Tersangka Gratifikasi di MPR Diduga Terima Rp17 Miliar

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 23 Juni 2025 19:07 WIB
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) (Foto: Dok MI/Aswan)
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) (Foto: Dok MI/Aswan)

Jakarta, MI - Satu orang tersangka penyelenggara negara di kasus dugaan korupsi di lingkungan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) telah ditetapkan KPK.

"Sejauh ini KPK telah menetapkan satu orang sebagai tersangka," kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo di Kantornya, Jakarta, Senin (23/6/2025) malam.

Budi menyampaikan dugaan gratifikasi terkait pengadaan barang dan jasa yang diterima penyelenggara negara dimaksud mencapai belasan miliar rupiah.

"Masih terus dihitung dan KPK juga mendalami berbagai informasi terkait dengan pengadaan apa saja yang terkait dengan penerimaan gratifikasi tersebut. Sejauh ini sekitar belasan miliar, kurang lebih Rp17 miliar," lanjut dia.

Budi belum memberikan informasi detail mengenai identitas tersangka tersebut. Kata dia, proses penyidikan masih terus berjalan. "Saat ini penyidikannya masih berproses ya. KPK masih akan terus memanggil para saksi yang diduga mengetahui konstruksi perkara ini. Kita tunggu ya nanti update-nya seperti apa," jelas Budi.

"Tentu setelah lengkap, KPK akan sampaikan secara utuh baik konstruksi perkaranya maupun pihak-pihak yang bertanggung jawab dalam perkara ini," imbuhnya.

Informasi yang diperoleh Monitorindonesia.com, bahwa Sekretaris Jenderal pada Setjen MPR RI periode 2019-2021 Ma’ruf Cahyono diduga menjadi tersangka dalam kasus tersebut. “MC selaku Sekretaris Jenderal pada Setjen MPR RI periode 2019-2021 ditetapkan sebagai tersangka,” kata sumber Monitorindonesia.com.

Ma'ruf dikabarkan melakukan penerimaan gratifikasi Rp 17 miliar sehingga dijerat dengan Pasal 12B UU Tipikor.

Adapun pada hari ini, Senin (23/6/2025) KPK memeriksa dua saksi, yakni Cucu Riwayati selaku pejabat pengadaan barang/jasa pengiriman dan penggandaan pada Setjen MPR 2020-2021, serta Fahmi Idris selaku kelompok kerja unit kerja pengadaan barang dan jasa (Pokja-UKPBJ) pada Setjen MPR 2020.

"Penyidik masih terus mendalami perkara ini dengan memeriksa para saksi. Dugaan penerimaan gratifikasi yang ada kaitannya dengan pengadaan barang dan jasa," tandas Budi.

Terpisah, Sekretaris Jenderal Majelis Permusyawaratan Rakyat (Sekjen MPR) Siti Fauziah menegaskan pimpinan MPR periode 2024-2029 maupun 2019-2024 tidak terlibat dalam kasus korupsi berupa penerimaan gratifikasi dalam pengadaan di lingkungan MPR yang sedang diusut KPK. 

Menurut Siti, kasus dugaan korupsi tersebut merupakan tanggung jawab dari sekjen MPR pada masa pengadaan dilakukan.

"Dalam hal ini, tidak ada keterlibatan pimpinan MPR RI, karena perkara tersebut merupakan tanggung jawab administratif dan teknis dari sekretariat, dalam hal ini Sekretaris Jenderal MPR RI pada masa itu," ujar Siti dikutip, Senin (23/6/2025).

Siti mengungkapkan perkara yang sedang diusut oleh KPK merupakan perkara lama, yakni terjadi pada periode 2019-2021.  Menurut dia, fokus perkara ini berada pada ranah administratif sekretariat jenderal pada masa itu.

"Perlu kami tegaskan bahwa kasus tersebut merupakan perkara lama yang terjadi pada masa 2019 sampai dengan 2021," tandas Siti.

Lebih lanjut, Siti menegaskan MPR menghormati proses hukum yang saat ini tengah berjalan di KPK. Pihaknya menyerahkan sepenuhnya penanganan kasus dugaan korupsi tersebut ke KPK.

"MPR RI menghormati proses hukum yang berjalan dan menyerahkan sepenuhnya kepada KPK untuk menindaklanjuti sesuai kewenangan dan ketentuan hukum yang berlaku," demikian Siti.

Topik:

KPK MPR