Skandal Rp 50 M Sugar Group Company akan Jerat Hakim MA Usai Zarof Ricar?


Jakarta, MI - Kejaksaan Agung (Kejagung) telah membentuk tim untuk menyisir adanya setoran Rp 50 miliar saat Sugar Group Company (SGC), perusahaan pimpinan Purwanti Lie yang berseteru dengan Marubeni Corporation. Hal itu menyusul nyanyian mantan pejabat Mahkamah Agung (MA) Zarof Ricar di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat hari Rabu (7/5/2025) lalu
“Pernyataan Zarof di persidangan tentu menjadi perhatian serius Kejagung. Saya mendapat informasi bahwa saat ini Kejagung telah membentuk tim untuk menyusuri pengakuan Zarof. Pastinya, SGC juga akan diubek-ubek. Soal kapan waktu beraksinya tim ke lapangan, tergantung dengan berbagai pertimbangan penyidik,” kata sumber di Kejagung, dikutip pada Senin (12/5/2025).
Diperkuat juga Kejagung yang tampaknya akan menyeriusi nyanyian mantan pejabat MA, Zarof Ricar, yang saat digeledah rumahnya ditemukan uang cash hampir Rp 1 triliun itu. “Iya, itu yang juga nantinya didalami oleh penyidik. Yang Rp 50 miliar itu kan,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar kepada Monitorindonesia.com, Senin (12/5/2025).
Menurut Harli, pihaknya tidak hanya menyisir Rp 50 miliar dari Sugar Group Company saja, tetapi juga asal-usul semua uang yang diamankan saat penggeledahan di rumah Zarof Ricar sebanyak Rp 920 miliar cash beserta kiloan emas.
Penyidik, tegasnya, akan terus menggali sumber atau aliran dana yang mengalir ke Zarof. Apalagi, Zarof sudah ditetapkan sebagai tersangka dalam dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Pun, penyidik Kejagung juga masih memantau jalannya persidangan yang masih berlangsung, terutama untuk pertimbangan-pertimbangan yang akan digunakan saat memberikan vonis kepada Zarof.
“Bahwa yang dinyatakan di dalam persidangan itu kan nanti faktanya akan tertuang dalam pertimbangan pada putusan hakim. Itulah yang juga sedang ditunggu oleh penuntut umum dan penyidik,” jelasnya.
Zarof yang saat itu sebagai Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan dan Pendidikan dan Pelatihan Hukum dan Peradilan Mahkamah Agung (Balitbang Diklat Kumdil MA) diketahui tidak hanya sebagai markus pidana namun juga perkara perdata.
Bahwa Zarof menyatakan pernah mendapatkan fee hingga Rp50 miliar itu saat menjadi makelar pada kasus perdata industri gula. Meski mengaku dirinya lupa apakah kasus itu terjadi di 2016 atau 2018.
Untuk mengurus kasus itu, Zarof sempat berkonsultasi atau meminta masukan kepada hakim agung Sultoni Mohdally. Jika memang benar demikian, maka sudah saatnya pihak Pengadilan menghadirkan Sultoni di meja hijau. Dan bahkan kalau tebukti, maka bisa ditetapkan sebagai tersangka sebab sama-sama berbuat kejahatan.
"Hakim Agung (Sultoni Mohdally) yang diajak konsultasi juga harus ditetapkan sebagai tersangka, karena sudah memberi masukan kepada penjahatnya. Artinya sama-sama berbuat kejahatan," kata pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti (Usakti) Abdul Fickar Hadjar saat berbincang singkat dengan Monitorindonesia.com, Jumat (9/5/2025) pagi.
Abdul Fickar juga mendesak Kejaksaan Agung (Kejagung) agar membuka lagi kasus industri gula yang dimaksud itu. Pun pemeriksaan terhadap Hakim Agung Sultoni dapat dilakukan agar membuat terang kasus itu. Namun sebelum itu, MA juga harus turun tangan.
"Ya Kejagung harus memeriksanya dong, tapi sebelum itu mestinya Majelis Kode Etik MA juga memeriksa Sultoni. Jadi selain etikanya, kriminalnya juga diproses," tegasnya.
Soal pasal yang bisa dijeratkan kepada hakim itu, menurut Abdul Fickar, semua tergantung pada penyidik Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Kejagung.
Sependapat dengan itu, pakar hukum pidana Usakti, Azmi Syahputra bahwa mereka yang disebut dalam persidangan harus diperiksa, apalagi diduga terlibat.
