Kasus Rp 349 T: KPK Leluasa Proses Bekas Menkeu Sri Mulyani!


Jakarta, MI - Pakar kebijakan publik Fernando Emas menilai bahwa pencopotan Sri Mulyani Indrawati (SMI) dari jabatan Menteri Keuangan (Menkeu) membuat Komisi Pemberantasan Korupsi leluasa melakukan pengusutan kasus dugaan transaksi janggal Rp 349 triliun yang sempat bikin heboh di tahun 2023 silam.
"Saya berharap, dicopot Sri Mulyani dari Menteri Keuangan membuat persoalan tersebut akan diselesaikan secara tuntas dan transparan," harap Fernando Emas kepada Monitorindonesia.com, Senin (8/9/2025).
Begitu juga aparat penegak hukum (APH), tegasnya, diharapkan akan mengusut dan melakukan proses hukum secara transparan sehingga masyarakat akan semakin percaya terhadap pemerintahan Prabowo Subianto.
"Kalau proses terkait dengan hal tersebut tidak dituntaskan, maka sangat mungkin kepercayaan masyarakat semakin merosot terhadap pemerintahan Prabowo Subianto," beber Fernando Emas yang juga praktisi hukum.
Seblumnya, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menyebut bahwa duit sebesar Rp 349 triliun bukanlah transaksi janggal di Kemenkeu melainkan nilai kasus tindak pidana pencucian uanga (TPPU) Kepabeanan dan Perpajakan.
Kasus ini sempat ditangani Mahfud MD saat menjabat Menko Polhukam pada 2023 dengan membentuk Satuan Tugas (Satgas) TPPU.
Kepala PPATK Ivan Yustiavandana menjelaskan bahwa Pasal 74 UU Nomor 8 Tahun 2010 menyatakan bahwa Penyidik Pajak (DJP) dan Bea Cukai (DJBC) Kemenkeu adalah penyidik TPPU.
Selain itu Inspektorat Jenderal Kemenkeu jg melakukan kewenangan dlm mengawasi internal.
Dalam Pasal 44 UU No 8/2010 tentang TPPU menyatakan: Hasil Analisis (HA) TPPU terkait pidana Perpajakan dan Bea Cukai disampaikan oleh PPATK kepada DJP dan DJBC.
"Jadi yang dimaksud TPPU Rp 349 trilliun itu bukan terkait korupsi di Kemenkeu, tapi adalah nilai kasus TPPU yang ditangani oleh DJP dan DJBC berdasarkan HA PPATK," kata Ivan begitu disapa Monitorindonesia.com, Minggu (3/8/2025) malam.
Menurut Ivan, semua ditangani dengan baik dan sebagian besar telah selesai penegakkan hukumnya.
"Jadi jangan salah memahami ya, itu bukan transaksi janggal di Kemenkeu. Itu adalah nilai kasus TPPU Kepabeanan dan perpajakan yang ditangani. Semua ditangani dengan sangat baik dengan kolaborasi yg kuat antar lembaga terkait," demikian Ivan.
Namun demikian, Fernando Emas menilai bahwa PPATK dan Satgas TPPU yang dibentuk untuk itu seperti tidak serius ingin menuntaskan soal transaksi janggal Rp 349 triliun di Kementerian Keuangan itu.
Seharusnya, tegas dia, persoalan tersebut diselesaikan secara transparan kalau memang betul sudah diselesaikan seperti yang disampaikan oleh Kepala PPATK Ivan Yustiavandana.
"Jangan sampai persolan tersebut tidak terselesaikan karena sudah tidak lagi menjadi perhatian publik," jelas Fernando.
"Seharusnya semua pihak yang diberi tanggungjawab untuk menyelesaikan persoalan-persoalan tersebut dilakukan sampai tuntas walaupun tidak sedang menjadi perhatian publik," imbuh Fernando Emas.
Sementara itu, sebelumnya Analis dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI), Salamuddin Daeng, menilai bahaa era keterbukaan informasi keuangan yang menjadi agenda utama global saat ini, tidak mungkin dilawan.
Sekuat apapun upayanya, dipastikan akan tergilas.
"Termasuk kasus dugaan TPPU Rp349 triliun, harus diungkap tuntas. Bagaimana perkembangannya," kata Salamuddin di Jakarta, Minggu (3/8/2025).
