Kontrak Pengadaan Alat Konstruksi oleh Telkominfra Tak Sesuai Ketentuan Bebani Keuangan Rp 50 M


Jakarta, MI - Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) RI menyatakan bahwa pelaksanaan kontrak pengadaan alat konstruksi oleh PT Infrastruktur Telekomunikasi Indonesia (Telkominfra) tidak sesuai ketentuan yang membebani keuangan perusahaan sebesar Rp50.050.000.000,00.
Kontrak tersebut merupakan salah satu dari 4 kontrak yang sejumlah permasalahannya diungkap BPK berdasarkan hasil pemeriksaan kepatuhan PT Telkom tahun 2020 sampai dengan 2022 (Semester I).
Bahwa Telkominfra berkontrak dengan PT AWB untuk memasok peralatan konstruks1 berdasarkan Perjanjian Pengadaan Alat Konstrukst Nomor 180013/SPK-AWBEKT/VI11/2018 dan Nomor PKS 022/CLI/CEO CSO-1100/VII/2018 tanggal 23 Juli 2018 dengan nila kontrak sebesar Rp51.150.000.000.00 (termasuk PPN 10%).
Kontrak berlaku untuk jangka waktu 30 bulan terhitung sejak kontrak ditandatangani yaitu tanggal 23 Juli 2018 sampai dengan 22 Desember 2020 dengan cara pembayaran 24 kali termin bulanan PT AWB wajib menyediakan Jaminan Pembayaran (Payment Bond) sebesar Rp46.500.000.000,00 selama jangka waktu kontrak.
Kontrak telah mengalami dua kali adendum dengan adendum terakhir memuat perubahan lingkup pekerjaan, jangka waktu pelaksanaan 26 Oktober 2018 sampai dengan 31 Januari 2021, perubahan nilai payment bond menjadi Rp46.500.000.000.00, dan perubahan tata cara pembayaran dengan mekanisme 22 kali termin yang dimulai dari bulan Maret 2019 sampai dengan Desember 2020.
Telkominfra mengalihkan pengadaan alat konstruksi kepada PT Green Line Indonesia (PT GLI) melalui Peryanyian Pengadaan Alat Konstruks1 Nomor PKS 029/CLI/CEO CSO-1100/VIII/2018 dan Nomor Ol/TICLIANFRA/VIIV/2018 tanggal 6 Agustus 2018.
Telkominfra kemudian menerbitkan Purchasing Order (PO) Nomor 1800738 tanggal 10 Agustus 2018 sebesar Rp42.350.000.000.00 (termasuk PPN 10%) dengan cara pembayaran empat kali termin.
Jangka waktu pelaksanaan pekerjaan terhitung sejak tanggal 1 Juli 2018 sampai dengan 30 September 2018.
Kontrak mengalami satu kali adendum yang terjadi karena perubahan lingkup pekerjaan, perubahan mekanisme pelaksanaan, dan perubahan tata cara pembayaran PT GLI telah menyelesaikan seluruh pekerjaan 100% pada tanggal 21 Februari 2019.
Telkominfra telah menyelesaikan pekerjaan namun pembayaran yang diterima dari PT AWB masih sebesar Rp1.000 000 000,00 (2.15% dari nilai kontrak) belum termasuk PPN 10%.
"Dengan demikian masih terdapat sisa pembayaran yang belum diterima Telkominfra sebesar Rp45.500.000.000.00 (Rp46.500.000.000,00 - Rp1. 000 000.000,00) belum — termasuk PPN 10%, atau sebesar Rp50.050.000.000,00 (Rp51.150.000.000,00 - Rp1.100.000.000,00) termasuk PPN 10%," tulis hasil pemeriksaan tersebut sebagaimana diperoleh Monitorindonesia.com, Minggu (15/6/2025).
Atas piutang tersebut, pada tahun 2019 dan 2020 Telkominfra melakukan penyisihan piutang sebesar Rp41.933.873.465,00 terdiri dari penyisihan tahun 2019 sebesar Rp15.276.194,00 dan tahun 2020 sebesar Rp41.918.597.271.00.
Penyisihan tersebut dibukukan sebagai beban sebelum EBITDA, sehingga masih menyisakan kewajiban PT AWB yang tidak disisihkan sebesar Rp3.566.126.535.00 (Rp45.500.000.000,00 - Rp41.933.873.465,00).
BPK menemukan masalah diantaranya yakni Telkominfra menggunakan skema asuransi untuk jaminan pembayaran yang berdampak terjadinya gagal bayar.
Penggunaan skema asuransi dalam kontrak telah diarahkan terlebih dahulu di dalam Dokumen Justifikasi Project Construction Nomor 053 OMO COM000 1V/2018 tentang Pengadaan Alat Konstruksi yang dibuat oleh Officer Product & Solution tanggal 12 April 2018 yang menyatakan bahwa kepastian pembayaran harus dijamin dengan payment bond yang dikeluarkan oleh PT Asuransi Jasa Indonesia (Persero) sebesar nilai kontrak — yaitu Rp46.500.000.000,00.
