Dugaan "Kongkalikong" Audit BPK, Pakar Wanti-wanti Korupsi dalam Penindakan Korupsi

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 12 Agustus 2025 09:43 WIB
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI (Foto: Dok MI/Istimewa)
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI (Foto: Dok MI/Istimewa)

Jakarta, MI - Pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti (Usakti) Abdul Fickar Hadjar mewanti-wanti dugaan korupsi dalam penindakan korupsi ihwal 'kongkalikong' audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI.

Menurut Abdul Fickar dugaan 'permainan' dalam audit BPK sudah menjadi rahasia umum, setiap Kementerian atau instansi terkait yang menjadi objek pemeriksaan BPK sebagai auditor negara menyetorkan sejumlah uang kepada para auditor atau pejabat-pejabatnya.

"Karena sudah menjadi sistemik sulit untuk memprosesnya secara hukum. Karena para pihak (meski ada pemerasan) merasa tidak dirugikan, karena sama-sama merasa diuntungkan," kata Abdul Fickar Hadjar kepada Monitorindonesia.com, dikutip Selasa (12/8/2025). 

"Karena itu jika ada bukti memang terjadi kongkalingkong, maka penegak hukum baik KPK maupun Kejaksaan harus cepat bertindak, karena membiarkannya 'beternak' korupsi. Jangan sampai justru ada korupsi dalam penindakan korupsi," timpalnya.

Sumber Monitorindonesia.com mengungkap bahwa pejabat BPK RI diduga auditor Utama Keuangan IV BPK RI, Syamsudin banyak terlibat dalam audit BPK, termasuk dinternal BPK sendiri dan di sejumlah kementerian.

Syamsudin diduga selain mengendalikan audit di Kementan juga di Kementerian Kehutanan. Disebutkan bahwa Kepala Subdirektorat Pemeriksaan IV.D.1 Ashari Budi Silvianto berperan sebagai Koordinator Lapangan di Kementerian Kehutanan (Kemhut). 

Meskipun ia koordinator di Kemenhut, dia tetap di bawah pengendalian Syamsudin. Bahkan Ashari juga disebut kerap "menyetor" kepada Syamsudin. Tak hanya itu saja, mencuat juga nama Padang Pamungkas, Direktur Pemeriksaan IV.B yang menurut sumber tersebut berperan di Kementerian ESDM. 

Selain Samsudin, Ashari dan Padang, sumber juga menyebut Kepala Subauditorat I.A.2 BPK RI Victor Daniel Siahaan yang tak kalah penting berperan dalam temuan BPK. Nama Victor juga sempat mencuat pada persidangan Syahrul Yasin Limpo pada Mei 2024 silam.

Bahwa dalam sidang terungkap bahwa adanya permintaan sejumlah uang untuk mengkondisikan hasil audit BPK. Sekretaris Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (Sesditjen PSP) Kementerian Pertanian (Kementan) Hermanto yang ketika itu dihadirkan ke persidangan, mengungkap adanya permintaan duit Rp12 miliar dari Victor Daniel Siahaan.

Menyoal itu, pakar hukum pidana dari Universitas Borobudur (Unbor) Hudi Yusuf menegaskan bahwa peran dan fungsi BPK sangat penting di negara ini khususnya untuk mengamankan keuangan negara agar digunakan sesuai kebutuhan yang sudah dianggarkan. Penggunaan uang tersebut harus dapat dipertanggung jawabkan kepada negara sesuai dengan peruntukannya. 

"Namun apabila ada oknum BPK yang menyalahgunakan kewenangan apa lagi bila melakukan perbuatan melawan hukum dalam pemeriksaan kepada instansi pemerintah dan BUMN si oknum tersebut perlu ditindak tegas sesuai dengan hukum yang berlaku," kata Hudi kepada Monitorindonesia.com, Senin (11/8/2025).

Hudi melanjutkan bahwa jika memang mereka terbukti demikian, maka BPK diminta tidak menugaskannya sebagai auditor lagi. "Jangankan bila oknum tersebut terbukti, mencium "bau" bermain saja walau belum terbukti seyogyanya jangan diberikan tugas untuk memeriksa, masalah keuangan negara tidak boleh ada kesalahan sedikitpun dalam pemeriksaan oleh BPK," tegasnya.

Karena, tambah Hudi, negara dalam kondisi "genting" apabila ada oknum yang bermain dalam kondisi keuangan negara seperti ini seyogyanya hukuman yang diterima lebih berat daripada dalam kondisi normal.

"Mereka yang bermain dianggap pengkhianat karena menusuk dari belakang, siapa saja yang bermain seyogyanya dihukum lebih berat (BPK, instansi negara, BUMN) pengkhianatan kepada negara dalam kondisi kritis seperti ini minimal hukuman adalah seumur hidup," jelas Hudi.

Selain itu, Hudi juga mendorong Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) agar menelusuri transaksi keuangan mereka. "Perlu, jika ada transaksi yang mencurigakan pada rekening mereka," demikian Hudi Yusuf.

Monitorindonesia.com telah berupaya mengonfirmasi hal ini kepada Ketua BPK RI, Isma Yatun. Namun hingga tenggat waktu berita ini diterbitkan, Isma Yatun belum memberikan respons.

Dugaan 'Permainan' Pejabat BPK: Syamsudin hingga Padang Pamungkas! Selengkapnya di sini...

Topik:

BPK Audit BPK KPK Kejagung