BPK Temukan 10 Juta Lebih Pelanggan Penerima Subsidi Listrik PLN Belum Terima Bansos Lainnya


Jakarta, MI - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI menemukan pelanggan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) (Persero) yang merupakan penerima subsidi listrik pada golongan tarif rumah tangga 450 VA Non DTKS sejumlah 10.343.722 berindikasi belum menerima bantuan sosial (Bansos) lainnya dari Pemerintah.
Temuan itu tertuang dalam Laporan Hasil Pemeriksaan Kepatuhan atas Pengelolaan Pendapatan, Biaya dan Investasi dalam Penyediaan Tenaga Listrik Tahun 2022 pada PT PLN, Anak Perusahaan dan Instrasi Terkait Lainnya Nomor 08/AUDITAMA VII/PDTT/04/2024 Tangal 30 April 2024.
BPK RI sebelumnya telah melaksanakan pemeriksaan atas pengelolaan stimulus tarif tenaga listrik dalam program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) untuk menangani pandemi Covid-19 Tahun 2021.
Dalam LHP BPK RI Nomor 12/AUDITAMA VII/PDTT/01/2022 tanggal 31 Januari 2022 antara lain diungkapkan bahwa program stimulus diskon TTL tahun 2021 tidak sepenuhnya tepat sasaran dimana 14.144.702 pelanggan 450 VA Rumah Tangga subsidi tidak termasuk dalam daftar DTKS namun menikmati program stimulus diskon TTL tahun 2021 minimal senilai Rp1.874.323.060.216,18.
Atas permasalahan tersebut BPK RI merekomendasikan kepada Direksi PLN agar meningkatkan koordinasi dengan Kementerian ESDM dan Kementerian Sosial berkaitan dengan validitas DI'KS untuk diimplementasikan dalam program subsidi/stimulus TTL.
Atas rekomendasi tersebut sampai dengan semester 2 Tahun 2022 statusnya masih dalam proses ditindaklanjuti. Berdasarkan data PLN per 31 Maret 2023, terdapat 78.617.124 juta pelanggan Rumah Tangga (RT).
Dari jumlah tersebut, sebanyak 33.041.454 pelanggan (42%) merupakan penerima subsidi listrik yang dapat dikelompokkan dalam DTKS atau non DTKS.
Aplikasi data pelanggan (AP2T) PLN, menunjukkan bahwa dari 14.766.574 pelanggan 450 VA Non DTKS, terdapat 13.153.582 pelanggan yang sampai bulan Maret 2023 masih teridentifikasi sebagai pelanggan R1/450VA Non DTKS, sedangkan sisanya sebanyak 1.612.992 sudah tidak teridentifikasi diantaranya telah migrasi ke golongan/tarif lainnya.
Untuk menguji kelayakan pelanggan 450 VA Non DTKS untuk menerima subsidi, PLN telah melakukan pengujian interpretasi foto rumah atas 13.153.582 pelanggan menggunakan machine learning/artificial intelligence (Al).
Kriteria pengujian mengacu pada 5 dari 14 kriteria fakir miskin sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Sosial Nomor 146/HUK/2013.
Hasil pengujian dibagi dalam enam kelompok dimana terbagi lima kelompok peringkat kemiskinan sedangkan satu kelompok tidak dapat dikelompokkan kedalam peringkat kemiskinan karena foto rumahnya tidak utuh dan tidak memenuhi syarat untuk dilakukan interpretasi.
Hasil pengujian sebanyak 13.153.582 pelanggan menunjukkan 10.693.013 pelanggan yang foto rumahnya dapat dilakukan pemrosesan interpretasi foto menggunakan machine learning/artificial intellingence dan 2.460.569 pelanggan tidak dapat diproses karena foto rumahnya tidak utuh dan tidak memenuhi syarat untuk dilakukan interpretasi.
Selanjutnya, dari 10.693.013 pelanggan tersebut diketahui yang terindikasi layak menerima subsidi listrik sebanyak 7.247.074 pelanggan (67,77%) dan terindikasi tidak layak menerima subsidi sebanyak 3.445.939 pelanggan (32,23%).
Selanjutnya, PLN melakukan analisis data terhadap pelanggan rumah tangga 450 VA Non DTKS diluar kategori ranking 1 s.d. 5 yaitu pelanggan yang tidak teridentifikasi dan ranking 0 dengan pendekatan konsumsi listrik dibawah 150,70 kWh/bulan.
Hasil analisis data tersebut menunjukkan bahwa sebanyak 3.096.648 pelanggan dikategorikan layak atau terindikasi miskin atau tidak mampu.
"Dengan demikian total pelanggan Non DTKS yang berindikasi belum menerima bantuan sosial lainnya yaitu sebanyak 10.343.722 pelanggan (7.247.074 + 3.096.648," petik laporan BPK sebagaimana diperoleh Monitorindonesia.com, Rabu (23/7/2025).
Untuk mendukung hasil analisis tersebut, PLN bekerja sama dengan Universitas Gadjah Mada (UGM) d.h.i Lembaga Kajian Fakultas Teknik (LKFT) melalui survei terhadap pelanggan penerima subsidi listrik 450 VA Non DTKS dengan jumlah data sampling sebanyak 1.150 pelanggan dari 14.766.574 pelanggan.
