Kejagung Temukan Catatan Pemintaan Vonis Lepas Korupsi CPO Wilmar, Pengacara Ini Disebut-sebut

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 17 April 2025 01:43 WIB
Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar (Foto: Dok MI)
Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar (Foto: Dok MI)

Jakarta, MI - Saat menggeledah seoarang pengacara, Marcella Santoso (MS), Kejaksaan Agung menemukan catatan permintaan vonis lepas untuk kasus pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO) kepada tiga korporasi, yaitu PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas Group.

“Ketika dilakukan penggeledahan di rumah MS, ternyata ditemukan catatan terkait, supaya ada permintaan-permintaan terkait meng-ontslag-kan lah dari keputusan ini,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, saat konferensi pers di kawasan Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu (16/4/2025). 

Menurut Harli, petunjuk adanya suap oleh Marcella dan rekannya, Ariyanto (AR), ini didapatkan dari barang bukti elektronik dalam kasus dugaan suap perkara di Pengadilan Negeri Surabaya yang berkaitan dengan eks pejabat Mahkamah Agung, Zarof Ricar (ZR). 

Dalam salah satu percakapan pada kasus perkara majelis hakim pembebas Ronald Tannur, terdapat nama Marcella di dalamnya. Kata dia, dugaan-dugaan ini ditelusuri lebih lanjut setelah PN Jakarta Pusat menjatuhkan vonis ontslag kepada Wilmar Group dan dua korporasi lainnya. 

Di sisi lain, Harli menepis bahwa Marcella sempat menghubungi Zarof untuk melancarkan vonis ontslag ini. “Enggak ada kaitan ZR dengan MS. Dalam kaitan ini ya, enggak ada,” tandas Harli.

Kejagung telah menetapkan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta; Panitera Muda Perdata PN Jakarta Utara, Wahyu Gunawan (WG); serta kuasa hukum korporasi, Marcella Santoso dan Ariyanto Bakri sebagai tersangka.

Lalu menetapkan tersangka kepada tiga majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ekspor CPO yakni Djuyamto (DJU) selaku ketua majelis serta Agam Syarif Baharuddin (ASB) dan Ali Muhtarom (AM) selaku anggota. Terbaru Kejagung menetapkan Muhammad Syafei (MS) yang merupakan Social Security Legal Wilmar Group sebagai tersangka.

Kata Wilmar

Perwakilan Wilmar Group menyatakan bahwa perusahaannya tengah membantu Kejaksaan Agung dalam menuntaskan proses hukum berkaitan kasus tersebut. Hal ini disampaikan untuk menunjukkan posisi perusahaan untuk kooperatif dengan aparat penegak hukum.

“Saat ini kami sedang membantu proses penyelidikan,” kata seorang perwakilan Wilmar Group yang tidak ingin disebutkan namanya, Rabu (16/04/2025).

Dalam kasus ini, penyidik menuduh Syafei memberikan uang senilai Rp60 miliar kepada Wakil Ketua PN Jakarta Pusat saat itu, Muhammad Arif Nuryanto. Uang tersebut adalah imbalan kepada Arif untuk membentuk majelis hakim yang akan menjatuhkan putusan ontslag pada Wilmar Group.

Suap diberikan melalui seorang pengacara bernama Ariyanto yang sebelumnya sudah berkonsultasi dengan panitera muda PN Jakarta Pusat Wahyu Gunawan. Suap diberikan agar sejumlah perusahaan Wilmar Group bisa bebas dari tuntutan pada kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO) dan turunannya Januari-April 2022.

“Setelah ada komunikasi antara Tersangka AR [Ariyanto] dan MSY [Syafei], kemudian Tersangka AR bertemu dengan MSY di parkiran SCBD. Dan, selanjutnya MSY menyerahkan uang tersebut kepada Tersangka AR,” kata Direktur Penyidikan Jampidsus Kejaksaan Agung, Abdul Qohar.

Kejaksaan memang menetapkan tiga grup perusahaan sawit sebagai tersangka kasus korupsi ekspor minyak goreng. Mereka adalah lima perusahaan di bawah Wilmar Group; lima perusahaan di bawah Permata Hijau Group; dan tujuh perusahaan di bawah Musim Mas Group.

Perkara ketiganya pun telah dilimpahkan ke pengadilan dan menjalani persidangan hingga putusan 19 Maret lalu. Dalam putusan tersebut, majelis hakim yang terdiri dari Djuyamto, Agam Syarif Baharuddin, dan Ali Muhtarom menjatuhkan vonis lepas atau ontslag van alle recht vervolging.

Menurut Qohar, awalnya Syafei meminta hakim menjatuhkan vonis bebas dengan imbalan Rp20 miliar. Akan tetapi, sesuai pembicaraan Ariyanto dan Wahyu, hakim hanya bisa memberikan putusan ontslag namun dengan imbalan Rp60 miliar.

“Lalu Tersangka MS [Marcella Santoso] menghubungi MSY. Dan MSY menyanggupi akan menyiapkan permintaan tersebut dalam mata uang asing,” ujar Qohar.

“Uang tersebut oleh tersangka WG [Wahyu] diserahkan kepada Tersangka MAN [Arif]. Dan Tersangka WG diberikan uang sebesar USD 50.000 oleh Tersangka MAN.”

Kendati begitu, Qohar menegaskan pihaknya masih melakukan pendalaman atas sumber dana yang disiapkan Syafei. Dia memberikan sinyal adanya peluang dana tersebut turut disiapkan dua korporasi lainnya yang terjerat dalam perkara itu, yakni Permata Hijau Grup dan Musim Mas Group.

Penetapan tersangka terhadap Syafei ini pun disebut menjadi kotak pandora untuk mengusut keterlibatan pihak korporasi lainnya selaku pemberi suap. Lantas siapa tersangka berikutnya? (an)

Topik:

Kejagung Korupsi CPO