KPK Buka Peluang Jemput Paksa Komut Sinar Mas Indra Widjaja

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 4 Mei 2025 02:25 WIB
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) (Foto: Dok MI/Aswan)
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) (Foto: Dok MI/Aswan)

Jakarta, MI - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membuka peluang menjemput paksa terhadap Komisaris Utama PT Asuransi Sinar Mas, Indra Widjaja (IW) yang dua kali mangkir pemeriksaan sebagai saksi dalam penyidikan kasus dugaan investasi fiktif di PT Taspen. 

Catatan Monitorindonesia.com, Indra absen pada Rabu (12/2/2025) dan Selasa (15/4/2025). "Penyidik terhadap saksi yang dimaksud, apakah akan dilakukan pemanggilan paksa atau tidak," ujar Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto, Sabtu (3/5/2025).

"Saya ketahui ketidakhadiran yang bersangkutan untuk dua kali tidak hadir itu ada alasan kesehatan berobatan. Apakah ini menjadi alasan yang tidak patut dan wajar. Ya tentunya itu nanti dikembalikan kepada penyidik yang memiliki kewenangan," timpalnya.

Sebelumnya, KPK menyampaikan bahwa pihaknya membuka peluang untuk memanggil sejumlah pihak yang diduga menerima aliran dana dari investasi fiktif PT Taspen, termasuk dari pihak korporasi Sinarmas. Tessa Mahardhika menegaskan bahwa pemanggilan akan dilakukan jika penyidik memperoleh bukti atau petunjuk baru terkait aliran dana tersebut.

"Jadi tentunya bila nanti ada petunjuk-petunjuk baru terutama mungkin informasi yang didapat dari hasil audit itu akan diklarifikasi ke pihak-pihak yang memang dibutuhkan (menikmati aliran dana Taspen termasuk Sinarmas) untuk memperkuat perhitungan kerugian negara. Dimaksud ya yang saat ini sudah mencapai 1 triliun," kata Tessa pada Rabu (30/4/2025).

Awalnya, nilai kerugian negara tercatat sebesar Rp220,42 miliar, namun kini diperkirakan meningkat menjadi Rp1 triliun usai Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah menyelesaikan audit kerugian negara dalam kasus ini. Direktur Jenderal Pemeriksaan Investigasi BPK, I Nyoman Wara, menyatakan bahwa laporan tersebut telah diserahkan kepada KPK.

"BPK menyimpulkan adanya penyimpangan yang berindikasi pidana yang mengakibatkan kerugian negara. Kerugian kasus ini adalah sebesar Rp1 triliun," kata Nyoman di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (28/4/2025).

KPK telah menahan dua tersangka dalam kasus ini, yakni mantan Direktur Utama PT Taspen, Antonius Kosasih, dan mantan Direktur Utama PT IIM, Ekiawan Heri Primaryanto, sejak pertengahan Januari 2025. Selain Sinarmas, ada tiga perusahaan lainnya yang diduga menerima keuntungan. Di antaranya, PT IIM, PT Valbury Sekuritas Indonesia (VSI) dan PT Pacific Sekuritas (PS).

Kasus bermula pada 2016 saat PT Taspen menginvestasikan Rp200 miliar dalam Sukuk Ijarah TSP Food II (SIAISA02) yang diterbitkan PT Tiga Pilar Sejahtera Food (TPSF) Tbk. Namun, pada 2018, instrumen tersebut dinyatakan gagal bayar.

Pada Januari 2019, setelah Antonius Kosasih menjabat sebagai Direktur Investasi PT Taspen, ia terlibat dalam keputusan skema penyelamatan investasi. Salah satu langkahnya adalah mengonversi sukuk tersebut menjadi reksa dana RD I-Next G2 yang dikelola PT IIM.

Pada Mei 2019, PT Taspen menempatkan dana sebesar Rp1 triliun ke dalam reksa dana RD I-Next G2. Kebijakan ini bertentangan dengan aturan internal perusahaan yang mengharuskan strategi hold and average down dalam menangani sukuk bermasalah.

Topik:

KPK