KPK Didesak Jerat Korporasi Sinarmas di Korupsi Taspen


Jakarta, MI - PT Sinarmas Sekuritas diduga kuat sebagai salah satu pihak yang menerima dan mengelola aliran dana Rp1 triliun proyek investasi fiktif di PT Taspen. Demikian disampaikan Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu ketika jumpa pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (4/7/2024) lalu.
Investasi fiktif di PT Taspen senilai Rp1 triliun itu terbagi dalam tiga model produk usaha yakni saham hingga sukuk (obligasi syariah). Salah satunya sukuk, turut dikelola oleh PT Sinarmas.
"Investasi Rp1 triliun ini dalam bentuk apa saja? Ini bentuknya salah satunya memang seperti yang disampaikan tadi. Kalau tidak salah ada tiga jenis usaha ya, tiga jenis model. Ada saham, sukuk dan ada yang lainnya. Ini digunakan untuk investasinya," kata Asep.
Dengan dugaan tersebut, maka wajar KPK mencecar Direktur Keuangan dan Akuntansi PT Sinarmas Sekuritas, Julius Sanjaya. Kemudian Komisaris Utama PT Asuransi Sinarmas, Indra Wijaya. Hanya saja dia sudah dua kali mangkir dari panggilan penyidik lembaga anti rasuah itu.
Terkait hal itu, pengamat hukum dari Universitas Indonesia (UI) Aristo Pangaribuan menyebut dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) memperbolehkan lembaga antirasuah melakukan penjemputan paksa. "Bisa dijemput paksa, KUHAP mengatur kalau sudah dipanggil dua kali, tapi tidak hadir, ada upaya paksa (enforcement)," kata Aristo, Sabtu (19/4/2025).
PT Asuransi Sinarmas juga, tambah dia, berpeluang dapat dijadikan tersangka korporasi, apabila terbukti benar menerima aliran dana dari PT Taspen.
"Bisa (jadi tersangka korporasi), kalau korporasi mendapatkan benefit ilegal dari sana, bisa saja. Tetapi proses pembuktiannya lebih rumit, karena harus dibuktikan bahwa perbuatan mendapatkan benefit ilegal adalah sistematis," katanya.
Sementara Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman juga mendorong agar KPK menjemput paksa Indra. Jika memenuhi alat bukti yang cukup maka dapat menetapkannya sebagai tersangka.
"Mangkir dua kali, maka semestinya jemput paksa. (PT Asuransi Sinar Mas) sangat bisa (dijadikan tersangka korporasi bila terbukti terlibat)," kata Boyamin.
Adapun Indra tak hadiri pemanggilan KPK pada Selasa (15/4/2025). Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika, mengatakan bahwa Indra tidak memberikan informasi apa pun kepada penyidik terkait ketidakhadirannya.
"Untuk ketidakhadiran yang terakhir, informasi dari penyidik yang bersangkutan (Indra) belum memberikan alasan atau konfirmasi ketidakhadirannya," kata Tessa kepada awak media di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat (18/4/2025).
Indra sebelumnya juga absen pada panggilan penyidik yang dijadwalkan pada Rabu (12/2/2025). Saat itu, Indra beralasan sedang sakit. "Informasi yang kami dapatkan dari penyidik, untuk pemanggilan pertama ada konfirmasi ketidakhadiran yaitu sakit," katanya.
Tessa menyebutkan bahwa langkah selanjutnya diserahkan kepada penyidik, apakah akan dilakukan pemanggilan ulang atau upaya lain seperti jemput paksa. "Jadi nanti akan diserahkan kepada penyidik apakah akan dilakukan pemanggilan kedua, atau ada upaya lain," katanya.
Kesaksian Indra dibutuhkan dalam penyidikan kasus dugaan korupsi investasi fiktif di PT Taspen. Khususnya untuk menelusuri aliran dana dari PT Taspen ke Sinarmas. Menurut Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu, Sinarmas melalui PT Sinarmas Sekuritas turut mengelola dana investasi fiktif milik PT Taspen senilai Rp1 triliun dan memperoleh keuntungan.
Asep Guntur Rahayu sebelumnya juga sempat mengemukakan bahwa BUMN Taspen mengalihkan dana pensiun di sejumlah instrumen keuangan dengan dalih ekspansi bisnis demi keuntungan korporasi.
"Jadi PT Taspen ini ada punya yang namanya reksa dana dan yang lain-lainnya (penempatan dana pensiun), sehingga dia ada yang ke perusahaan sekuritas. Jadi uangnya itu uang yang dimiliki PT Taspen. Karena apa? Taspen kan mengumpulkan uang dari para pensiunan," kata Asep kepada wartawan, Sabtu (21/9/2024).
Kata Asep, praktik semacam itu lazim terjadi dalam bisnis perbankan. Akan tetapi, yang terjadi pada Taspen diduga aksi korporasi tersebut tidak sesuai kaidah hukum.
Sebab, yang terjadi justru menguntungkan segelintir pihak, alih-alih korporasi secara keseluruhan maupun nasabah. "Tetapi ketika penempatan sejumlah dana itu dalam rangka bisnis tidak mengikuti aturan-aturan yang ada, ya, tentu itu menjadi perbuatan melawan hukumnya sehingga timbul kerugian yang menjadi kerugian keuangan negara," kata Asep.
Dalam kasus ini KPK telah menahan mantan Direktur Utama PT Taspen ANS Kosasih dan eks Direktur Utama PT Insight Investments Management Ekiawan Heri Primaryanto.
Topik:
KPK Taspen Sinarmas