KPK Kejar Aliran Dana Korupsi Jalan Sumut ke APH dan Pejabat Negara


Jakarta, MI - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga ada aliran dana dalam kasus dugaan korupsi proyek pembangunan jalan di Sumatera Utara (Sumut) kepada aparat penegak hukum (APH) dan sejumlah pejabat negara.
Maka dari itu, fokus penyidikan KPK kini mengarah pada kemungkinan dana suap yang mengalir dari tersangka utama, M Akhirun Efendi (KIR),
"Untuk KIR, kami sedang telusuri lebih jauh, selain ke TOP (Topan Obaja Putra Ginting), dana itu mengalir ke mana lagi? Apakah ke APH, atau ke pejabat lainnya," kata Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu saat dikonfirmasi di Jakarta, Kamis (7/8/2025).
Akhirun Efendi dan putranya, M Rayhan Dulasmi Piliang (RAY), menurutnya, menjadi pihak yang paling sering diperiksa karena diduga berperan aktif dalam distribusi dana suap. Keduanya merupakan penyedia jasa dari dua perusahaan yang terlibat dalam proyek jalan, yakni PT Dalihan Natolu Group dan PT Rona Na Mora.
“Merekalah yang mendistribusikan uang kemana-mana. Karena itu kami fokus menggali keterangan dari keduanya,” ungkap Asep.
Sementara itu, tersangka Topan Obaja Putra Ginting (TOP) yang menjabat sebagai kepala Dinas PUPR Sumut lebih jarang dipanggil KPK karena posisinya sebagai pihak penerima dana. “TOP adalah penerima, sedangkan KIR dan RAY yang menjadi penggerak distribusi dana tersebut,” jelas Asep.
Kasus ini terungkap lewat operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK pada 26 Juni 2025. OTT tersebut menyasar dugaan suap dalam proyek jalan di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Provinsi Sumut dan Satuan Kerja Pelaksanaan Jalan Nasional (Satker PJN) Wilayah I Sumut.
Dua hari kemudian, KPK menetapkan lima tersangka yang terbagi ke dalam dua klaster. Pada klaster pertama, dugaan suap terjadi dalam empat proyek di lingkungan Dinas PUPR Sumut.
Penerima suap di klaster ini adalah Topan Obaja Putra Ginting (TOP) dan Kepala UPT Gunung Tua sekaligus pejabat pembuat komitmen, Rasuli Efendi Siregar (RES).
Sementara itu, klaster kedua berkaitan dengan dua proyek jalan di Satker PJN Wilayah I Sumut, dengan tersangka penerima adalah pejabat pembuat komitmen Heliyanto (HEL). Adapun pihak pemberi dalam kedua klaster adalah M Akhirun Efendi dan M Rayhan Dulasmi Piliang. Total nilai proyek yang terlibat dalam kasus ini mencapai Rp 231,8 miliar.
Langkah KPK menelusuri aliran dana suap ke APH dan pejabat negara menjadi indikasi adanya skema korupsi yang melibatkan lintas institusi. Jika terbukti, kasus korupsi jalan Sumut ini bisa berkembang lebih luas dan menyeret lebih banyak pihak. “Kami berkomitmen untuk membongkar seluruh aliran dana, siapa pun penerimanya,” tandas Asep.
Topik:
KPK