Terseret Skandal Beras Oplosan Rp 99 T: Wilmar Group Coreng Dunia Usaha!

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 12 Juli 2025 13:02 WIB
Wilmar Group (Foto: Dok MI/Ist)
Wilmar Group (Foto: Dok MI/Ist)

Jakarta, MI - Pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti (Usakti) Abdul Fickar Hadjar, menilai bahwa Wilmar Group yang terseret di kasus dugaan pengoplosan beras Rp 99,35 triliun telah mencoreng dunia usaha. 

Sebab, Wilmar Group sebelumnya terseret juga di kasus dugaan korupsi fasilitas ekspor minyak sawit mentah (CPO) dan turunannya yang kini masih berproses di tingkat kasasi di Mahkamah Agung (MA).

Jika Wilmar dituntut dalam kasus beras oplosan, sanksi tambahan berupa pencabutan izin belum bisa dijatuhkan. "Sepanjang belum ada putusan pengadilan dalam kasus pertama, secara yuridis belum bisa menjadi faktor yang memberatkan. Tetapi secara sosiologis, ini merupakan catatan hitam bagi eksistensinya di dunia usaha," kata Abdul Fickar kepada Monitorindonesia.com, Sabtu (12/7/2025).

Dalam pengusutan kasus pengoplosan beras itu, tegas dia, kepolisian harus menemukan bukti yang cukup untuk menindaklanjuti dugaan keterlibatan Wilmar. Jika ditemukan bukti kuat, maka perusahaan tersebut dapat diproses secara hukum hingga penetapan tersangka dan penuntutan di pengadilan.

"Dalam konteks penanganan kasus pun harus diperiksa apakah ada agenda lain atau tidak, sepanjang tidak ada indikasi melawan hukum. Tetapi jika ada bukti indikasi melawan hukumnya, ya tetap harus dituntut," kata Fickar.

Di lain sisi, menurut Abdul Fickar, pencabutan izin usaha bisa ditempuh melalui jalur lain, yakni melalui mekanisme Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Jika terbukti melanggar Undang-Undang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, KPPU dapat merekomendasikan pencabutan izin kepada instansi terkait.

"Selain melalui proses hukum pidana dan perdata, juga bisa ditempuh melalui proses Undang-Undang Persaingan Usaha Tidak Sehat melalui mekanisme di KPPU, dengan putusannya dapat mencabut perizinan usahanya jika terbukti tindakannya ekstrem dan membahayakan dunia usaha," tegasnya.

Sebelumnya, Bareskrim Polri memeriksa empat produsen beras premium yang diduga melakukan praktik curang berupa dugaan melanggar mutu dan takaran hari ini. Keempat produsen itu dari Wilmar Group, Food Station Tjipinang Jaya, Belitang Panen Raya (BPR), dan Sentosa Utama Lestari (Japfa Group).

"Betul, masih dalam proses pemeriksaan," kata Kepala Satgas Pangan Polri Brigjen Helfi Assegaf, Kamis (10/7/2025).

Produsen Wilmar Group melakukan praktik curang terhadap produk Sania, Sovia, Fortune, dan Siip. Sedangkan, produsen Food Station Tjipinang Jaya dengan produk Alfamidi Setra Pulen, Beras Premium Setra Ramos, Beras Pulen Wangi, Food Station, Ramos Premium, Setra Pulen, dan Setra Ramos.

Kemudian, produsen Belitang Panen Raya (BPR) melakukan praktik curang dengan produk merk Raja Platinum, Raja Ultima. Sementara produsen Sentosa Utama Lestari (Japfa Group), dengan produk Ayana.
 
Keempat produsen beras tersebut diketahui memasarkan merek-merek ternama yang banyak beredar di pasaran. Wilmar Group diduga memasarkan beras dengan merek dagang yang diuji dari 10 sampel di Aceh, Lampung, Sulawesi Selatan, Jabodetabek, dan Yogyakarta.

Terhadap produsen Food Station, ditemukan sembilan sampel produk dari Sulsel, Kalsel, Jawa Barat, dan Aceh yang tidak sesuai mutu. Kemudian, produsen Belitang Panen Raya terdapat indikasi pelanggaran berdasarkan hasil uji dari 7 sampel di Sulsel, Jateng, Kalsel, Jabar, Aceh, dan Jabodetabek.

Terakhir, produsen Sentosa Utama Lestari (Japfa Group) diduga melakukan pelanggaran berdasarkan 3 sampel dari Yogyakarta dan Jabodetabek. Satgas Pangan Polri berkomitmen terus memperkuat pengawasan komoditas pangan strategis, guna melindungi konsumen dan menjamin integritas distribusi bahan pokok nasional.

Topik:

Wilmar Group Pengoplosan Beras Beras Oplosan Bareskrim Polri