Jumlah sampling tersebut sudah memenuhi standar s/ovin dengan tingkat margin error sebesar 3%. Kriteria pengujian menggunakan salah satu dari 14 kriteria fakir miskin sesuai Kepmensos 146/HUK/2013 yaitu sumber penghasilan kepala rumah tangga dengan pendapatan per kapita di bawah Rp535.000/bulan sebagai kriteria Garis Kemiskinan, dengan pertimbangan:
a. Penghasilan atau pendapatan adalah sumber pemenuhan seluruh kriteria atau indikator atau dimensi kemiskinan yang lain;
b. BPS sudah tidak menggunakan lagi 14 kriteria untuk menentukan DTKS.
c. Pendapatan per kapita dibawah Rp535.000/bulan merupakan nilai garis kemiskinan yang ditetapkan dan diberlakukan oleh BPS sejak September 2022, sehingga apabila nilai pendapatan dibawah garis kemiskinan, maka masyarakat tersebut dikategorikan miskin atau tidak mampu;
d. Selain itu, dengan pendapataan yang tidak mencukupi (dibawah garis kemiskinan) maka akan berdampak pada indikator garis kemiskinan lainnya, antara lain: ketidakmampuan untuk mendapatkan pendidikan yang layak; ketidakmampuan untuk akses kesehatan yang memadai; dan ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan sandang, papan dan pangan yang layak;
e. Secara faktual seluruh masyarakat pelanggan 450 dan 900 VA adalah pengguna listrik yang apabila tidak mendapatkan subsidi, maka biaya listrik dibandingkan dengan penghasilan lebih dari 40% (dengan asumsi jam nyala 150 jam/bulan).
"Hasil pengujian yang dilakukan oleh LKFT UGM menunjukkan bahwa, sebanyak 10.484.268 pelanggan (71%) terindikasi masuk kategori masyarakat miskin dan sebanyak 4.282.306 pelangan (29%) terindikasi masuk kategori masyarakat mampu," petik laporan BPK.
Berdasarkan penjelasan dari EVP Customer Experience & Excelence Services PLN, perbedaan hasil kajian menggunakan machine learning dan survei yang dilakukan oleh UGM antara lain: secara fisik rumah tampak mampu dan layak (secara machine learning), namun secara pendapatan dikategorikan tidak mampu dan pada saat pendataan secara fisik rumah tampak mampu dan layak (secara machine learning), namun pelanggan tersebut bukan pemilik rumah atau sudah tidak bekerja lagi sehingga tidak memiliki penghasilan untuk memenuhi kebutuhan hidup.
"Hal tersebut mengakibatkan sejumlah 10.343.722 pelanggan penerima subsidi listrik PLN terindikasi belum menerima bantuan sosial lainnya dari Pemerintah," petik laporan BPK.
Menurut BPK, hal tersebut disebabkan data pelanggan PLN belum seluruhnya padan dengan data Pemerintah (Kementerian Sosial, Kementerian Dalam Negeri dan Pemerintah Kabupaten/Kota melalui perangkat daerah yang menyelenggarakan urusan kependudukan dan catatan sipil).
Menyoal itu, Direksi PLN menjelaskan bahwa PLN akan terus berupaya untuk meningkatkan kelengkapan data pelanggan penerima subsidi listrik. dalam hal ini NIK dan DTKS, yaitu memadankan dan mengintegrasi Data Terpadu Kesejahteran Sosial (DTKS) pelanggan 450 VA dan 900 VA yang terdaftar memadankan dan mengintegrasi data Nomor Induk Kependudukan (NIK), dan meningkatan koordinasi lintas lembaga.
Sementara BPK RI merekomendasikan Direktur Utama PLN agar memerintahkan Direktur Retail dan Niaga untuk melakukan upaya komprehensif dalam melengkapi data/ID Pelanggan, NIK, dan KK dan berkoordinasi dengan Kementerian Sosial., Kementerian Dalam Negeri dan Pemerintah Kabupaten/Kota melalui perangkat daerah yang menyelenggarakan urusan kependudukan dan catatan sipil sebagai bagian upaya atas pemadanan data pelanggan rumah tangga 450 VA Non DIKS.
BPK RI juga merekomendasikan Direktur Utama PLN agar memerintahkan Kepala SPI untuk memantau pelaksanaan pemadanan data pelanggan rumah tangga 450 VA Non DTKS sesuai ketentuan yang berlaku.
Topik:
BPK Temuan BPK PT PLN Subsidi ListrikBerita Sebelumnya
PTPN VIII Rugi Rp 4,7 M atas Kerja Sama PMDK
Berita Terkait

BPK Didesak Audit Perdin Dirut Pupuk Indonesia Rahmad Pribadi: Jangan Anggap Perusahaan "Nenek Moyangnya"!
16 jam yang lalu

Dirut PLN Darmawan Prasodjo Diduga Lakukan Abuse of Power Melaui Praktik Rombak Petinggi Anak Perusahaan dan Sub Holding
22 September 2025 13:16 WIB

BUMN dan BPK Didesak Audit Anggaran Jasa Hukum PLN oleh Legal and Human Capital
19 September 2025 01:30 WIB

APH Didesak Usut Dugaan Markup Anggaran Bantuan Hukum di PT PLN Belasan Miliar Rupiah
18 September 2025 21:44 WIB