Kejagung Didesak Segera Tetapkan Tersangka Korupsi BPDPKS Seret Anak Usaha Wilmar Cs

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 18 April 2025 19:04 WIB
Dirdik Jampidsus Kejagung, Kuntadi dan Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar (Foto: Dok MI/Aswan)
Dirdik Jampidsus Kejagung, Kuntadi dan Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar (Foto: Dok MI/Aswan)

Jakarta, MI - Pakar hukum pidana dari Universitas Bung Karno (UBK), Kurnia Zakaria medesak Kejaksaan Agung segera menetapkan tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi pengelolaan dana sawit oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) tahun 2015-2022. 

Adapun kasus ini naik ke tahap penyidikan sejak 7 September 2023. Penyidikan dilakukan untuk mendalami pengembangan biodiesel dengan menggunakan dana yang dihimpun dari pungutan ekspor kelapa sawit pelaku usaha.

"Sudah lebih 2 tahun penyidikan kasus ini tak kunjung ada tersangka. Kejagung seharusnya mempercepat penanganan perkara dugaan korupsi ini," kata Kurnia Zakaria kepada Monitorindonesia.com, Jumat (18/4/2025).

Menurutnya, langkah Kejagung segera menetapkan tersangka setelah menemukan minimal dua alat bukti, merupakan upaya Kejaksaan Agung membantu memulihkan kerugian negara dalam kasus tersebut.

"Namun semua tetap mengacu azas praduga tidak bersalah, sehingga jika tidak terbukti maka dilakukan penghentian penyidikan perkara. Kejagung harus terbuka kepada publik akan penyidikan ini," tandasnya.

Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, menyatakan bahwa kasus masih diusut, hanya saja masih menggunnakan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) bersifat umum. Jika sudah ditemuan alat bukti yang cukup maka tersangka segera ditetapkan.

"Masih jalan penyidikannya. Masih penyidikan umum ya, tapi tetap jalan," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Harli Siregar kepada Monitorindonesia.com, dikutip pada Kamis (17/4/2025).

Soal kapan saksi-saksi akan diperiksa lagi, Harli enggan berkomentar lebih jauh sebab itu ranah penyidik. "Pemeriksaan saksi untuk memperkuat bukti dan melengkapi berkas perkara," tuturnya.

Pada Januari 2024 silam, Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Kuntadi menegaskan bahwa  pihaknya masih mencari alat-alat bukti untuk mencari tersangka kasus BPDPKS. "BDPKS masih berjalan. Masih-masih, kita terus mencari simpul pertanggungjawabannya," kata Kuntadi, Selasa (16/1/2024).

Di lain sisi, Kuntadi juga masih enggan untuk membeberkan total kerugian perekonomian negara dalam kasus ini. "Belum [total kerugian negara], belum berani bilang," tegasnya.

Sementara JAM Pidsus Febrie Adriansyah menegaskan bahwa saat ini pihaknya masih melaksanakan penyidikan untuk menemukan benang merah pada kasus BPDPKS.  "BPDPKS itu sampai sekarang masih ada penyidikan, sampai saat ini memang ada beberapa petunjuk dalam gelar perkara yang belum dipenuhi penyidik BPDPKS," kata Febrie.

Menurut Febrie, hambatan dalam kasus pengelolaan dana sawit ini karena terintegrasi beberapa komponen produksi sehingga perlu kolaborasi dengan ahli ekonomi untuk mengusut tuntas kasusnya.

Sebagaimana diketahui bahwa pemerintah melalui BPDPKS mensubsidi Wilmar dan korporasi sawit lain dalam memproduksi biodiesel. Adapun dana subsidi BPDPKS ke korporasi berasal dari pungutan ekspor dan bea keluar sawit. 

Sejak 2015 hingga 2023, sebesar 79% atau Rp146,56 triliun dana BPDPKS disalurkan untuk kepentingan produksi biodiesel. Sementara dari sisi penguasaan industri biodiesel, pada 2023, industri biodiesel didominasi oleh grup-grup besar sawit.

Dari 12 grup usaha penerima alokasi, 81% dari total alokasi dikelola oleh 6 grup usaha, yaitu Wilmar, Royal Golden Eagle (RGE), Musim Mas, KPN, Permata Hijau, dan Sinar Mas. 

Adapun lima besar grup penerima subsidi biodiesel adalah Wilmar (Rp56,6 triliun), Musim Mas (Rp26,5 triliun), Royal Golden Eagle (Rp21,3 triliun), Permata Hijau (Rp14,9 triliun), dan Sinar Mas (Rp14 triliun).

Catatan Monitorindonesia.com, sebagaimana dari keterangan Pusat Penerangan Hukum (Puspenkum) Kejaksaan Agung (Kejagun) bahwa tim penyidik Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung) sempat memeriksa anak perusahaan Wilmar Group sebagai saksi kasus dugaan korupsi dana sawit BPDPKS itu. 

Yakni pada Kamis (2/11/2023) silam, Kejagung memeriksa saksi dari pihak PT Multi Nabati Sulawesi, PT Wilmar Bioenergi Indonesia, PT Wilmar Nabati Indonesia dan PT Multimas Nabati Asahan. Pemeriksaan itu melalui manager produksinya yakni inisial CADT.

Lalu pada Selasa (7/11/2023), Kejagung memeriksa Manager PT Cemerlang Energi Perkasa, FA dan PT Sari Dumai Sejahtera. Selain FA, Kejagung memeriksa dua saksi lainnya yakni, HM diduga Hartono Mitra selaku Manager Produksi PT Jhonlin Agro Raya (JARR) milik H. Isam dan AC selaku Operation Supply Chain PT Pertamina tahun 2014.

Kamis (9/11/2023) Kejagung masih mengulik perusahaan yang mengelola sawit yakni PT Sinarmas Bio Energy dan PT Smart Tbk. Saksi itu berinisial HIS selaku Manager Produksi PT Sinarmas Bio Energy dan PT Smart Tbk. (wan)

Topik:

Kejagung Wilmar Korupsi Dana Sawit BPDPKS