SHL BPHTB Mitra Kelinci Bermasalah! BPK Salahkan Direksi RNI soal Lahan Eks HGU seluas 2.025,30 Ha

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 21 Juli 2025 14:38 WIB
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI (Foto: Dok MI)
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI (Foto: Dok MI)

Jakarta, MI - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI mengungkap masalah penggunaan Share Holder Loan (SHL) atau pinjaman pemegang saham untuk pembayaran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) pada PT Mitra Kerinci (MK) tidak menggunakan tarif inbreng dan tertundanya penerimaan penggantian lahan dari Pemkab Solok Selatan dan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) (Persero).

Temuan itu berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan Kepatuhan Atas Pengelolaan Dana Pinjaman Pemegang Saham, Aset Tetap dan Properti Investasi Tahun Buku 2021 sampai dengan 2023 pada PT RNI dan Anak Usaha Perusahaan Serta Instansi Terkait Lainnya di DKI Jakarta, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Bali dengan nomor 24/LHP/IX-XX.3/8/2024/ Tanggal 30 Agustus 2024.

Adapun PT MK mengelola aset tanah seluas 2.025,30 Ha dengan sertifikat HGU Nomor 06/Solok Selatan yang sampai saat ini masih terdaftar atas nama PT Perkebunan Nusantara (PTPN) IV. 

Sertifikat HGU tersebut atas aset tanah yang berasal dari penyertaan modal PT Perkebunan (PTP) VIII pada saat pembentukan usaha joint venture dengan PT MK. 

Joint venture tersebut didasarkan pada Surat Keputusan Menteri Pertanian Republik Indonesia) Nomor KB920/132/Mentan/II/1990 Tanggal 22 Februari 1990 dan Surat Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 802/MK.013/1990 Tanggal 9 Juli 1990 tentang Persetujuan Usaha Patungan antara PT Perkebunan (PTPN) VIII dengan PT RNI (Persero). Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1996 tentang Peleburan Perusahaan Perseroan (Persero) PT Perkebunan VI. 

Perusahaan Perseroan (Persero) PT Perkebunan VII, dan Perusahaan Perseroan (Persero) PT Perkebunan VIII Menjadi Perusahaan Perseroan (Persero) PT Perkebunan Nusantara IV, dan berdasarkan persetujuan Menteri Keuangan RI dalam surat Nomor S70/MK.016/1998 Tanggal 4 Februari Tahun 1998, PTPN IV mengundurkan diri sebagai pemegang saham di PT MK dan menjual seluruh kepemilikan sahamnya di PT MK kepada PT RNI (Persero), sehingga seluruh saham PT MK menjadi milik PT RNI (Persero). 

Pengunduran diri PTPN IV sebagai pemegang saham PT MK tidak disertai dengan pengalihan nama sertifikat HGU Nomor 06/Solok Selatan ke PT MK. Sertifikat HGU tersebut akan berakhir masa berlakunya pada Mei 2024, dan atas hal tersebut, PT MK akan melakukan perpanjangan HGU tersebut dengan melakukan proses balik nama terlebih dahulu. 

Dalam rangka balik nama dan perpanjangan tersebut, pada Tahun 2021 PT MK mengajukan proposal pinjaman ke PT RNI (Persero) sebesar Rp18.800.000.000,00 dengan rencana penggunaan dana yang tertuang dalam proposal pinjaman sebagai berikut:

Temuan BPK RNI

Hasil kajian oleh PT RNI (Persero) atas proposal yang diajukan oleh PT MK,  memutuskan untuk memberi persetujuan sebagian dari nilai pengajuan tersebut yaitu pencairan sebesar Rp10.700.000.000,00. Dari nilai pencairan tersebut, realisasi jumlah dana SHL yang digunakan oleh PT MK untuk pengalihan nama HGU Nomor 06/Solok Selatan adalah sebesar Rp9.021.195.566,00, dengan rincian sebagai berikut: 

Temuan BPK RNI

Atas nilai SHL yang dicairkan tersebut masih terdapat sisa dana sebesar Rp11.678.804.434,00, dimana sisa dana tersebut ditarik oleh PT RNI (Persero) dari rekening PT MK. 

BPK menyatakan bahwa proses pengalihan nama HGU Nomor 06/Solok Selatan seluas 2.025,30 Ha dari nama PTPN IV ke PT MK telah dilakukan pihak PT MK sejak Tahun 2021. Namun demikian, hingga pemeriksaan berakhir Tanggal 10 November 2023, BPN belum menerbitkan sertifikat HGU baru atas nama PT Mitra Kerinci. 

Dari konfirmasi BPK kepada Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Solok Selatan pada Tanggal 13 September 2023, diperoleh penjelasan bahwa dokumen yang perlu dilengkapi oleh PT MK untuk melakukan balik nama dan perpanjangan HGU 06/Solok Selatan yang masih atas nama PTPN IV adalah Surat ijin peralihan hak guna usaha dari Kementrian Agraria; pembayaran BPHTB kepada Pemkab Solok Selatan; dan Surat Keterangan Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat 2 atas pengalihan hak atas tanah dan bangunan dari KPP Kabupaten Solok. 

Apabila dokumen tersebut di atas telah dipenuhi oleh pihak PT MK, maka akan dilakukan pengkajian terlebih dahulu oleh BPN Kabupaten Solok Selatan 
terkait mekanisme proses pengalihan nama atas HGU Lahan Nomor 06/Solok Selatan. 