"Perlu karena sudah dsebut namanya. Dan seharusnya jaksa meminta hakim untuk berani buat penetapan untuk dihadirkan dan dimintai dulu keterangan dalam sidang pengadilan," kata Azmi kepada Monitorindonesia.com.
Hakim Sunarto, Soltoni Mohdally, Syamsul Maarif cs?
Berdasarkan pemberitaan Monitorindonesia.com, bahwa fakta persidangan hasil pemeriksaan Zarof Ricar sebagai saksi mahkota dalam perkara suap vonis bebas Gregorius Ronald Tanur di Pengadilan Tipikor, Jakarta Rabu (7/5/2025) mengakui pernah menerima Rp 50 miliar dan Rp 20 miliar dari Sugar Group melalui salah salah seorang pemiliknya bernama Ny. Lee.
Ini telah dikonfirmasi Zarof bahwa barang bukti berupa uang Rp 915 miliar dan 51 kilogram emas merupakan tindak pidana suap.
Terdapat meeting of minds antara Zarof Ricar sebagai perantara hakim agung penerima suap dengan Sugar Group selaku pemberi yang ingin perkara perdatanya menang melawan Marubeni ditingkat kasasi dan peninjauan kembali (PK) agar dapat lolos dari kewajiban pembayaran ganti rugi Rp 7 triliun kepada Marubeni Corporation.
Dalam konteks ini sekaligus membuktikan perintah Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung), Febrie Adriansyah, kepada JPU agar melekatkan pasal gratifikasi dan bukan suap merupakan penyalahgunaan wewenang dan/atau merintangi penyidikan, sebagaimana yang telah dilaporkan Koalisi Sipil Masyarakat Anti Korupsi ke Jamwas Kejagung pada tanggal 28 April 2025.
“Peristiwa ini bentuk kejahatan yang serius yang memiliki motif dan mens rea ingin “mengamankan” pemberi suap termasuk Sugar Group, dan melindungi hakim agung pemutus perkara, sebagai pemangku jabatan yang dapat membuat putusan yang menjadi tujuan akhir pemberian uang tersebut," kata Koordinator Koalisi Sipil Masyarakat Anti Korupsi, Ronald Loblobly kepada wartawan di Jakarta, Sabtu (10/5/2025).
Tercatat nama-nama hakim agung yang memeriksa perkara kasasi dan PK antara lain Sunarto, Soltoni Mohdally, Syamsul Maarif dan kawan-kawan. Sekaligus diduga untuk kepentingan “menyandera” Ketua Mahkamah Agung RI, Sunarto yang menjadi hakim agung pemutus yang memenangkan Sugar Group dalam perkara perdata melawan Marubeni Corporation di tingkat kasasi dan PK.
“Penyanderaan” itu diduga dimaksudkan agar Ketua Mahkamah Agung (MA), Sunarto dapat “dikendalikan” untuk kepentingan mengamankan tuntutan perkara-perkara korupsi yang kontroversial agar tetap divonis bersalah. Kasus suap ini akan kami laporkan ke KPK pekan depan," jelasnya.
Menurut Ronald tidak dilekatnya pasal suap terkait barang bukti berupa uang Rp 915 miliar dan 51 kilogram emas, merupakan strategi penyimpangan penegakan hukum, sekaligus modus untuk merintangi penyidikan (obstruction of justice).
Dikualifisir melanggar Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor PER–014/A/JA/11/2012 Tentang Kode Perilaku Jaksa jo pasal 3 huruf b, pasal 4 huruf d, pasal 7 ayat 1 huruf f Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor PER–014/A/JA/11/2012 Tentang Kode Perilaku Jaksa, pasal 2 huruf b Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2024, poin 15 pasal 10 ayat 2 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 dan/atau Pasal 421 KUHP dan/atau Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Kasus posisi
Menurut temuan koalisi bermula ketika Gunawan Yusuf Dkk melalui PT Garuda Panca Artha (GPA) pada 24 Agustus 2001 menjadi pemenang lelang PT. Sugar Group Company (SGC) aset milik Salim Group yang diselenggarakan BPPN dengan kondisi apa adanya (as is), senilai Rp 1,161 triliun.
Ketika akan dilelang, semua peserta lelang termasuk GPA dan kawan-kawan telah diberitahu segala kondisi dari SGC tentang aktiva, pasiva, utang dan piutangnya.
