Sahroni Menang di MA, PT BMS Wajib Bayar Pesangon

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 1 September 2025 18:20 WIB
Kuasa hukum Sahroni, Sukaria. Foto: Dok MI
Kuasa hukum Sahroni, Sukaria. Foto: Dok MI

Jakarta, MI – Ini kabar baik bagi yang bernama Sahroni. Betapa tidak, Majelis hakim Kasasi Mahkamah Agung (MA) mengabulkan sebagian gugatannya. Lawannya, PT. Bumi Mitra Sejahtera (BMS) dihukum dengan kewajiban membayar hak-hak Sahroni sebesar Rp41,9 juta. 

Hal itu tertuang dalam putusan Kasasi 796K/Pdt.Sus-PHI/2025 bertanggal 30 Juli 2025 dalam perkara Hubungan Industrial  antara PT. Bumi Mitra Sejahtera dengan mantan karyawannya yang bernama Sahroni. Putusan majelis kasasi tersebut diketuai Prof Hamdi dengan hakim anggota Sugeng Santoso dan Andari Yuriko Sari.

Kuasa hukum Sahroni, Sukaria mengatakan bahwa pihaknya baru saja menerima salinan putusan dari Mahkamah Agung yang memenangkan gugatan Sahroni tersebut.

“Kami bersyukur dan mengapresiasi putusan objektif dari majelis hakim MA ini. Walaupun lebih rendah dari putusan majelis Hakim PN Jakarta Pusat yang memutuskan memenangkan gugatan Sahroni sebesar Rp63,5 juta menjadi Rp41,9 juta. Meski begitu, nilai ini sangat berarti bagi pekerja yang menjadi korban PHK,” kata Sukaria di kantornya di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Senin (1/09/2025).

Sukaria menjelaskan, upaya pekerja Sahroni memperjuangkan hak-haknya melalui pengadilan adalah langkah yang paling elegan. “Kami sebagai kuasa hukumnya bergembira, Sahroni tetap bertarung secara terhormat di Pengadilan, meskipun mengalami intimidasi dari pihak lain. Sahroni tidak goyah,” tambah Sukaria yang juga Ketua Umum Federasi Gabungan Serikat Buruh Mandiri (FGSBM) ini.

Diceritakan, perkara ini bermula dari kebijakan yang dikeluarkan perusahaan PT. Bumi Mitra Sejahtera (PT. BMS) berupa kewajiban setiap karyawan melakukan test PCR pada saat pandemi Covid 19 lalu. 

“Semua karyawan yang masuk kantor wajib membawa hasil tes PCR. Cilakanya, biaya tes PCR ini ditanggung sendiri oleh karyawan. Nah, Sahroni ini gajinya hanya 800 ribu rupiah per bulan. Sedangkan test PCR di awal-awal covid itu mencapai Rp1,2 juta." 

"Tentu kebijakan ini sangat tidak masuk akal. Sahroni tidak bisa masuk kerja karena tidak dibolehkan masuk kerja. Beberapa hari dianggap tidak masuk kerja, lalu dianggap mengundurkan diri dan tidak mendapatkan pesangon,” jelas Sukaria.

Tak terima PHK tersebut, imbuh dia, Sahroni menggandeng kantor hukum SMH dan Rekan untuk menggugat di Pengadilan Hubungan Industrial pada PN Jakarta Pusat yang kemudian memenangkan perkaranya. 

“Putusan majelis Kasasi MA ini sebagai upaya terakhir bagi PT. Bumi Mitra Sejahtera (BMS). Kemenangan Sahroni sudah inkrach, berkekuatan hukum tetap dan mengikat,” pungkasnya.

Topik:

Sahroni MA