Hasil pemeriksaan atas proses pengalihan nama HGU tersebut, BPK menemukan masalah bahwa pengalihan nama pemegang HGU lahan Nomor 06/Solok Selatan melalui mekanisme jual beli tidak sesuai dengan kondisi kepemilikan aset tetap; PT MK terbebani BPHTB tidak sesuai ketentuan; dan PT MK belum dapat menerima piutang penggantian lahan pembangunan Masjid Raya Solok Selatan oleh Pemkab Solok Selatan dan pembangunan 14 Tapak Tower oleh PT PLN (Persero).

"Permasalahan tersebut mengakibatkan proses penyelesaian permasalahan lahan eks HGU seluas 2.025.30 Ha yang berlarut-larut, membuat PT MK belum dapat melakukan optimalisasi atas aset tersebut dan menimbulkan permasalahan dengan pihak lain," petik laporan BPK sebagaimana diperoleh Monitorindonesia.com, Senin (21/7/2025). 

BPK juga menyatakan bahwa permasalahan tersebut mengakibatkan pemborosan atas pembayaran PPh pasal 4 ayat 2 sebesar Rp25.000.000.00 dan pembayaran atas BPHTB sebesar Rp3.186.500.000.00 (1% x (Rp318.710.000.000 Rp60.000.000,00).

Bahkan, mengakibatkan juga potensi tidak diterimanya pembayaran atas penggantian lahan dari Pemerintah Kabupaten Solok Selatan dan PT PLN UPP SBT 2 (Persero) sebesar Rp3.283.888.000,00 (Rp2.674.757.000.00 + Rp609.131.000.00). 

Menurut BPK, permasalahan tersebut disebabkan Direksi PT RNI (Persero) belum melakukan langkah-langkah penyelesaian yang efektif, termasuk komunikasi dan koordinasi dengan pihak-pihak terkait dalam penyelesaian permasalahan lahan eks HGU seluas 2.025,30 Ha milik PT MK.

Dan disebabkan juga Direksi PT Mitra Kerinci membuat Akta Jual Beli Akta Jual Beli (AJB) Nomor 9-XVII-PPAT-TH.2008 Tanggal 16 Agustus 2021 tidak sesuai substansi transaksi pengalihan aset sebenarnya.

Penjelasan PT RNI 

Atas permasalahan tersebut, Direksi PT RNI (Persero) menyatakan sependapat dengan permasalahan sebagaimana dimaksud, dengan penjelasan sebagai berikut: 

a. Untuk membuktikan telah terjadi transaksi inbreng, PT RNI (Persero) telah mengirimkan surat kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Wajib Pajak Besar Tiga atau Large Tax Office (LTO 3) perihal penjelasan status perpajakan atas peralihan HGU PT MK. 

Saat ini sedang dilakukan pemenuhan kelengkapan dokumen kepada KPP LTO 3 untuk pemenuhan pencatatan transaksi inbreng yang direncanakan selesai pada Kwartal ke-1 Tahun 2024. 

b. PT RNI (Persero) melalui Surat No.I/SPMB/HK.01.03/RNI.01/23/X/2023 Tanggal 24 Oktober 2023 telah menginstruksikan PT MK untuk melakukan koordinasi di Kantor Bapenda untuk pengurusan restitusi atau pengalihan BPHTB berdasarkan Inbreng. 

PT MK menindaklanjuti surat tersebut dengan melakukan pertemuan bersama Kepala Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD) Kabupaten Solok Selatan dengan Arahan PT MK disarankan untuk melakukan langkah penyelesaian status BPHTB sesuai dengan Peraturan Daerah Kabupaten Solok Selatan No.3 Tahun 2011 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan dan Peraturan Bupati Kabupaten Solok Selatan Nomor 13 Tahun 2011 tentang Sistem dan Prosedur Pemungutan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan. 

Proses pengajuan ke BPKD direncanakan selesai pada Kwartal ke-2 tahun 2024. 

c. Setelah proses balik nama HGU selesai dilaksanakan, ditargetkan pada Kwartal ke-4 Tahun 2024 proses pembayaran dari Pemkab Solok Selatan dan PT PLN dapat dilaksanakan. 

Permasalahan status nama pemilik HGU sudah menjadi isu pembayaran di Pemkab Solok Selatan dan PT PLN. 

Rekomendasi BPK

BPK merekomendasikan Direksi PT RNI (Persero) agar menginstruksikan Direksi PT MK untuk berkoordinasi dengan PTPN IV untuk melengkapi dokumen transaksi inbreng yang dibutuhkan oleh KPP Wajib Pajak Besar Tiga untuk mendukung transaksi pengalihan nama HGU lahan Nomor 06/Solok Selatan melalui mekanisme inbreng dan melakukan restitusi BPHTB; 

Menyelesaikan proses balik nama HGU Nomor 06/Solok Selatan seluas 2.025,30 Ha dengan melengkapi dokumen pendukung transaksi inbreng yang dibutuhkan KPP Wajib Pajak Besar Tiga dan KPP Solok Selatan; 

Dan melakukan penagihan piutang penggantian lahan kepada Pemkab Solok Selatan dan PT PLN sebesar Rp3.283.888.000,00 setelah proses balik nama selesai dilaksanakan.

Monitorindonesia.com telah berupaya mengonfirmasi kepada Edwin Adithia Hermawan selaku Humas PT RNI terkait temuan BPK tersebut apakah sudah ditindak lanjuti. Namun hingga tenggat waktu berita ini diterbitkan, Edwin belum memberikan respons.

Topik:

BPK PT RNI PTPN PT Mitra Kelinci