Terdakwa Kasus Proyek Fiktif Angkasa Pura Kargo Dituntut 2 Tahun 10 Bulan Penjara

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 8 Oktober 2025 3 jam yang lalu
Thomas Santoso mengenakan kemeja putih (Foto: Dok MI)
Thomas Santoso mengenakan kemeja putih (Foto: Dok MI)

Surabaya, MI - Terdakwa  kasus penipuan proyek fiktif pengadaan tiang listrik, solar lamp, dan rig yang merugikan PT Angkasa Pura Kargo (APK) Rp 4,84 miliar, Thomas Bambang Jatmiko Budi Santoso alias Thomas Santoso dituntut dengan hukuman 2 tahun 10 bulan penjara.

Tuntutan serupa juga diajukan terhadap terdakwa lain, Muhammad Fikar Maulana, yang disidangkan secara terpisah. Sedangkan terdakwa Ade Yolando Sudirman telah lebih dahulu divonis 2 tahun penjara setelah sebelumnya dituntut 3 tahun 8 bulan.

“Menuntut agar majelis hakim menyatakan terdakwa Thomas Bambang Jatmiko Budi Santoso alias Thomas Santoso terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melanggar Pasal 378 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP,” kata JPU Hajita dalam sidang di ruang Kartika, Pengadilan Negeri Surabaya pada Senin, 6 Oktober 2025 lalu dikutip Rabu (8/10/2025).

Jaksa juga meminta agar Thomas dijatuhi pidana penjara selama 2 tahun 10 bulan.

Peran 

Dalam dakwaan, Thomas disebut berperan aktif mengatur proyek fiktif bersama Ade dan Fikar. Modusnya, mereka membuat Surat Perintah Kerja (SPK) dengan nilai yang digelembungkan jauh di atas kebutuhan sebenarnya.

Kasus ini bermula pada November 2020, ketika Thomas bertemu Ade dan Fikar di Gedung Intiland dan Hotel Wyndam Surabaya. Dalam pertemuan itu, Thomas mengaku membutuhkan dana sekitar Rp 3,7 miliar untuk proyek pengiriman tiang listrik, solar lamp, dan rig. Namun atas arahan Ade, nilai proyek tersebut dinaikkan secara tidak wajar.

SPK pengiriman tiang listrik dinaikkan menjadi Rp 1,6 miliar padahal jumlahnya kurang dari 270 batang SPK pengiriman solar lamp tetap Rp 2,7 miliar, sedangkan SPK pengiriman rig dan service dibengkakkan menjadi Rp 1,2 miliar.

Pada 2 Desember 2020, Thomas menandatangani tiga SPK tersebut dan menyerahkannya kepada Fikar. PT Angkasa Pura Kargo kemudian menunjuk PT Indria Lintas Sarana sebagai vendor pelaksana, namun perusahaan itu hanya dipinjam namanya. Pembayaran sebesar Rp 4,7 miliar dari PT APK mengalir ke rekening PT ILS dan selanjutnya didistribusikan ke pihak-pihak yang telah ditentukan.

Meski proyek telah selesai dan pembayaran lunas, Thomas tidak mengembalikan dana sesuai kesepakatan. Sebanyak 35 lembar cek senilai Rp 5,5 miliar yang dijadikan jaminan juga tidak bisa dicairkan. Akibatnya, PT Angkasa Pura Kargo mengalami kerugian hingga Rp 4,84 miliar.

Topik:

PT Angkasa Pura Kargo