Temuan BPK: PT KAI Terbebani dalam Pemeliharaan Roda LRT Jabodebek sebesar 254,7 Miliar


Jakarta, MI - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI menemukan bahwa spesifikasi teknis Kereta Api Ringan/Light Rail Transit (LRT) di wilayah Jakarta, Bogor, Depok dan Bekasi (Jabodebek) tidak mengatur secara detail atas rasio kekerasan roda dan rel.
Sehingga PT KAI (Persero) terbebani dalam melakukan pemeliharaan roda dan penggantian roda yang lebih cepat dari umur ekonomis karena laju keausan roda yang berlebih maksimal sebesar Rp254.783.692.800,00 untuk pembelian roda baru selama kurun waktu empat tahun.
Adapun temuan itu berdasarkan hasil pemeriksaan atas pengadaan sarana Light Rail Transit Jabodebek selama Tahun 2018 sampai dengan Semester I Tahun 2023 nomor 19/LHP/XX/8/2024 tanggal 30 Agustus 2024.
BPK menjelaskan bahwa Commercial Operation Date (COD) LRT Jabodebek atau LRT Jabodebek resmi beroperasi pada tanggal 28 Agustus 2023 dengan dua line yaitu Bekasi Line (Stasiun Jatimulya - Stasiun Dukuh Atas) dan Cibubur Line (Stasiun Harjamukti - Stasiun Dukuh Atas).
Namun dalam dua minggu pasca beroperasi LRT Jabodebek yaitu pada tanggal 28 Agustus 2023, didapati kejadian adanya serbuk gram besi yang ditemukan pada rel dengan lengkung dengan radius di bawah 150 m di area Cawang.
Setelah didalami oleh Unit Civil Work dan Unit Rolling Stock LRT Jabodebek diketahui serbuk gram besi tersebut berasal dari gesekan roda dengan rel yang berdampak pada tebal flange roda.
Keausan roda yang terjadi pada 29 trainset, dengan keausan flange roda sebesar 2 - 7 mm per 31 September 2023. Keausan roda yang cukup signifikan ini di luar prediksi dari pihak LRT Jabodebek.
Menurut pihak LRT Jabodebek, keausan roda pasti akan terjadi karena faktor gesekan roda dengan rel yang masing-masing terbuat dari besi baja. Keausan flange roda yang normal sebesar 4 mm per tahun atau 1 mm setiap 3. 4 bulan. Diameter roda LRT Jabodebek dengan spesifikasi 700 - 780 mm, baru akan diganti setelah 4 — 5 tahun LRT beroperasi.
Atas permasalahan keausan roda ini, BPK melakukan reviu dokumen, wawancara, dan konfirmasi dengan pihak-pihak terkait yang diperoleh hasil bahwa spesifikasi teknis LRT Jabodebek tidak mengatur secara detail atas rasio kekerasan roda dan rel.
BPK menyatakan bahwa Pemerintah melalui Kementerian Perhubungan (Kemenhub) telah menyusun Kriteria Desain dan Spesifikasi Teknis Pembangunan Kereta Api Ringan/LRT Terintegrasi di Wilayah Jabodebek sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KP 567 Tahun 2016.
Peraturan ini sebagian besar mengadopsi dari Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 175 Tahun 2015 tentang Standar Spesifikasi Teknis Kereta Kecepatan Normal dengan Penggerak Sendiri.
Selanjutnya atas ditetapkannya spesifikasi teknis Nomor KP 567 Tahun 2016, PT KAI melakukan reviu atas spesifikasi teknis tersebut dan menerbitkan Spesifikasi Teknik Kereta Api Ringan/LRT di Wilayah Jabodebek dengan Nomor 64/PS-N.KL/RTE.00 tanggal 23 Mei 2017.
Kemenhub melakukan revisi Spesifikasi Teknis Nomor KP 567 Tahun 2016 dengan menerbitkan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KP 765 Tahun 2017 terkait fasilitas operasi yang meliputi sistem persinyalan, sistem power supply, sistem telekomunikasi dan sistem Supervisory Control and Data Acquisition (SCADA) pada Operating Control Centre (OCC).
Selanjutnya PT KAI menyesuaikan perubahan spesifikasi teknik tersebut dengan menyusun revisi spesifikasi teknik Nomor 64/PS-N.KL/RTE.01 tanggal 26 September 2017.