SGC yang bergerak dalam bidang produksi gula dan etanol ternyata memiliki total utang Rp 7 triliun kepada Marubeni Corporation (MC), yang secara hukum menjadi tanggung jawab Gunawan Yusuf dan kawan-kawan selaku pemegang saham baru SGC.
Akan tetapi Gunawan Yusuf menolak membayar dengan dalih utang SGC kepada MC Rp 7 triliun itu hasil rekayasa bersama antara Salim Group (SG) dengan MC.
Guna mensiasati agar dapat ngemplang utang Rp 7 triliun dibangun dalil yang diduga palsu, yang pada pokoknya menyatakan utang itu hasil rekayasa bersama antara SG dengan MC, sebagaimana yang dituangkan dalam surat gugatan Gunawan Yusuf dan kawan-kawan melalui PT SI, PT IP, PT GPM, PT IDE dan PT GPA menggugat MC dan kawan-kawan melalui Pengadilan Negeri Kota Bumi dan Pengadilan Negeri Gunung Sugih, teregister dalam perkara No. 12/Pdt.G/2006/PN/GS dan No. 04/Pdt.G/2006/PN.KB.
Namun pada ujung perkara, Gunawan Yusuf Dkk kalah telak, sebagaimana putusan kasasi No. 2447 K/Pdt/2009 tanggal 19 Mei 2010 dan No. 2446 K/Pdt/2009 tanggal 19 Mei 2010, yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht).
Dalam pertimbangannya majelis hakim menegaskan, tuduhan bahwa utang itu hasil rekayasa bersama antara Salim Group dengan Marubeni Corporation ternyata tidak mengadung unsur kebenaran.
Terbukti pinjaman kredit luar negeri itu sudah di laporkan kepada Bank Indonesia dan terlihat dalam Laporan Keuangan dari tahun 1993 (SIL) dan tahun 1996 (ILP) sampai dengan tahun 2001.
Adanya rekayasa justeru dibantah sendiri oleh Gunawan Yusuf melalui kuasa hukumnya berdasarkan bukti surat tertanggal 21 Februari 2003 yang pada pokoknya menyatakan ingin menyelesaikan kewajiban pembayaran utang dan bersedia melakukan pembahasan sehubungan dengan rencana pemangkasan sebagian hutang (haircut).
Ketidakbenaran tuduhan rekayasa diperkuat dengan bukti surat tertanggal 12 Maret 2003, yang pada pokoknya Gunawan Yusuf menawarkan untuk menyelesaikan kewajibannya dengan menerbitkan promissory note senilai USD 19 juta.
Berdasarkan dua putusan kasasi tersebut, pada pokoknya SGC diputuskan tetap memiliki kewajiban pembayaran utang kepada MC, yang kini bernilai Rp 7 triliun.
Gunawan Yusuf tak menyerah. Terhadap putusan kasasi No. 2447 K/Pdt/2009 tanggal 19 Mei 2010 dan No. 2446 K/Pdt/2009 tanggal 19 Mei 2010, dia tidak melakukan upaya hukum peninjauan kembali.
Namun lebih memilih mendaftarkan empat gugatan baru secara sekaligus memanfaatkan azas ius curia novit sebagaimana ditegaskan Pasal 10 UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, dimana pengadilan tidak boleh menolak memeriksa dan mengadili perkara. Dalam empat gugatan baru tersebut, materi pokok perkara sejatinya sama dengan putusan kasasi No. 2447 K/Pdt/2009 dan No. 2446 K/Pdt/2009 yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht).
SGC sebagai penggugat hanya mengubah materi gugatan yang bersifat aksesoris sebagaimana perkara-perkara SGC melawan MC, yakni: (1) No.394/Pdt.G/2010/PN.Jkt.Pst, (2) No. 373/Pdt.G/2010/PN.Jkt.Pst, (3) No. 470/Pdt.G/2010/Jkt.Pst, dan (4) No. 18/Pdt.G/2010/Jkt.Pst dan No. 141/Pdt.G/2017/PN.Jkt.Pst, No. 142/Pdt.G/2017/PN.Jkt.Pst, dan No. 232/Pdt.G/2017/PN.Jkt.Pst, yang diduga berlanjut pada pada perkara kasasi dan PK.
