Korupsi PDNS, Kejaksaan Didesak Periksa Eks Menkominfo Budi Arie


Jakarta, MI - Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman mendesak Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Pusat agar memeriksa semua pihak diduga terlibat dalam kasus dugaan korupsi proyek Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) 2020-2024. Termasuk mantan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi.
Dalam hal ini, Kejari Jakpus jangan tebang pilih memeriksa saksi-saksi yang perlukan pihak penyidik.
“Semua harus diperiksa secara adil. Digeledah, dokumen disita, dan didalami aliran uang serta komunikasi elektronik. Sekarang kejaksaan sudah punya kewenangan untuk menyadap, jadi bisa dibuka semua pembicaraan yang relevan. Siapa pun yg terkait dan diduga terlibat (harus diperiksa) tanpa harus sebut nama lengkapnya (perusahaan),” kata Boy sapaannya kepada Monitorindonesia.com, Minggu (27/4/2025).
Dari penanganan kasus ini, menurut Boy, ada dua hal penting yang harus dicapai, yakni penyitaan uang pengganti dari pihak pelaksana proyek dan pembenahan sistem pengamanan data yang terbukti lemah.
Boyamin mengatakan sistem pertahanan siber yang kuat dibutuhkan untuk mencegah peretasan. Ia mengambil contoh sistem keamanan data di lembaga-lembaga tinggi seperti FBI dan CIA yang meski terus-menerus menjadi target peretasan, namun jarang sekali mengalami kebocoran.
“Kalau sistem itu dibangun dengan benar, harusnya data bisa diamankan. Jadi kalau ini sampai jebol, patut diduga ada kelalaian atau bahkan kesengajaan. Bisa jadi anggaran perlindungan data sudah cair, tapi tidak digunakan semestinya,” tutup dia.
Seperti diketahui, penyidikan ini diduga buntut kasus penyerang dunia maya menyusup ke Pusat Data Nasional (PDN). Sehingga mengganggu beberapa layanan dari pemerintah dan sempat meminta uang tebusan 8 juta dolar Amerika.
Namun pengusutannya tidak lagi oleh Kejaksaan Agung melainkan Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat. Setelah Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat Safrianto Zuriat Putra menerbitkan surat perintah penyidikan (sprintdik) Nomor: Print-488/M.1.10/Fd.1/03/2025 tanggal 13 Maret 2025.
“Pada hari yang sama Kajari juga menerbitkan surat perintah penggeledahan dan penyitaan kepada Tim penyidik untuk menggeledah di beberapa tempat,” kata Kasi Intelijen Kejari Jakpus Bani Immanuel Ginting, Jumat (14/03/2025) lalu.
Tempat-tempat yang digeledah ada yang di Jakarta Pusat, Jakarta Selatan, Bogor dan juga di Tangerang Selatan. “Dalam penggeledahan tersebut ada sejumah barang-bukti yang turut disita,” jelasnya.
Antara lain, beberapa barang bukti seperti dokumen, uang, mobil, tanah dan bangunan serta barang bukti elektronik. “Serta barang-bukti lainnya yang yang patut diduga berhubungan dengan kasus tersebut," bebernya.
Kasus posisinya yaitu Kementerian Kominfo pada tahun 2020 hingga 2024 melakukan pengadaan barang/jasa dan pengelolaan pada PDNS dengan total pagu anggaran Rp958 Miliar.
Namun dalam pelaksanaannya tahun 2020 diketahui pejabat dari Kominfo bersama dari perusahaan swasta melakukan pengkondisian untuk memenangkan PT AL dengan nilai kontrak Rp60.378.450.000.
Kemudian, ujarnya, pada tahun 2021 kembali perusahaan swasta yang sama memenangkan tender dengan nilai kontrak Rp 102.671.346.360.
“Sedangkan di tahun 2022 kembali terjadi pengkondisian untuk memenangkan perusahaan yang sama,” ujarnya.
Caranya, dengan menghilangkan persyaratan tertentu sehingga perusahaan tersebut dapat terpilih sebagai pelaksana kegiatan dengan nilai kontrak Rp 188.900.000.000.
“Begitupun perusahaan yang sama di tahun 2023 dan 2024 memenangkan kembai pekerjaan komputasi awan dengan nilai kontrak tahun 2023 senilai Rp 350.959.942.158 dan tahun 2024 senilai Rp 256.575.442.952,” ujarnya.
Adapun, kata dia, perusahaan tersebut dalam pengadaan barang/jasa yang telah dikondisikan bermitra dengan pihak yang tidak mampu memenuhi persyaratan pengakuan kepatuhan ISO 22301.
