KPK Bicara Soal Kemungkinan Politikus Golkar Fatahillah Tersangka Suap Pengurusan Perkara di MA

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 28 September 2025 09:47 WIB
KPK RI (Foto: Dok MI/Ist)
KPK RI (Foto: Dok MI/Ist)

Jakarta, MI - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan memeriksa lagi politikus Partai Golkar, Fatahillah Ramli (FR), dalam kasus dugaan suap pengondisian perkara di lingkungan Mahkamah Agung (MA).

Pemeriksaan itu untuk mendalami perannya sebagai perantara antara Direktur Utama PT Wahana Adyawarna, Menas Erwin Djohansyah (MED), dan eks Sekretaris Mahkamah Agung (Sekma), Hasbi Hasan (HH), yang lebih dulu terjerat kasus ini.

"Nanti kita akan mendalami apakah punya peran yang cukup vital dalam konstruksi perkaranya atau seperti apa," ujar Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, dikutip Minggu (28/9/2025).

Soal apakah Fatahillah berpeluang naik status dari saksi menjadi tersangka, atau menyusul Menas dan Hasbi, Budi menyebut, sangat bergantung kecukupan alat bukti.

"Semuanya akan tergantung dengan alat bukti," tegas Budi.

Saat ini penyidik KPK masih fokus melengkapi berkas perkara Menas Erwin yang telah ditahan sejak Kamis (25/9/2025). 

Langkah itu penting mengingat adanya batas waktu penahanan sehingga berkas harus segera dilimpahkan ke persidangan.

"Karena tentu juga ada batas waktu penahanan. Artinya penyidik juga butuh cepat untuk melengkapi berkas-berkas penyidikannya supaya bisa segera limpah," kata Budi.

Catatan Monitorindonesia.com, bahwa Fatahillah pernah dipanggil penyidik pada Rabu (23/10/2024) terkait kasus suap, serta Rabu (13/11/2024) terkait tindak pidana pencucian uang (TPPU). Keterangannya dinilai penting dalam pusaran kasus Hasbi Hasan.

Sebelumnya, KPK mengungkap nilai dugaan suap yang diberikan Menas kepada Hasbi mencapai Rp9,8 miliar. "Total Rp9,8 miliar sebagai DP dalam pengurusan perkara-perkara tersebut," kata Budi, Kamis (25/9/2025).

Dalam konstruksi perkara, Fatahillah disebut berperan mempertemukan Menas dengan Hasbi. Menas saat itu meminta bantuan Hasbi untuk mengurus sejumlah perkara milik rekan-rekannya.

"Bahwa sekitar awal tahun 2021, FR mempertemukan dan memperkenalkan MED kepada HH. Pada saat itu MED menyampaikan ada perkara dari temannya dan meminta bantuan kepada HH," kata Plt Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (25/9/2025).

Selain itu, Fatahillah juga membantu Menas mencarikan tempat posko tertutup untuk membahas pengondisian perkara atas perintah Hasbi.

"Hal tersebut kemudian ditindaklanjuti, FR mencarikan tempat dan pembayarannya dilakukan oleh MED," ucap Asep.

Menurut Asep, pada periode Maret–Oktober 2021 terjadi sejumlah komunikasi dan pertemuan antara Fatahillah dan Hasbi di berbagai lokasi.

"Di mana dalam pertemuan tersebut, FR bersama MED meminta bantuan HH untuk membantu menyelesaikan perkara temannya," jelas Asep.

Beberapa perkara yang dimaksud antara lain sengketa lahan di Bali, Jakarta Timur, Depok, Sumedang, Menteng, serta sengketa tambang di Samarinda. Nilai suap untuk setiap perkara berbeda-beda dan masih didalami lebih lanjut.

"Dalam pengurusan perkara oleh MED kepada HH, terdapat biaya pengurusan perkara yang besarannya berbeda-beda tergantung perkaranya. Biaya pengurusan perkara tersebut diberikan secara bertahap, yaitu berupa uang muka di awal pengurusan dan pelunasan apabila perkara tersebut berhasil dibantu pengurusannya oleh HH," jelas Asep.

Sebelumnya, Hasbi Hasan telah divonis bersalah menerima suap Rp11,2 miliar serta gratifikasi Rp630 juta terkait pengurusan perkara di MA. Ia dijatuhi hukuman enam tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsider enam bulan kurungan.

KPK kemudian mengembangkan perkara tersebut ke ranah tindak pidana pencucian uang (TPPU) dan menetapkan sejumlah tersangka lain, termasuk penyanyi Windy Yunita Bastari alias Windy Idol serta kakaknya, Rinaldo Septariando. Adapun Menas ditetapkan khusus sebagai tersangka dalam kasus suap.

Dalam putusan kasasi atas perkara Hasbi, terungkap bahwa ia menerima gratifikasi berupa uang, fasilitas perjalanan wisata, dan penginapan dari sejumlah pihak sejak Januari 2021 hingga Februari, termasuk dari Menas, dengan total Rp630.844.400.

Sementara itu, dalam putusan Pengadilan Tipikor tingkat pertama disebutkan, Menas membiayai sewa kamar di Hotel Novotel Jakarta Cikini yang digunakan Hasbi untuk membahas pengurusan perkara sekaligus kepentingan pribadi bersama Windy Idol.

“Menimbang bahwa tujuan penerimaan fasilitas sewa kamar di Novotel Jakarta Cikini oleh terdakwa dari Menas Erwin Djohansyah adalah tempat untuk pembahasan pengurusan perkara dan juga digunakan terdakwa untuk kepentingan pribadi terdakwa dengan Windy Yunita Bastari Usman,” demikian bunyi amar putusan Pengadilan Tipikor, Rabu (3/4/2024).

Hakim juga menyebut adanya fasilitas kamar di Fraser Menteng yang digunakan Hasbi bersama Windy, serta untuk membahas perkara dengan Menas, Fatahillah Ramli, dan Christian Siagian.

Topik:

KPK