"Akan tetapi, ketentuan jaminan pembayaran tersebut diubah melalui adendum pertama yang mewajibkan PT AWB untuk menyediakan jaminan pembayaran sebesar Rp25.000.000 000.00 dari PT Asuransi Jasa Indonesia (Persero)," lanjut hasil pemeriksaan tersebut.
Perubahan nilai jaminan pada adendum pertama dikarenakan kemampuan PT Asuransi Jasa Indonesia (Persero) untuk menanggung pertanggungjawaban maksimum hanya sebesar Rp25.000.000.000,00.
Lebih lanjut, adendum kedua merubah kembali jaminan pembayaran sebesar Rp46.500.000.000.00 namun tidak lagi diwajibkan dari PT Asuransi Jasa Indonesia (Persero) dan menyatakan bahwa jaminan pembayaran diterbitkan oleh asuransi yang kredibel.
PT AWB mengusulkan perubahan jaminan pembayaran untuk diterbitkan oleh PT Berdikan /Asurance dengan alasan proses penerbitan jaminan oleh PT Asuransi Jasa Indonesia (Persero) membutuhkan waktu dua belas bulan.
Kemudian, PT AWB menyerahkan jaminan pembayaran Nomor 30761100020119 tanggal 8 Januari 2019 dengan nilai jaminan sebesar Rp46.500.000.000,00 yang diterbitkan PT Berdikar/Ansurance dengan jangka waktu berlakunya jaminan tanggal 26 Oktober 2018 sampai dengan 25 Oktober 2020.
Jaminan pembayaran diterbitkan setelah ditandatanganinya adendum kedua.
"Namun, PT AWB tidak menyampaikan perpanjangan jangka waktu berlakunya jaminan pembayaran untuk memenuhi klausul pada adendum kedua Telkominfra juga kurang optimal dalam mengupayakan perpanyangan jaminan pembayaran karena tidak terdapat korespondensi/koordinasi dari Telkominfra kepada PT AWB untuk menyerahkan perpanjangan jaminan pembayaran yang telah disesuaikan dengan adendum kedua," tulis hasil pemeriksaan tersebut.
Sebagai akibat, upaya Telkominfra untuk mengajukan klaim pembayaran atas jaminan pembayaran kepada PT Berdikari /Ansurance tdak berhasil, karena jangka waktu kontrak masih berlaku sampai dengan Januari 2021 dan tidak ada permohonan perpanjangan jaminan pembayaran kepada PT Berdikan Insurance Telkominfta juga tidak melakukan upaya atau komunikasi lanjutan kepada PT Berdikan /Ansurance setelah ditolaknya pengayuan klam Sampai dengan berakhirnya pemeriksaan tanggal 29 Desember 2022, jaminan pembayaran dar PT Berdikan /nsurance tersebut tidak dapat dicairkan.
Permasalahan selanjutnya adalah soal pekerjaan pengadaan alat konstruksi yang telah selesai berpotensi tidak seluruhnya terbayar.
Telkominfra telah menyelesaikan seluruh pekerjaan 100% pada tanggal 19 Februari 2019. "Telkominfra telah melakukan penagihan sampai dengan termin ke-7, namun PT AWB baru dua kali membayar yaitu pada bulan Maret dan Mei 2019 seluruhnya sebesar Rp1.000.000.000,00 (belum termasuk PPN)," lanjut BPK.
Alasan PT AWB atas keterlambatan pembayaran karena adanya anomali cuaca/curah hujan tinggi pada periode bulan Februari sampai dengan Juni 2019 yang menghambat proses produksi. Namun, alasan tersebut tidak diklanfikasi oleh Telkomintra.
Telkominfra bekerja sama dengan konsultan hukum DB Associates Law Firm untuk menyusun dan menyiapkan surat teguran/somasi kepada PT AWB dan DB Associates Law Firm telah mengirimkan dua kali somasi kepada PT AWB yang berisi teguran/peringatan terakhir kepada PT AWB untuk segera memenuhi kewaylbannya.
Namun, PT AWB melalui Rio Ramabaskara & Associates selaku Kuasa Hukum menjawab somasi tersebut dengan menyelaskan bahwa perjanjian masih berlaku sampai dengan 31 Januari 2021 sehingga PT AWB masih punya tenggat waktu sampai dengan batas akhir perjanjian untuk menunaikan kewajibannya.
Telkominfra kemudian menunjuk K& K Advocates tanggal 22 November 2022 sebagai kuasa hukum untuk penyelesaian sengketa Piutang Long Outstanding melalui Jalur Hukum termasuk untuk menyusun pokok-pokok gugatan dan mengayukan gugatan perdata terhadap PT AWB
"Sampai dengan berakhirnya pemeriksaan tanggal 29 Desember 2022, belum terdapat kelanjutan pembayaran dari PT AWB," kata BPK.
Tak hanya itu, BPK juga menemukan permasalahn bahwa hasil pekeryaan pengadaan alat konstruksi masih dikuasai PT AWB.