Salah satu bagian komponen dalam Kereta Api Ringan/LRT Jabodebek yaitu bogie yang merupakan suatu konstruksi yang terdiri dari dua perangkat roda atau lebih yang digabungkan oleh rangka yang dilengkapi dengan sistem pemegasan, pengereman, dengan atau tanpa peralatan penggerak dan anti selip, serta keseluruhan berfungsi sebagai pendukung rangka dasar dari badan kereta.
Sedangkan roda kereta terpasang dalam rangkaian bogie seperti ditunjukkan pada gambar berikut:
Dari hasil pemeriksaan atas dokumen spesifikasi teknis Nomor KP 567 Tahun 2016, spesifikasi teknis Nomor KP 765 Tahun 2017 dan revisi spesifikasi teknik Nomor 64/PS-N.KL/RTE.O1 terkait bogie dan roda kereta LRT Jabodebek diperoleh informasi sebagai berikut:
Berdasarkan Spesifikasi Teknis Nomor KP 567 Tahun 2016 diketahui klasifikasi rel (rail grade) adalah minimal kekerasan sebesar 320 HB. Sedangkan standar perangkat roda, yaitu terdiri dari roda dan as roda yang harus memenuhi persyaratan diantaranya roda harus memiliki kekerasan lebih rendah dari kekerasan jalan rel.
Selanjutnya PT KAI bersama dengan PT INKA menyepakati spesifikasi teknik Kereta Api Ringan LRT Jabodebek Tahun 2018 yang isinya sama dengan Spesifikasi Teknis Nomor KP 567 Tahun 2016 maupun Spesifikasi Teknis Nomor KP 765 Tahun 2017.
Spesifikasi tersebut tidak mengatur rasio roda dan rel (perbandingan antara kekerasan roda dibandingkan dengan kekerasan rel) yang harus dicapai. Spesifikasi tersebut hanya mengatur bahwa coda harus memiliki kekerasan yang lebih rendah dari kekerasan jalan rel.
Dari hasil konfirmasi kepada PT INKA sebagai pelaksana pekerjaan sarana LRT diketahui PT INKA melakukan pembelian roda pada dua vendor yaitu CAF, Spanyol, untuk driven wheelroda yang menjadi 1 set dengan sistem penggerak (di motor car); dan Maansteel/Anhui, China, untuk roda yang tidak menjadi I set dengan sistem penggerak (di trailer car).
Pengujian atas roda tersebut menggunakan Standar European Norme EN 13262 tentang Raflway Application. Wheelsets and Bogtes, and Wheels Product Requirement yang menyebutkan antara lain bahwa Minimum Brinell Hardness Value umuk Steel Grade ER7 adalah 235 HB.
Hasil pengujian pada pabrikan CAF sebagaimana dilampirkan pada Certificate Mira CAF adalah dalam rentang 295.3 - 304.2 HB atau memiliki median sebesar 300,2 HB. Hasil pengujian pabrikan Maansteel/Anhul adalah dalam rentang 257 - 262 HB atau memiliki median 259.5 HB.
General Manager Perkeretaapian PT Adhi Karya menjelaskan bahwa salah satu faktor Kekerasan rel yang diatur dalam Spesifikasi Teknis Nomor KP 567 Tahun 2016 yaitu profil rel yang digunakan adalah jenis rel 54E1 dan klasifikasi rel (rel grade) dengan minimal kekerasan 320 HB.
PT Adhi Karya selaku pelaksana Pekerjaan Pembangunan Prasarana LRT Jabodebek telah memasang rel dengan perkerasan sebesar 350 - 390 HB.
Mengacu pada uralan di atas, kekerasan roda yang dibuat oleh PT INKA dan kekerasan rel yang dibangun oleh PT Adhi Karya telah memenuhi Spesifikasi Teknis Nomor KP 567 Tahun 2016.
Namun demikian, walaupun spesifikasi roda tersebut sudah sesuai, terdapat gap atau kekerasan yang jauh antara roda dan rel dimana kekerasan rel adalah 350 - 390 HB sedangkan kekerasan roda sebesar 257 - 304 HB.
Hal ini menyebabkan rasio kekerasan roda dan rel pada LRT Jabodebek adalah pada rentang 0.66 0.78 (perhitungan dari 257 : 390 s.d. 304 : 390).
Atas dampak gap rasio kekerasan roda dan rel tersebut belum ada kajian yang disusun oleh pihak-pihak yang terlibat dalam proyek LRT Jabodebek. namun hasil studi Best Practice Network Rail menunjukkan bahwa diberbagai negara rasio kekerasan roda kereta dibanding rel berada dalam rentang angka 0.90 1.00.