Keterbukaan keuangan, kata dia, menjadi hal wajib dilakukan oleh pemerintah Indonesia di saat ini. Agar citra Indonesia terselamatkan.
Tak lagi masuk jajaran negara tempat cuci uang yang menjadi sorotan dunia pada akhir-akhir ini.
"Ingat pernyataan Jokowi tentang 11 ribu triliun rupiah, uang pengusaha Indonesia yang disimpan di rekening rahasia di luar negeri? Pertanyaannya, benarkah ada rekening rahasia di luar negeri? Jangan-jangan uang itu, kini di dalam negeri. Disimpan oleh institusi keuangan yang ada," jelasnya.
Pada April 2023, kata dia, Mahfud MD ketika asih menjabat Menko Polhukam membuat gempar dengan mengatakan adanya transaksi keuangan mencurigakan di Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Nilainya tembus Rp349 triliun.
Mahfud yang juga Ketua Komite Nasional Pencegahan Tindak Pidana Pencucian Uang (KNP- TPPU) itu, menyebutkan, berdasarkan rekapitulasi data Laporan Hasil Analisis (LHA) dan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas transaksi keuangan mencurigakan, nilai agregatnya lebih dari Rp349 triliun.
"Tidak ada perbedaan angka dengan Kemenkeu, sebab sumber datanya sama. Yakni, LHA dan LHP yang dikirim PPATK. Namun anehnya, Mahfud MD sebagai Meno Polhukam tidak menuntaskan pekerjaan ini." imbuhnya.
Dua tahun kemudian, PPATK mengungkap temuan mengejutkan terkait aliran dana mencurigakan sepanjang 2024. Dalam laporan hasil National Risk Assessment (NRA) TPPU, PPATK mencatat nilai transaksi yang diduga berkaitan dengan tindak pidana korupsi mencapai Rp984 triliun.
Angka tersebut merupakan bagian dari total transaksi mencurigakan yang diidentifikasi sebesar Rp1.459 triliun.
Dia bilang, PPATK menyebut adanya puluhan ribu, bahkan ratusan ribu transaksi keuangan yang mencurigakan di Indonesia.
Terkait sumber daya alam, transaksi pajak, tambang, drug, judi online (judol), perdagangan manusia dan lain sebagainya.
"Uang gelap hasil kejahatan keuangan masuk ke dalam rekening rekening rahasia yang ada di Indonesia," katanya.
Satu satunya cara yang mungkin dilakukan pemerintah untuk melawan uang kotor, kata dia, harus disita negara. Sebab uang tersebut tidak hanya merusak ekonomi Indonesia, namun umumnya digunakan untuk operasi politik bahkan untuk menggulingkan kekuasan yang sah.
"Pemilik uang semacam ini mereka bagian dari sindikat global yang hendak bertahan dalam supremasi transparansi," ungkapnya.
Dia pun menyinggung rencana PPATK memblokir transaksi dari rekening tak aktif minimal 3 bulan atau rekening dormant.
Dalam hal ini, Salamuddin mendukung pembekuan seluruh rekening rahasia yang selama ini dijadikan saluran dalam melakukan kejahatan keuangan di Indonesia.
"Rekening rahasia itu nyata, karena diketahui secara persis oleh elite yang mengatur, mengendalikan, memanfaatkan kelemahan sistem keuangan Indonesia," imbuhnya.
Mengingatkan saja, PPATK yang saat ini dipimpin Ivan Yustiavandana, menemukan lebih dari 140 ribu rekening dormant yang menampung duit sebesar Rp428,6 miliar. Rekening ini tidak ada pembaruan transaksi di data nasabah.
Hal ini membuka celah besar untuk praktik pencucian uang dan kejahatan keuangan lainnya. Selain itu, sejak 2020, PPATK menganalisis lebih dari sejuta rekening yang diduga terkait tindak pidana keuangan. Di mana, lebih dari 150 ribu di antaranya adalah rekening nominee yang diperoleh dari jual beli rekening, atau peretasan.
Bahkan, ditemukan lebih dari 10 juta rekening penerima bantuan sosial yang tidak pernah dipakai selama lebih dari 3 tahun, dengan dana mengendap sebesar Rp2,1 triliun, mengindikasikan penyaluran yang belum tepat sasaran.
Topik:
KPK Sri Mulyani Menkeu PPATK