Dugaan Korupsi Selimuti PTPN II, Akankah Semua BUMN Perkebunan 'Terbakar'?

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 19 Juli 2025 13:24 WIB
Kantor PTPN II (Foto: Dok MI/Istimewa)
Kantor PTPN II (Foto: Dok MI/Istimewa)

Jakarta, MI - Upaya serius dari pemerintah dan aparat penegak hukum (APH) untuk memberantas dugaan korupsi di Badan Usaha Milik Negara (BUMN) termasuk melalui penguatan tata kelola perusahaan, peningkatan transparansi, dan penegakan hukum yang tegas jangan hanya sekadar isapan jempol semata.

Salah satu perusahaan BUMN yang diduga diselimuti dugaan rasuah terdengar di Senayan dalah PT Perkebunanan Nusantara (PTPN) II. Bahkan mantan pentinggi PTPN II menyatakan "Jangan diberitakan dulu, ini sensitif banget."

Dugaan korupsi itu disebut-sebut bernilai ratusan triliun rupiah yang menyeret nama PTPN di Sumatera Utara, dengan raksasa properti Citraland alias CTL itu disebut sebagai salah satu kunci pengungkapnya.

Sumber internal dari mantan anggota dewan direksi PTPN II menyebut bahwa puluhan orang telah dimintai keterangan oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) baik dari kubu PTPN 2 maupun pihak pengembang. 

Namun Harli Siregar selaku mantan Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung yang baru saja dimutasi sebagai Kajati Sumatra Utara (Sumut) saat dikonfirmasi Monitorindonesia.com, Sabtu (19/7/2025) menegaskan belum ada pemeriksaan atas kasus tersebut. "Belum ada," singkat Harli.

Hany saja, seorang narasumber dengan koneksi ke anggota Komisi III DPR RI mengaku sudah menanyakan langsung kepada yang bersangkutan dengan jawaban bahwa jika kasus tersebut terungkap makan bisa jadi semua BUMN perkebunan akan terbakar.

“Saya sudah tanya langsung. Mereka bilang, ‘jangan diangkat dulu ke publik. Kalau ini dibuka, bisa terbakar semua BUMN perkebunan di Indonesia.’ Ini bukan cuma soal Citraland," kata sumber terpecaya itu.

Sementara informasi lain menyebutkan bahwa Kejaksaan Agung telah mengendus pola manipulasi dalam pemanfaatan lahan negara yang berada di bawah penguasaan PTPN lahan yang seharusnya untuk kepentingan negara, namun diduga beralih menjadi kawasan elite milik swasta tanpa proses transparan.

Citraland muncul di LHP BPK
Dalam Laporan Hasil Pemeriksaan BPK (LHP No. 26/LHP/XX/8/2024 mengungkap bahwa tanah bekas Hak Guna Usaha (HGU) tidak dihapus dari neraca Kemenkeu dengan kerugian negara antara Rp29,37 – Rp40,39 triliun.

Success fee tanpa kontrak (indikasi gratifikasi) ssebesar Rp8,27 miliar diduga melibatkan PTPN II, PT DMKR, PT PEN2, dan Citraland. Skema kerja sama merugikan negara berpotensi kerugian hingga Rp3,4 triliun per tahun.

Monitorindonesia.com, Sabtu (19/7/2025) telah berupaya mengonfirmasi temuan BPK tersebut kepada PTPN melalui [email protected] namun belum direspons.

Diketahui bahwa tanah seluas sekitar 5.000 hektare bekas HGU milik PTPN II yang telah dinyatakan sebagai tanah negara bebas oleh Menteri ATR/BPN, kini diduga telah dikuasai dan dikembangkan oleh pihak swasta, terutama oleh Citraland Group.

Proyek ini dilakukan melalui kerja sama dengan PT PEN2, anak usaha PTPN II. Padahal menurut hukum agraria, tanah eks HGU seharusnya menjadi objek redistribusi tanah oleh Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA), bukan dialihkan ke pengembang swasta.

Dalam Keputusan BPN No. 42/HGU/BPN/2002 dijelaskan bahwa masa HGU berakhir dan tanah kembali menjadi milik negara, sesuai Pasal 129 ayat 2 PP No. 18 Tahun 2021.

Sementara dalam Surat Gubernur Sumatera Utara No. 181.1/13294/2017 merekomendasikan tanah tersebut untuk dihapus dari neraca, karena tidak lagi menjadi aset operasional.

Kemudian melalui surat S-555/MBU/08/2018, Kementerian BUMN menyetujui pemindahtanganan dengan penilaian harga dari KJPP. Namun, persetujuan ini cacat hukum karena tidak berdasarkan validasi status hak atas tanah, menganggap tanah masih milik sah PTPN II dan melanggar prinsip Good Corporate Governance sesuai PP No. 72/2016 dan UU No. 19/2003 tentang BUMN.

Jika merujuk pada Pasal 2 dan 3, terdapat penyalahgunaan wewenang yang menguntungkan pihak tertentu dan merugikan keuangan negara. Sementara pada Pasal 18 menyatakan Negara berhak menyita aset dan menuntut ganti rugi.