Rasio kekerasan roda dibandingkan rel yang mendekati 1, berdampak meminimalisir terjadinya keausan roda dengan cepat. Apabila rasio roda dan rel kurang dari 1 yang artinya kekerasan roda lebih lunak dibandingkan dengan kekerasan rel, sehingga keausan roda lebih cepat terjadi dari rata-rata waktu kejadian keausan roda.
Hasil perbandingan/benchmark BPK ke LRT Sumatera Selatan pada tanggal 7 Desember 2023, dan MRT Jakarta serta LRT Jakarta pada tanggal 28 Desember 2023 terkait rasio kekerasan rel dengan roda serta umur ckonomis roda diketahui bahwa rasio kekerasan antara roda dan rel yang terpasang di MRT dan LRT Jakarta mendekati 1.
VP Rolling Stock Divisi LRT Jabodebek membenarkan bahwa salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya keausan roda pada LRT Jabodebek yaitu adanya lengkung dengan radius dibawah 150 - 200 meter dan gap rasio roda dengan rel pada LRT Jabodebek yang tidak mendekati satu.
Selain karena adanya gap rasio antara kekerasan roda dan rel, salah satu faktor yang juga mempengaruhi cepatnya laju keausan roda adalah banyaknya lengkung dengan radius di bawah 150 meter.
Lebih lanjut, General Manager Perkeretaapian PT Adhi Karya juga menjelaskan bahwa salah satu faktor penyebab keausan roda disebabkan adanya lengkung dengan radius di bawah 150 meter sebanyak 15 titik (termasuk lengkung dengan radius di bawah 100 meter sebanyak 3 titik). Radius ini menyesuaikan trase lintasan LRT Jabodebek yang telah ditetapkan oleh Kemenhub.
Dokumentasi dari PT KAI berupa foto/video menunjukkan bahwa pada lengkungan tersebut ditemukan gram besi yang merupakan efek dari adanya gesekan besi roda dan rel.
Terkait dengan penyusunan spesifikasi teknis LRT Jabodebek, berdasarkan konfirmasi dengan Direktur Prasarana Perkeretaapian Kemenhub menjelaskan bahwa Kemenhub dalam menyusun Spesifikasi Teknis Nomor KP 567 Tahun 2016 maupun Spesifikasi Teknis Nomor KP 765 Tahun 2017 telah memitigasi risiko.
Mitigasi risiko yang dilakukan yaitu roda harus memiliki kekerasan lebih rendah dari kekerasan jalan rel sesuai dengan PM 175 Tahun 2015. Kekerasan roda yang lebih rendah adalah untuk menghindari risiko kerusakan pada rel yang dapat menimbulkan biaya yang besar untuk penggantian dan dapat mengganggu operasional kereta api.
Namun demikian, Kemenhub belum mengatur secara detail mitigasi risiko sampai dengan rasio kekerasan roda dan rel, serta dampak adanya gap rasio kekerasan roda dan rel serta kaitannya dengan banyaknya lengkung dengan radius dibawah 150 meter.
Dengan adanya keausan roda ini, Divisi LRT Jabodebek pada tahap jangka pendek telah melakukan lubrikasi/pelumasan pada roda dan rel untuk memperlambat laju keausan dan melakukan pembubutan roda secara berkala.
Selain itu, Divisi LRT Jabodebek juga telah melakukan studi terkait kecepatan laju keausan nilai diameter flange roda LRT Jabodebek.
Hasil studi tersebut menunjukkan bahwa terdapat beberapa trainset setelah rodanya mengalami pembubutan, diproyeksikan diameter flange roda-nya akan kurang dari tebal flange yang bisa ditolerir untuk dipasang di kereta (nilai toleransi diameter Aange roda yang diatur di PT KAI adalah 700 mm).
Atas kajian tersebut untuk berjaga jaga agar operasional LRT Jabodebek tidak terganggu, maka Divisi LRT telah memesan kepada PT IMST sebanyak 1.000 keping roda dengan nilai Rp17.836.000 000,00 (harga per 1 keping roda = Rp17.836.000,00).
Dengan asumsi laju keausan eksisting yang terjadi dari tanggal COD 28 Agustus 2023 sampai dengan 31 Desember 2023 sesuai data laju keausan roda LRT Jabodebek, maka dapat diketahui penggantian roda dilakukan dalan kurun waktu lima bulan setelah tanggal COD.