Bahwa berdasarkan BAST Nomor 180008/BAST-AWB-EKT/XI/2018 tanggal 19 November 2018 dan BAST Nomor 02/BAST-AWB-EKT/Il 2019 tanggal 19 Februari 2019, alat konstruksi telah diserahkan oleh Telkominfra dan diterima dengan baik oleh PT AWB di Camp PT AWB yang beralamat di Desa Nangkara, Kec Dompu, Nusa Tenggara Barat.
Akan tetapi, berdasarkan kontrak, hak kepemilikan atas alat konstruksi menjadi berpindah kepada PT AWB apabila PT AWB telah melaksanakan seluruh kewayiban pembayaran kepada Telkominfra Excecutive Account Manager pengadaan alat konstruksi menjelaskan bahwa alat konstruksi masih dalam penguasaan PT AWB, walaupun PT AWB belum melaksanakan kewajiban pembayaran sebesar Rp50.050.000.000.00.
Executive Acccount Manager Telkominfra juga menjelaskan bahwa Telkominfra telah melaksanakan satu kali pengecekan ke lokasi PT AWB di Nusa Tenggara Barat pada tahun 2020 dan diketahui bahwa alat konstruksi masih ada di lokasi Telkominfra belum mengupayakan pengamanan atas alat konstruksi seperti mengambil kembali alat konstruksi, namun lebih mengupayakan penyelesaian pembayaran melalui somasi dan gugatan perdata atas keterlambatan pembayaran oleh PT AWB.
Rekomendasi BPK
BPK merekomendasikan kepada Direksi PT Telkom agar menerapkan peraturan operasional terkait perikatan dengan pihak ketiga yang telah disusun di Telkom Group secara konsisten;
Melakukan kajian atas kelayakan penggunaan asuransi sebagai jaminan pembayaran kontrak dalam seluruh Telkom Group terutama mempertimbangkan risiko terjadinya gagal bayar;
Memperbaiki pedoman pelaksanaan pekerjaan atas pelanggan enterprise di Telkom Group dengan menekankan pada penilaian dan mitigasi risiko pada seluruh tahap pekerjaan;
Melakukan upaya-upaya yang optimal untuk menghindari kerugian perusahaan yang lebih besar atas masing-masing permasalahan;
Kemudian, BPK merekomendasikan juga kepada Direksi PT Telkom agar mengenakan sanksi sesuai ketentuan perusahaan kepada Direksi Telkominfra yang tidak hati-hati dalam melakukan perikatan dengan PT AWB dan PT SP;
Mengenakan sanksi sesuai ketentuan yang berlaku kepada EVP DES aatas pekerjaan seat management yang terindikasi lalai dalam perikatan dengan pelanggan dan mitra yang memiliki hubungan terafiliasi dan berisiko terjadinya konflik kepentingan, ketiadaan antisipasi risiko gagal bayar oleh customer dengan tidak meminta adanya persyaratan jaminan pembayaran oleh customer yang valid dan dapat dicairkan dan kelemahan pengendalian pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan kontrak;
Menyusun rencana dan mengendalikan pelaksanaan kontrak di seluruh Telkom Group secara memadai termasuk dalam mengenakan denda keterlambatan sesuai kesepakatan dalam kontrak;
Terakhir, BPK merekomendasikan kepada Direksi PT Telkom agar berkoordinasi dengan Kementerian BUMN untuk melaporkan permasalahan terkait Pekerjaan seat management kepada aparat penegak hukum.
Adapun Direktur Utama (Dirut) PT Telkom, Ririek Adriansyah, pada 10 April 2023 silam menyatakan akan menindaklanjuti sesuai rekomendasi BPK RI dengan target waktu 30 September 2023.
Namun saat dikonfirmasi Monitorindonesia.com pada Selasa (10/6/2025) soal apakah rekomendasi tersebut telah selesai ditindaklanjuti, Ririek tidak menjawab.
Sementara Assistant Vice President External Communication PT Telkom Indonesia, Sabri Rasyid, menyatakan pihaknya akan selalu menindaklanjuti temuan dan rekomendasi BPK. "Yang pasti Telkom akan selalu menindaklajuti temuan dan rekomendasi BPK," kata Sabri kepada Monitorindonesia.com.
Topik:
BPK Telkom Telkominfra PT Infrastruktur Telekomunikasi Indonesia (Telkominfra)Berita Sebelumnya
100 Napi Narkoba Sumut Dipindahkan ke Nusakambangan
Berita Selanjutnya
Kejagung Didesak Usut Dugaan Korupsi PT Pupuk Indonesia Rp 8,3 T
Berita Terkait

BPK Didesak Audit Perdin Dirut Pupuk Indonesia Rahmad Pribadi: Jangan Anggap Perusahaan "Nenek Moyangnya"!
18 jam yang lalu

Gandeng Pandawara, Telkom Gelar River Clean Up di Sungai Cioray Bandung
25 September 2025 17:19 WIB

Ekonom Dorong Audit Investigasi Dugaan Patgulipat Pengambilalihan BCA oleh Djarum Group
27 Agustus 2025 09:17 WIB