Sebagimana putusan (1) No. 1696 K/Pdt/2015 tanggal 14 Desember 2015, (2) No. 1362 PK/PDT/2024, No. 1700 K/Pdt/2015 tanggal 14 Desember 2015, (3) No. 1697 K/Pdt, tanggal 14 Desember 2015, (4) No. 1699 K/Pdt/2015, tanggal 14 Desember 2015, (5) No. 1698 K/Pdt/2015, tanggal 14 Desember 2015. Kelima perkara kasasi tersebut, dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Agung, Soltoni Mohdally.
Lalu terdapat upaya hukum peninjauan kembali, terkait SGC melawan MC, sebagaimana putusan (1 ) PK I No. 1363 PK/Pdt/2018 dan (2) Putusan PK I No. 1364 PK/Pdt/2024. Kedua perkara PK tersebut dipimpin Ketua Majelis Hakim Agung, Suharto.
Dan putusan peninjauan kembali (1) PK I No. 144 PK/Pdt/2018, tanggal 27 April 2018, (2) PK I No. 818 PK/Pdt/2018, tanggal 2 Desember 2019, (3) PK I No. 818 PK/Pdt/2018, tanggal 2 Desember 2019, (4) Putusan PK II No. 697 PK/Pdt/2018, tanggal 8 Oktober 2018. Keempat perkara PK tersebut, dipimpin Majelis Hakim, Sunarto yang kini menjadi Ketua Mahkamah Agung RI yang dikenal dekat dengan Zarof Ricar.
Tak heran bila pada 27-28 September 2024, Zarof Ricar yang telah pensiun sejak tahun 2022 itu tampak ikut dalam rombongan Sunarto yang melakukan kunjungan ke Keraton Sumenep.
Menurut Ronald, total nilai uang suap Sugar Group minimal sebesar Rp.200 miliar, sebagaimana bukti catatan tertulis yang ditemukan penyidik saat menggeledah kediaman Zarof Ricar, antara lain “Titipan Lisa“, “Untuk Ronal Tannur:1466/Pid.2024”, “Pak Kuatkan PN” dan “Pelunasan Perkara Sugar Group Rp. 200 milyar”.
Gegara uang suap ini pula diduga telah menyebabkan Hakim Agung Syamsul Maarif yang memutus Perkara SGC-MC No. 1362 PK/PDT/2024 rela melanggar pasal 17 UU No. 48 tentang Kekuasaan Kehakiman, karena pernah mengadili perkara yang berkaitan sebelumnya.
Seharusnya Hakim Agung Syamsul Maarif mundur sebagai pemeriksa perkara No. 1362 PK/PDT/2024. Namun alih-alih mundur ia malah tetap memutus perkara hanya dalam tempo 29 hari, padahal tebal berkas perkara membutuhkan waktu minimal 4 bulan untuk membacanya.
Penting dicatat bahwa Gunawan Yusuf pemegang saham baru SGC, pernah tercatat orang terkaya ke-44 di Indonesia versy Majalah Globe Asia, lahir di Jakarta tanggal 6 Juni 1954, pernah menjadi terlapor dalam kasus penipuan dan TPPU di Bareskrim Polri pada 20 April 2004, atas nama pelapor Toh Keng Siong yang melakukan penempatan dana ke PT Makindo milik Gunawan Yusuf sebesar Usd 126 juta tahun 1999.
Penangannnya dilakukan oleh Dittipideksus Bareskrim Polri hingga tahun 2018 lalu berujung SP3.
Polisi tak melanjutkan penyidikan kendati Toh Keng Siong memenangkan gugatan pra pradilan sebagaimana putusan Pra Pradilan No. 33/Pid.Prap/2012/PN/JKT.SEL tanggal 19 Oktober 2012. Gunawan Yusuf selaku pemilik PT Makindo Tbk. pernah pula tersangkut dalam kasus pajak senilai Rp 494 miliar. (wan)
Topik:
Kejagung Hakim MA Zarof Ricar Sugar Group CompanyBerita Terkait

Terima Rp 500 Juta Hasil Barang Bukti yang Ditilap, Jaksa Iwan Ginting Dicopot
1 jam yang lalu

Penerima Dana Korupsi BTS Rp243 M hampir Semua Dipenjara, Dito Ariotedjo Melenggang Bebas Saja Tuh!
13 jam yang lalu

Kejagung Periksa Dirut PT Tera Data Indonesia terkait Kasus Chromebook
30 September 2025 12:29 WIB