Ini Dia Bos 3 Perusahaan Korupsi CPO yang Didesak untuk Ditetapkan sebagai Tersangka

Rolia Pakpahan
Rolia Pakpahan
Diperbarui 14 April 2025 15:48 WIB
Kejaksaan Agung (Foto: Dok MI)
Kejaksaan Agung (Foto: Dok MI)

Jakarta, MI - Kejaksaan Agung (Kejagung) didesak memeriksa bos 3 korporasi yang sebelumnya terdakwa hingga dilepas lewat 7 tangan tersangka. 3 korporasi itu adalah Permata Hijau Group, Wilmar Group dan Musim Mas Group. 

"3 bos perusahaan besar itu harus diperiksa Kejaksaan Agung (Kejagung), kan sudah jelas lewat tangan hakim yang menangani perkara itu sehingga perusahaan itu lepas dari vonisnya. Dan atas perintah siapa pengacaranya menyuap hakim hingga panitera itu. Tak lain diduga dari perusahaan itu lah. Jika ditemukan alat bukti yang cukup mau tidak mau Kejagung menetapkan mereka sebagai tersangka," kata pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti (Usakti) Abdul Fickar Hadjar kepada Monitorindonesia.com, Senin (14/4/2025).

Kasus korupsi ekspor minyak sawit mentah (CPO) yang melibatkan perusahaan-perusahaan besar, antara lain:

  1. Permata Hijau Group yang terdiri dari PT Nagamas Palmoil Lestari, PT Pelita Agung Agrindustri, PT Nubika Jaya, PT Permata Hijau Palm Oleo dan PT Permata Hijau Sawit.
  2. Wilmar Group yang terdiri dari PT Multimas Nabati Asahan, PT Multi Nabati Sulawesi, PT Sinar Alam Permai, PT Wilmar Bioenergi Indonesia dan PT Wilmar Nabati Indonesia.
  3. Musim Mas Group yang terdiri dari PT Musim Mas, PT Intibenua Perkasatama, PT Mikie Oleo Nabati Industri, PT Agro Makmur Raya, PT Musim Mas-Fuji, PT Megasurya Mas dan PT Wira Inno Mas.

Adapun bos 3 korporasi yang didesak untuk diperiksa dan dijadikan tersangka yaitu:

Permata Hijau Group (Aminudin Siregar)

Aminudin Siregar, seorang pengusaha Indonesia yang terlibat dalam berbagai sektor industri, terutama yang berkaitan dengan sawit.

Permata Hijau Group milik Aminudin Siregar adalah salah satu grup perusahaan besar yang bergerak di sektor perkebunan kelapa sawit dan produksi minyak sawit mentah (CPO).

Wilmar Group (Kuok Khoon Hong, Martua Sitorus)

Wilmar International adalah perusahaan agribisnis global yang didirikan pada tahun 1991 oleh dua pengusaha, yakni Kuok Khoon Hong, yang menjabat sebagai Ketua dan CEO Wilmar. Martua Sitorus, yang dikenal sebagai salah satu orang terkaya di Indonesia. 

Perusahaan ini berawal dari perdagangan minyak kelapa sawit dan kini berkembang menjadi salah satu produsen minyak kelapa sawit terbesar di dunia, dengan lebih dari 300 anak perusahaan yang beroperasi di berbagai negara. 

Musim Mas Group (Bachtiar Karim)

Pemilik Musim Mas Group adalah Bachtiar Karim, seorang pengusaha Indonesia yang dikenal sebagai salah satu tokoh terkaya di sektor kelapa sawit. 

Ia menjabat sebagai Executive Chairman dan CEO Musim Mas, perusahaan yang didirikan oleh ayahnya, Anwar Karim, pada tahun 1932 di Medan, Sumatra Utara. Bachtiar bersama dua saudaranya, Burhan dan Bahari Karim, kini mengendalikan perusahaan tersebut secara aktif.

Vonis Lepas Tiga Korporasi: Hakim Diduga Terima Suap Dalam Kasus Korupsi CPO

Majelis hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang mengadili kasus ini lalu memberikan vonis lepas kepada tiga terdakwa korporasi itu pada 19 Maret 2025.

Tiga hakim yang urus perkara itu diduga bersekongkol dengan Muhammad Arif Nuryanta selaku Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Marcella Santoso dan Ariyanto selaku pengacara tiga terdakwa korporasi, serta panitera muda pada Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Wahyu Gunawan.

Vonis lepas itu berbeda jauh dengan tuntutan yang disampaikan oleh jaksa penuntut umum. Dalam tuntutannya, jaksa menuntut uang pengganti sebesar Rp 937 miliar kepada Permata Hijau Group, uang pengganti kepada Wilmar Group sebesar Rp 11,8 triliun, dan uang pengganti sebesar Rp 4,8 triliun kepada Musim Mas Group.

Saat menjabat Wakil Ketua PN Jakarta Pusat, Muhammad Arif Nuryanta menggunakan jabatannya untuk mengatur vonis lepas kepada tiga terdakwa korporasi kasus korupsi minyak goreng. Kasus kemudian terendus penyidik Kejagung.

Penyidik mendapati ada 2 amplop di tas milik Arif saat melakukan penggeledahan. Pertama, amplop coklat berisi 65 lembar uang pecahan SGD 1.000 dan amplop berwarna putih berisi 72 lembar uang pecahan USD 100. 

Kemudian, penyidik juga menyita dompet milik Arif yang di dalamnya terdapat ratusan uang pecahan dolar Amerika Serikat (USD), Dolar Singapura (SGD), Ringgit Malaysia (RM) hingga rupiah. Arif Nuryanta menerima suap sebanyak Rp 60 miliar.

Masing-masing hakim kecipratan duit suap. Mulanya, hakim Agam Syarif menerima uang senilai Rp 4,5 miliar dari Muhammad Arif Nuryanta.

"Setelah menerima uang Rp 4,5 miliar tadi, oleh ASB (Agam Syarif) dimasukan ke dalam goody bag, dan setelah keluar ruangan dibagi kepada 3 orang yaitu ASB sendiri, AL, dan DJU," kata Dirdik Jampidsus Kejagung Abdul Qohar di Gedung Kejagung, Senin (14/4/2025) dini hari

Arif lalu menyerahkan lagi sejumlah uang untuk ketiga hakim itu pada September 2024. Uang yang diberikan dalam bentuk dolar Amerika atau senilai Rp 18 miliar. Uang tersebut diserahkan kepada hakim Djuyamto.

"ASB menerima uang dolar bila dirupiahkan Rp 4,5 miliar, DJU (Djuyamto) menerima uang dolar jika dirupiahkan Rp 6 miliar, dan AL (Ali) menerima uang berupa dolar amerika bila disetarakan rupiah Rp 5 miliar," beber Abdul Qohar.

Ketiga hakim itu, jelas Qohar, mengetahui tujuan penerimaan uang tersebut agar perkara diputus ontslag alias divonis lepas.

Topik:

korupsi-cpo permata-hijau-group wilmar musim-mas