KPK Bidik Modus Jual Beli Lahan di Korupsi JTTS Rp205 M

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 12 Oktober 2025 2 jam yang lalu
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI (Foto: Dok MI/Adelio Pratama)
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI (Foto: Dok MI/Adelio Pratama)

Jakarta, MI - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah membidik modus jual beli lahan yang digunakan untuk proyek Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS). 

Hal ini merupakan bagian daripada penyidikan kasus dugaan korupsi pengadaan lahan JTTS tahun anggaran 2018-2020. Langkah ini diambil untuk mengungkap praktik-praktik yang merugikan keuangan negara.

Penyelidikan KPK ini berfokus pada bagaimana lahan-lahan tersebut dibeli dan dialihkan, terutama dugaan adanya pengkondisian lahan. Pun, pemeriksaan saksi-saksi kunci dilakukan untuk mendapatkan gambaran utuh mengenai transaksi yang terjadi.

Bahwa pada Kamis (9/10/2025), KPK telah memeriksa empat orang saksi, termasuk tiga notaris dan seorang wiraswasta, untuk mengumpulkan informasi. 

Mereka dimintai keterangan mengenai prosedur dan mekanisme awal jual beli lahan. Proses ini diharapkan dapat memberikan kejelasan terkait peran para pihak yang terlibat dalam dugaan korupsi ini.

Penyidik KPK telah memanggil empat saksi untuk mendalami lebih lanjut kasus pengadaan lahan proyek JTTS. Saksi-saksi tersebut adalah notaris Rudi Hartono, Genta Eranda, Ferry Irawan, serta wiraswasta Bastari. Keempatnya hadir dan memberikan keterangan yang dibutuhkan penyidik KPK.

Juru Bicara KPK Budi Prasetyo menjelaskan bahwa fokus pemeriksaan adalah pada proses awal jual beli lahan. “Semua saksi hadir, dan penyidik meminta keterangan bagaimana proses awal jual beli lahan,” ujar Budi, Minggu (12/10/2025).

Selain itu, para saksi juga didalami terkait dugaan adanya pengkondisian lahan oleh tersangka sejak awal. Dugaan ini mengarah pada praktik pembelian lahan dari pemilik untuk kemudian dijual kembali kepada PT Hutama Karya (Persero) dengan harga yang mungkin telah dimanipulasi. Ini menjadi salah satu poin krusial dalam penyidikan.

Adapun KPK resmi mengumumkan dimulainya penyidikan kasus dugaan korupsi terkait pengadaan lahan proyek JTTS pada 13 Maret 2024. Kasus ini mencakup tahun anggaran 2018 hingga 2020 dan telah menarik perhatian publik. Penetapan tersangka merupakan langkah awal dalam penegakan hukum.

Dalam penyidikan perkara ini, KPK telah menetapkan tiga individu dan satu korporasi sebagai tersangka. Mereka adalah Bintang Perbowo (BP), mantan Direktur Utama PT Hutama Karya (Persero); M. Rizal Sutjipto (RS), mantan Kepala Divisi di PT HK; dan Iskandar Zulkarnaen (IZ), Komisaris PT Sanitarindo Tangsel Jaya (STJ). PT STJ juga ditetapkan sebagai tersangka korporasi.

Namun, penyidikan terhadap Iskandar Zulkarnaen telah dihentikan karena yang bersangkutan meninggal dunia pada 8 Agustus 2024. Sementara itu, KPK telah melakukan penahanan terhadap Bintang Perbowo dan M. Rizal Sutjipto pada 6 Agustus 2025. Proses hukum terhadap tersangka yang masih hidup terus berjalan.

Pada tanggal yang sama dengan penahanan tersangka, KPK juga mengumumkan besaran kerugian keuangan negara dalam kasus ini. Berdasarkan perhitungan yang dilakukan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) RI, total kerugian mencapai Rp205,14 miliar. Angka ini menunjukkan dampak signifikan dari praktik korupsi tersebut.

Kerugian tersebut terbagi menjadi dua rincian utama yang melibatkan PT Hutama Karya dan PT Sanitarindo Tangsel Jaya. Rinciannya adalah Rp133,73 miliar dari pembayaran HK kepada PT STJ atas lahan di Bakauheni. Kemudian, terdapat kerugian sebesar Rp71,41 miliar atas pembayaran HK untuk PT STJ mengenai pembelian lahan di Kalianda.

Kedua lokasi lahan yang bermasalah tersebut berada di Provinsi Lampung, yang menjadi bagian penting dari pembangunan Jalan Tol Trans Sumatera. Penelusuran terhadap aliran dana dan transaksi lahan di kedua daerah ini menjadi fokus utama KPK. Hal ini untuk memastikan akuntabilitas dalam proyek infrastruktur nasional.

Topik:

KPK