Adapun satu rangkaian kereta terdiri dari 48 keping roda, sehingga atas 31 rangkaian maka terdapat 1.488 (31 x 48) keping roda. Best practice penggantian keping roda adalah 4 - 5 tahun (diambil 4 tahun), maka dalam kurun waktu empat tahun atau 48 bulan terdapat 9,6 (48 / 5) kali pergantian roda.
Dengan demikian dalam kurun waktu empat tahun tersebut memerlukan tambahan biaya atas penggantian roda sebesar Rp254.783.692.800.00 (9,6 x 1.488 x Rp 17.836.000,00)
BPK menyatakan bahwa kondisi tersebut tidak sesuai dengan Jurnal Ratio of Wheel/Rail Steel Hardness that Ensures Minimum Wear Volume 45, No. 3 (2023) 408-415, DOI: 10.24874/ti.1459.03.23.06, dengan simpulan Varian kekerasan pasangan gesekan roda/rel berbeda-beda diselidiki untuk menentukan kisaran kekerasan optimal dari roda/rel untuk memastikan keausan minimum pada kondisi pengujian yang dipilih.
Rasio optimal kekerasan roda dan rel yang memastikan keausan minimum karena kehilangan berat benda uji yang diuji, berada dalam interval HVw/HVr =1,41-1,59. Rasio kekerasan roda dan rel secara praktis dikonfirmasi ketika linier keausan ditentukan dengan mengukur ukuran lekukan HVw/HVr = 1,39-1,56.
Dan tidak sesuai dengan Jurnal Expermintal Study on Wear Properties of Wheel and Rail Materials with Different Hardness Values. Wear,477. 203831. ISSN 0043-1648 dengan simpulan rasio pengerasan roda dan rel ditentukan oleh sifat material dan menurun seiring dengan kekerasan massanya.
Secara keseluruhan, tingkat keausan roda. rel, dan sistem meningkat secara linier seiring dengan peningkatan rasio pengerasan roda, padahal keduanya tidak bergantung pada rasio pengerasan rel.
Permasalahan tersebut mengakibatkan PT KAI (Persero) berisiko mengalami gangguan kinerja LRT dan keselamatan pengguna LRT Jabodebek bila terjadi derailmend pergelinciran.
PT KAI (Persero) berisiko menanggung peningkatan biaya pemeliharaan LRT Jabodebek secara khusus untuk mempertahankan kondisi roda dan rel kereta.
Tak hanya itu, permasalah tersebut menurut BPK, PT KAI terbebani dalam melakukan pemeliharaan roda dan pergantian roda. "PT KAI (Persero) terbebani dalam melakukan pemeliharaan roda dan penggantian roda yang lebih cepat dari umur ekonomis karena laju keausan roda yang berlebih maksimal sebesar Rp254.783.692.800,00 untuk pembelian roda baru selama kurun waktu empat tahun," petik laporan BPK sebagaimana diperoleh Monitorindonesia.com, Jumat (18/7/2025).
Menurut BPK, permasalahan tersebut disebabkan oleh Menteri Perhubungan dalam menetapkan spesifikasi teknis sarana dan prasarana LRT Jabodebek tidak mempertimbangkan rasio kekerasan antara roda dan rel LRT Jabodebek yang ideal berdasarkan Best Practice Network Rail dan tidak mempertimbangkan risiko dari banyaknya geometri lintasan LRT Jabodebek yang memiliki lengkungan dengan radius dibawah 150 meter terhadap sarana LRT.
Lalu, disebabkan oleh Direktur Utama PT KAI dan Dirjen Perkeretaapian Kemenhub belum mengkaji dampak permasalahan keausan roda yang disebabkan adanya perbedaan/gap rasio kekerasan roda dan rel serta kekerasan dan banyaknya geometri lintasan LRT Jabodebek yang memiliki lengkungan dengan radius dibawah 150 meter; dan Dewan Komisaris PT KAI belum optimal dalam melakukan pengawasan kepada Direksi PT KAI atas investasi LRT Jabodebek khususnya terkait pengadaan sarana LRT Jabodebek.
Penjelasan PT KAI
Atas permasalahan tersebut, Direksi PT KAI (Persero) menjelaskan bahwa selama proses pengadaan berlangsung tidak ada masukan atas rasio kekerasan roda dan rel dari pihak manufaktur sarana (PT INKA), pihak manufaktur prasarana (PT Adhi Karya), Regulator (Dirjen Perkeretaapian Kementerian Perhubungan) serta tenaga ahli sarana, tenaga ahli prasarana, maupun konsultan integrator sarana prasarana.