Dalam perspektif hukum agraria juga menyatakan tanah dengan HGU yang telah habis otomatis kembali menjadi tanah negara. Dan segala transaksi atas tanah tersebut batal demi hukum.

Sementara dari perspektif hukum BUMN dijelaskan bahwa Direksi dan pemegang saham PTPN II melampaui kewenangan dengan memindahtangankan tanah negara, melanggar prinsip transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan BUMN.

Desakan kepada Kejagung

Menyoal temuan BPK itu, Iskandar Sitorus dari Indonesian Audit Watch (IAW) menilai ada dugaan praktik state capture corruption, di mana struktur negara dan korporasi besar diduga berkolusi. 

Dia menduga ada keterlibatan Direksi PTPN II dan PT PEN2, Kementerian BUMN, Pemerintah Provinsi Sumatera Utara, Citraland Group dan penilai independen (KJPP) yang diduga menyusun harga tanah secara manipulatif.

Untuk itu, dia mendesak Kejaksaan Agung (Kejagung) agar mengusutnya. "Kejaksaan Agung diminta membuka penyidikan dugaan korupsi, kolusi, dan gratifikasi atas proyek eks-HGU ini, dengan potensi kerugian mencapai Rp4.700 triliun," kata Iskandar dikutip Sabtu (19/7/2025).

Tak hanya itu, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dan Komisi Pemberantasan Korupsu (KPK) dapat menelusuri aliran dana dari proyek Citraland di lahan eks HGU, termasuk kemungkinan keterlibatan pejabat.

Sementara, Kepala PPATK Ivan Yustiavandana saat dihubungi Monitorindonesia.com, menyatakan bahwa pihaknya dapat membantu penyidik penegak hukum lainnya atas permintaan sebagaiamana kasus dugaan tindak pidana yang sedang diusutnya.

"Sesuai dengan fungsi PPATK, kami dapat membantu penyidik untuk menelusuri kasus atas permintaan dari penyidik, namun untuk detail aliran dana tidak dapat disampaikan karena menyangkut dengan materi kasus yang sedang ditangani oleh penyidik," kata Ivan mengaskan.

Iskandar melanjutkan dengan menegaskan bahwa seluruh proyek pembangunan di atas lahan eks HGU harus dibekukan dan status tanah dikembalikan kepada negara untuk didistribusikan lewat GTRA. "Audit ulang oleh KJPP harus dilakukan dan seluruh bentuk kerja sama ilegal antara PTPN II dan pengembang dicabut. Jika negara kalah dari pengembang, maka rakyat hanya akan menjadi penyewa di tanah leluhur mereka sendiri," tegasnya.

Sementara Center For Budget Analisis (CBA) belum lamanya ini turut meminta penyidik gedung bundar Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung  agar segera mengeluarkan sprindik untuk menyelidiki adanya dugaan korupsi, penggelapan aset negara, dan penyalahgunaan wewenang yang melibatkan PTPN II, anak perusahaannya PT PEN2, dan korporasi properti raksasa Citraland atau PT Ciputra KPSN itu.

“Sprindik Kejagung ini penting untuk menyelamatkan aset Negara sebanyak 5.873 hingga 8.077 hektare di Sumatera Utara yang saat ini sedang dibangun proyek properti mewah, bersama Citraland, tapi tanpa dasar hukum yang sah,” tegas Direktur Eksekutif CBA, Uchok Sky Khadafi. Kamis (29/5/2025).

Dia menjelaskan bahwa pada tahun 1999–2000, PTPN II mengajukan perpanjangan HGU atas 62.161 ha,dan hanya 56.341 ha yang diperpanjang. 

Sisanya, seluas 5.873 ha, tak diperpanjang karena berbagai alasan, termasuk tumpang tindih klaim masyarakat dan perubahan tata ruang. Dan Tanah ini secara hukum kembali ke negara.

Seolah-olah PTPN II mengembalikan tanah eks-HGU ke negara, justru dikomersialisasikan lewat skema Kerja Sama Operasi (KSO) antara anak usaha PTPN II (PT PEN2) dan Citraland. “Bukan hanya membangun, mereka juga memasarkan properti di atas tanah negara,” jelas Uchok Sky.

Maka untuk itu, lanjut Ucok, CBA meminta kepada Kejagung untuk segera memanggil jajaran komisaris dan Direksi PTPN II, anak perusahaannya PT PEN2, dan korporasi properti raksasa Citraland atau PT Ciputra KPSN ke kantor kejaksaan agung di Jakarta.

“Sebaiknya Kejagung jangan diam saja, dan lakukan segera seperti memblokir lahan, dan menghentikan proyek Citraland yang diduga dibangun di atas tanah negara tanpa izin hukum tersebut,” demikian Uchok. (an)

Topik:

KPK Kejagung PTPN PTPN II Citraland Temuan BPK IAW CBA Korupsi PTPN