditangkap oleh aparat penegak hukum karena terlibat dalam kegiatan penambangan ilegal di daerah Ketapang, Kalimantan Barat, lantaran telah mengeruk 774,27 Kg emas dan 937,7 Kg perak. Pelanggaran yang dilakukan YH ini telah merugikan negara sebesar Rp 1,020 triliun.
Setelah itu, YH diproses hukum. Pada persidangan tingkat pertama di Pengadilan Negeri Ketapang, pelaku dijatuhi hukuman penjara selama 3 tahun 6 bulan dan denda sebesar 30 miliar rupiah. Namun, keputusan tersebut berubah setelah pelaku melakukan banding di PT Pontianak. YH diputus bebas dari hukuman yang telah dijatuhkan sebelumnya.
“Putusan yang membebaskan pelaku penambangan ilegal ini sangat mengecewakan bahkan ada keanehan, karena sudah diputuskan bersalah di pengadilan Ketapang, kenapa di PT Pontianak jadi bebas. (Perkara ini) perlu diusut lebih jauh, di mana (ada) perbedaan keputusan tersebut,” katanya.
Alifudin menambahkan, bahwa sememangnya tindakan penambangan ilegal itu harus dihukum dengan tegas dan adil, agar memberi efek jera kepada para pelaku dan mencegah kerusakan lebih lanjut. “Pembebasan pelaku penambangan ilegal ini dapat menjadi preseden buruk bagi upaya perlindungan lingkungan dan sumber daya alam Indonesia,” katanya.
Kasus Yu Hao, warga negara China yang didakwa melakukan penambangan emas ilegal di Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat, mengalami perkembangan signifikan pada Januari 2025.
Setelah sebelumnya divonis 3,5 tahun penjara dan denda Rp30 miliar oleh Pengadilan Negeri Ketapang pada Oktober 2024, Yu Hao mengajukan banding. Pengadilan Tinggi Pontianak kemudian membebaskannya dari semua dakwaan, dengan pertimbangan bahwa dakwaan jaksa tidak jelas dan tidak memenuhi syarat formal.
Topik:
Yu Hao Anggota DPR RI dari Fraksi PKS Alifudin