“Akibat tidak dimasukkannya pertimbangan kelaikan dari Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) sebagai syarat penawaran. Sehingga pada Juni 2024 terjadi serangan ransomware yang mengakibatkan beberapa layanan tidak layak pakai dan tereksposenya data diri penduduk Indonesia,” ujarnya.
Padahal, ungkap Bani, anggaran pengadaan PDSN menghabiskan total sebesar Rp959 miliar. “Tapi pelaksanaan kegiatan tidak sesuai Perpres Nomor 95 Tahun 2018 tentang Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik yang hanya mewajibkan pemerintah membangun Pusat Data Nasional (PDN), bukan PDNS serta tidak dilindunginya keseluruhan data sesuai BSSN,” jelasnya.
Bani menambahkan atas dugaan korupsi terhadap proyek tersebut diperkirakan menimbulkan kerugian keuangan negara mencapai ratusan miliar rupiah.
Terkiat kasus ini, pakar telematika, Roy Suryo menilai pengusutan kasus dugaan korupsi pengadaan barang dan jasa pengelolaan Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) di Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) periode 2020-2024 bikin stres mantan Menkominfo Budi Arie Setiadi.
Apalagi kasus ini diduga merugikan negara Rp959.485.181.470. Awalnya proyek PDN, sebelum jadi PDNS ini digagas Menkominfo Johnny Gerald Plate dengan peletakan batu pertama di Cikarang, Kabupaten Bekasi pada 9 November 2022, dan direncanakan selesai dua tahun sesudahnya. Sayang Johnny Gerald Plate tersangkut kasus Proyek BTS-5G dan diteruskan oleh Menkominfo Budi Arie Setiadi.
"Di periode Budi Arie Setiadi inilah terjadi kecerobohan akibat mau mencari muka Presiden ke-7 Joko Widodo alias Jokowi," kata Roy Suryo dalam opini terbukanya yang masuk ke dapur Redaksi Monitorindonesia.com, dikutip pada Sabtu (15/3/2025)
PDN yang seharusnya ada di empat lokasi, yakni Cikarang, Batam, Ibu Kota Nusantara (IKN) dan NTT, kemudian dishortcut dibuat menjadi Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) di Serpong dan Surabaya. Menurut Roy, ini dilakukan Budi Arie untuk mengejar peresmiannya sebelum Jokowi lengser.
Budi Arie memajukan peresmian titik pertama PDN yang seharusnya di Cikarang pada November 2024 menjadi 17 Agustus 2025 agar seolah-olah bisa diresmikan Jokowi sebelum lengser.
Bagi Roy, hal ini adalah sebuah keputusan konyol yang secara teknis sangat berbahaya. "Karena harusnya PDN sesuai dengan standar ISO dan TIER tertentu, menjadi specdown dan tidak sesuai standar lagi," kata Roy.
Tak hanya itu, Budi Arie juga telah secara serampangan memindahkan rencana detail PDN yang sebelumnya sudah dirancang di empat lokasi tetap, menjadi hanya dua lokasi yang bersifat sementara. Itu pun perangkatnya hanya menyewa alias buang-buang anggaran percuma.
"Karena sebelumnya sudah dianggarkan senilai Rp2,7 triliun dengan bantuan Prancis untuk Cikarang, Korea untuk Batam, Inggris dan Amerika untuk IKN dan NTT," beber Roy.
Roy menambahkan, bahwa kasus PDN yang direkayasa jadi PDNS untuk sekedar memuaskan syahwat Jokowi sebelum lengser berkuasa itu akhirnya justru mengakibatkan kerugian besar bagi seluruh rakyat Indonesia, karena terjadi kebocoran data luar biasa besar.
"Mulai dari Dirjen Imigrasi, mayoritas Pemda seluruh Indonesia, BPJS-Kesehatan, bahkan hingga INAFIS-Polri dan BIA-TNI," tandas Roy.
Topik:
MAKI Budi Arie Setiadi PDNS Kominfo Komdigi Kejari JakpusBerita Sebelumnya
Polda Kepri Usut Dugaan Kapolsek Palmatak Terima Setoran dari Pencuri
Berita Selanjutnya
KPK Tetapkan Tersangka dalam Penggeledahan di Kalbar
Berita Terkait

Anggaran Rp8 Triliun Disebut Tak Cukup, Komdigi Akui Masih Butuh Tambahan
19 September 2025 14:01 WIB

Singgung Aksi Scammer dan Hoax, Waka Komisi I DPR Nilai Wacana ‘Satu Warga, Satu Akun’ Bisa Cegah Kriminalitas
17 September 2025 11:32 WIB

KPK Verifikasi Laporan MAKI soal Dugaan Double Job Eks Menag Yaqut
14 September 2025 13:30 WIB