Pakar Nilai Nadiem Bisa Tersangka Usai Pemeriksaan Kedua di Kejagung, Ini Sebabnya

Adrian Calvin
Adrian Calvin
Diperbarui 15 Juli 2025 18:12 WIB
Nadiem Anwar Makarim bersama kuasa hukumnya, Hotman Paris Hutapea (Foto: Dok MI/Istimewa)
Nadiem Anwar Makarim bersama kuasa hukumnya, Hotman Paris Hutapea (Foto: Dok MI/Istimewa)

Jakarta, MI - Pakar Hukum Pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Ficar Hadjar, menilai eks Mendikbudristek Nadiem Makarim bisa saja statusnya dinaikkan dari saksi menjadi tersangka usai pemeriksaan kedua dalam kasus dugaan korupsi proyek pengadaan laptop Chromebook dalam program digitalisasi pendidikan Kemendikbudristek 2019–2022, pada hari ini.

Ficar menegaskan, penetapan tersangka dapat dilakukan apabila penyidik menemukan dua alat bukti yang cukup terkait peran pihak-pihak yang terlibat secara melawan hukum dalam kasus tersebut.

"Setelah memeriksa para saksi, tindak pidananya menjadi terang, barulah dilakukan penetapan siapa tersangkanya. Siapa pun yang diperiksa sebagai saksi berpotensi ditetapkan sebagai tersangka, termasuk eks Mendikbud Nadiem Makarim," kata Ficar, Selasa (15/7/2025).

Sementara Pakar Hukum Pidana dari Universitas Bung Karno, Hudi Yusuf. Ia menyatakan bahwa jika hasil pemeriksaan dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dinilai cukup bukti, maka penetapan tersangka dapat dilakukan.

"Umumnya jika ada pemeriksaan adalah untuk melengkapi BAP. Dapat saja setelah BAP, apabila dianggap telah cukup bukti, dapat dikenakan sebagai tersangka. Dan jika memungkinkan, dengan memperhatikan syarat subjektif dan objektif dari tersangka, pihak Kejagung dapat menahan tersangka," kata Hudi.

Penyidik Kejaksaan Agung menjemput paksa Ibrahim Arief, seorang konsultan yang dikontrak oleh Jurist Tan, Selasa (15/7/2025) siang.

Jurist Tan merupakan staf khusus dari mantan Mendikbudristek Nadiem Makarim. Penjemputan paksa ini berkaitan dengan kasus dugaan korupsi pengadaan Chromebook dalam program digitalisasi pendidikan Kemendikbudristek 2019–2022.

Ibrahim yang mengenakan kemeja gelap diturunkan dari mobil operasional kejaksaan dan membawa tas jinjing hitam sebelum masuk ke Gedung Bundar Jampidsus Kejagung, Jakarta Selatan, untuk menjalani pemeriksaan.

Tak lama kemudian, kuasa hukum Ibrahim, Indra Haposan Sihombing, tiba di lokasi. Ia membenarkan penjemputan paksa terhadap kliennya oleh penyidik Jampidsus. “Iya, hari ini benar dijemput,” ucap Indra sambil tergesa memasuki gedung menyusul kliennya.

Sementara itu, sejak pukul 09.00 WIB, mantan Mendikbudristek Nadiem Makarim telah lebih dulu hadir memenuhi panggilan pemeriksaan kedua dari penyidik Jampidsus Kejagung. Ia sebelumnya absen dalam pemanggilan pada Selasa (8/7/2025).

Nadiem hadir mengenakan kemeja lengan panjang warna beige dan celana hitam, didampingi oleh pengacara Hotman Paris Hutapea serta tujuh anggota tim kuasa hukum. Ia tak memberikan pernyataan kepada media dan hanya merapatkan tangan memberi salam saat memasuki gedung.

Setelah registrasi, seorang penyidik menjemput Nadiem untuk pemeriksaan di lantai atas. Empat kuasa hukumnya turut mendampingi.

Salah satu materi pemeriksaan adalah dugaan keterkaitan investasi Google ke Gojek—yang kini menjadi GoTo—dengan pengadaan Chromebook di Kemendikbudristek. Terlebih, pada pemeriksaan sebelumnya, Selasa (8/7/2025), penyidik menyita sejumlah dokumen dan barang bukti elektronik dari hasil penggeledahan di GoTo.


“Ya itu yang mau didalami, makanya ada kaitan investasi, apakah itu mempengaruhi, apakah investasi itu betul, ya kan, lalu apakah kalau itu betul apakah itu mempengaruhi terhadap pengadaan Chromebook, ya kan, nah karena kan pengadaan Chromebook ini pemerintah,” ujar Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar, di Kompleks Kejagung, Jakarta Selatan, Selasa (15/7/2025).

Pemeriksaan ini merupakan kelanjutan dari pemeriksaan perdana pada Senin (23/6/2025), di mana Nadiem dicecar 31 pertanyaan selama hampir 12 jam. Dalam pemeriksaaan tersebut, penyidik mendalami hubungan Nadiem dengan pihak Google dalam pengadaan Chromebook. Selain itu, dua staf khusus Nadiem—Fiona Handayani dan Jurist Tan—diduga terlibat dalam pemufakatan jahat untuk mengondisikan kajian teknis proyek tersebut.

Diketahui, Nadiem memimpin rapat bersama jajaran Kemendikbudristek dan pihak terkait pada 6 Mei 2020. Rapat itu menjadi salah satu dasar kebijakan pengadaan Chromebook, meskipun sebelumnya kajian awal pada April 2020 merekomendasikan sistem operasi Windows. Namun, pada Juni 2020, rekomendasi tersebut berubah menjadi Chrome OS.

Penyidik juga menelusuri komunikasi antara Nadiem dengan Fiona dan Jurist Tan dalam proses penyusunan kajian teknis.

Kejagung telah menerbitkan surat pencegahan ke luar negeri terhadap Nadiem Makarim sejak 19 Juni hingga 19 Desember 2025. Selain Nadiem, tiga orang lainnya juga dicegah: Fiona Handayani, Jurist Tan, dan Ibrahim Arief, terhitung sejak 6 Juni 2025.

Kasus dugaan korupsi proyek Chromebook ini telah masuk tahap penyidikan sejak 20 Mei 2025. Proyek tersebut dilaksanakan saat Nadiem masih menjabat sebagai Mendikbudristek.

Berdasarkan konstruksi perkara, Kemendikbudristek pada 2020 menyusun program pengadaan perangkat teknologi informasi dan komunikasi (TIK) untuk mendukung Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) di jenjang pendidikan dasar hingga menengah. Namun, uji coba terhadap 1.000 unit Chromebook oleh Pustekkom pada 2018–2019 menemukan berbagai kendala, termasuk ketergantungan pada jaringan internet yang belum merata.

Kajian awal dalam Buku Putih merekomendasikan sistem operasi Windows. Namun, pada pertengahan 2020, rekomendasi tersebut berubah menjadi Chrome OS/Chromebook. Tim teknis diduga diarahkan untuk menyusun kajian yang mengunggulkan Chromebook secara tidak objektif.

Nilai proyek ini mencapai Rp9,98 triliun, terdiri dari anggaran bantuan TIK sebesar Rp3,58 triliun (2020–2022) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) senilai Rp6,39 triliun. Hingga kini, penyidik Jampidsus masih berkoordinasi dengan auditor untuk menghitung potensi kerugian negara dari proyek tersebut.

Topik:

Kejagung Nadiem