Berkas Perkara Terus 'Dipingpong' Polri dan Kejaksaan: Apakah Arsin akan 'Firli Kedua'?


Jakarta, MI - Berkas perkara mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK, Firli Bahuri dan Kepala Desa (Kades) Kohod, Arsin, terus 'dipingpong' pihak Kejaksaan dan Polri.
Berkas Firli itu sendiri berkaitan dengan dugaan pelanggaran Pasal 12 e, Pasal 12 b atau Pasal 11 tentang gratifikasi atau suap yang dilakukan oleh Firli Bahuri. Ia ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan pemerasan kepada mantan Menteri Pertanian Syahruh Yasin Limpo pada 22 November 2023.
Kasus itu berawal dari aduan masyarakat, Firli diduga melakukan pemerasan saat menangani kasus korupsi di lingkungan Kementerian Pertanian. Pemberian uang itu diakui oleh Syahrul dalam persidangan terkait kasus korupsi yang menjeratnya. Ia mengaku memberikan uang kepada Firli sebesar Rp 1,3 miliar. Meski ia menyebut pemberian uang itu hanya bentuk persahabatan.
Uang itu diduga sebagai bentuk untuk mengamankan kasus korupsi di Kementan yang sedang diusut KPK, ketika itu Firli adalah ketua KPK. SYL sendiri telah divonis bersalah melakukan korupsi di lingkungan Kementan dalam rentan waktu 2020-2023.
Selain terjerat kasus pemerasan, Firli Bahuri juga dilaporkan atas pelanggaran Pasal 36 Juncto Pasal 65 UU No 30 Tahun 2022 tentang KPK yang melarang pertemuan pimpinan dengan pihak berperkara. Kemudian laporan perihal dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Menurut Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Komisaris Besar Ade Safri Simanjuntak berkas perkara P-19 kasus tersebut masih dalam proses penyusunan.
"Masih berprogres, saat ini tim penyidik sedang memenuhi petunjuk P-19 dari Jaksa Penuntut Umum di Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta," kata Ade ketika ditemui di Lapangan Presisi Polda Metro Jaya pada Selasa (15/4/2025) kemarin.
Meskipun berkas tak kunjung usai, Ade menegaskan tidak ada kendala yang dialami penyidik dalam penyusunan berkas perkara tersebut. "Pemenuhan P-19 dari kantor Kejati DKI Jakarta tidak ada kendala, tidak ada hambatan," jelas Ade.
Ade tidak menjawab ketika ditanyakan perihal pengembalian berkas perkara Firli Bahuri oleh penyidik ke Jaksa Penuntut Umum (JPU). Dia hanya berjanji akan menyampaikan ke publik bilamana ada perkembangan terbaru terkait kasus yang menjerat mantan Ketua KPK itu.
Sebelumnya Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta mengatakan bahwa berkas perkara Firli Bahuri tak kunjung dikembalikan oleh penyidik Polda Metro Jaya. "Posisi berkasnya di Polda, Februari 2024 kami kembalikan, enggak datang-datang,” kata Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Jakarta Syahron Hasibuan pada Kamis (10/4/2025).
Polda Metro Jaya diketahui pertama kali menyerahkan berkas perkara tersebut pada 14 Desember 2023, tetapi berkas itu dikembalikan oleh jaksa pada 28 Desember.
Polisi menyerahkan kembali berkas yang sudah direvisi pada 24 Januari 2024, namun dikembalikan lagi oleh jaksa pada 2 Februari lalu dan masih belum dikirim kembali oleh penyidik.
Akankah berkas Kades Kohod Arsin bernasib sama dengan Firli?
Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum (Jampidum) Kejaksaan Agung (Kejagung) mengembalikan lagi berkas kasus dugaan pemalsuan SHM dan SHGB di wilayah pagar laut Tangerang kepada Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri.
“Jaksa penuntut umum (JPU) pada Jampidum Kejagung telah mengembalikan berkas perkara atas nama Arsin bin Asip dan kawan-kawan yang disangka melanggar pasal-pasal pemalsuan, pada tanggal 14 April 2025,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Harli Siregar di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu (16/4/2025).
Harli menjelaskan alasan pengembalian itu lantaran petunjuk JPU Jampidum agar kasus ini ditindaklanjuti ke ranah tindak pidana korupsi, belum dipenuhi oleh penyidik Dittipidum Bareskrim Polri.
Sementara itu, Direktur A Jampidum Kejagung, Nanang Ibrahim Soleh, mengatakan bahwa pihaknya menemukan unsur tindak pidana korupsi dalam kasus pemalsuan sertifikat ini. “Karena menyangkut di situ ada suap, pemalsuan sertifikatnya juga ada, penyalahgunaan kewenangan juga ada,” katanya.
Menurut Nanang, apabila mengacu pada Pasal 25 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999, maka penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan dalam perkara tindak pidana korupsi harus didahulukan dari perkara lain guna penyelesaian secepatnya.
Adapun dalam kasus pemalsuan sertifikat ini, JPU menilai bahwa terdapat perkara khusus, yakni tindak pidana korupsi, sehingga harus didahulukan penanganannya. Nanang lantas mengatakan bahwa dalam pengembalian berkas kali ini, JPU Jampidum meminta agar kasus pemalsuan ini ditangani oleh Korps Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Kortastipidkor) Polri mengingat ditemukannya unsur tindak pidana korupsi.
“Apalagi Kortastipidkor menyampaikan bahwa mereka sedang menangani. Apabila sudah menangani, minimal bisa dijadikan satu. Jadi, mereka tinggal koordinasi,” ucapnya.
Diketahui, Dittipidum Bareskrim Polri menangani kasus dugaan tindak pidana pemalsuan surat dan/atau pemalsuan akta autentik atau menempatkan keterangan palsu ke dalam akta autentik terkait dengan penerbitan 263 SHGB dan 17 SHM Desa Kohod, Kabupaten Tangerang, Banten.
Adapun pengembalian berkas oleh Kejagung ini bukanlah kali pertama. Sebelumnya, pada 25 Maret 2025, Kejagung mengembalikan berkas kasus ini kepada Dittipidum dengan petunjuk agar penyidikan perkara ini ditindaklanjuti ke ranah tindak pidana korupsi.
Namun, pada 10 April 2025, Dittipidum Bareskrim Polri menyerahkan kembali berkas tersebut kepada Kejagung dengan alasan bahwa berkas yang dikirim telah terpenuhi unsur secara formal dan materiel. Selain itu, mereka menyebut bahwa unsur tindak pidana korupsi dalam kasus tersebut telah diselidiki oleh Kortastipidkor Polri.
Pada akhirnya, pada 14 April 2025, Kejagung mengembalikan lagi berkas tersebut kepada penyidik Dittipidum dengan alasan petunjuk JPU terdahulu belum dipenuhi penyidik.
Tak kunjung lengkapnya berkas dua orang berperkara tersebut menimbulkan pertanyaan: Apakah Arsin akan "Firli kedua"?
Topik:
Kades Kohod Firli Bahuri KPK Kejagung Polri Kades Kohod Arsin