Rasio kekerasan rel dan roda baru diperhatikan atau menjadi pembahasan setelah terdapat kejadian keausan roda yang terjadi pada bulan September 2023.
Untuk pengadaan selanjutnya, terutama pada kondisi prasarana/track baru, yang memiliki sharp curve (lengkung tajam) akan di masukkan rasio kekerasan antara wheel-rail (best practice) pada spesifikasi teknik sarana PT KALI. Selain itu, melalui rapat Dewan Komisaris dan Dewan Direksi yang berkala.
Dewan Komisaris akan memonitor progres dari upaya yang telah dan akan diambil Direksi dalam mengatasi permasalahan laju keausan roda LRT yang terlalu cepat.
Rekomendasi BPK
BPK merekomendasikan agar Direktur Utama PT KAI (persero) berkoordinasi dengan Kementerian Perhubungan, PT INKA, dan PT Adhi Karya menyusun kajian atas penyebab permasalahan kecepatan laju keausan roda baik dari aspek teknis prasarana maupun sarana sebagai dasar mengambil keputusan untuk memperlambat/menormalkan laju keausan roda kereta kedepannya dan solusi terbaik untuk operasional LRT dengan keterbatasan geometri lintasan dan interaksi roda dan rel.
Dan Mengkomunikasikan hasil kajian tersebut sebagai bahan pengambilan keputusan operasional LRT di masa datang dan perubahan standarisasi yang relevan. Tak hanya kepada Dirut PT KAI, BPK juga merekomendasikan kepada Dewan Komisaris PT KAI (Persero) agar meningkatkan pengawasan, memantau langkah-langkah yang diambil direksi PT KAI (Persero) untuk pelaksanaan operasional LRT Jabodebek khususnya dalam menekan laju keausan roda.
Menyoal temuan BPK itu, Vice President Public Relations KAI, Anne Purba menyatakan bahwa pihaknya menindaklanjutinya. "Pararel saya cek di KAI juga, tapi semua temuan BPK pasti kami tindaklanjuti ASAP," kata Anne kepada Monitorindonesia.com, Rabu (16/7/2025).
Pun dia menyarankan konfirmasi lebih lanjut kepada Manajer Humas LRT Jabodebek, Mahendro Trang Bawono. Sementara Mahendro menyatakan bahwa semua temuan dan rekomendasi ditindak lanjuti.
"Terkait Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK dengan Tujuan Tertentu atas Pengadaan Sarana LRT Jabodebek, dapat kami sampaikan bahwa PT Kereta Api Indonesia (Persero) telah menindaklanjuti seluruh temuan dan rekomendasi yang disampaikan oleh BPK sesuai dengan ketentuan yang berlaku," kata Mahendro.
Mahendro kembali menegaskan, laporan hasil tindak lanjut telah disampaikan ke BPK per Maret 2025 lalu. "Untuk laporan hasil tindak lanjut, sudah kami sampaikan ke BPK per Maret 2025. Saat ini masih dalam proses validasi dari BPK. Secara garis besar semua temuan pada laporan BPK tersebut sudah kami tindaklanjuti. Mungkin supaya berimbang dan cover booth side juga bisa dikonfirmasi ke BPK nya," jelas Mahendro.
Anne Purba menambahkan, bahwa pihaknya akan mengecek hal itu ke BPK. "Karena ini masih proses saya akan cek ke BPK juga ya," kata Anne Purba.
Sementara Ketua BPK RI Isma Yatun dan Kepala Biro Humas dan Kerjasama Internasional Yudi Ramdan Budiman, belum menjawab konfirmasi Monitorindonesia.com, Rabu (16/7/2025) malam. (an)
Topik:
BPK LRT PT KAIBerita Sebelumnya
Menilik Potensi Gojek Tersangka Korporasi di Kasus Chromebook
Berita Selanjutnya
Tom Lembong Akan Jalani Sidang Pembacaan Putusan Hari Ini
Berita Terkait

BPK Didesak Audit Perdin Dirut Pupuk Indonesia Rahmad Pribadi: Jangan Anggap Perusahaan "Nenek Moyangnya"!
23 jam yang lalu

Ekonom Dorong Audit Investigasi Dugaan Patgulipat Pengambilalihan BCA oleh Djarum Group
27 Agustus 2025 09:17 WIB