KPK Diyakini Bongkar Korupsi Impor Beras: Kabarnya Sudah Naik Penyelidikan!

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 14 Oktober 2025 2 jam yang lalu
Ilustrasi - Dugaan korupsi impor beras (Foto: Istimewa)
Ilustrasi - Dugaan korupsi impor beras (Foto: Istimewa)

Jakarta, MI - Komisi III DPR RI yakin bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan mengusut kasus dugaan korupsi impor beras yang menyeret mantan Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi. Informasi yang diperoleh Monitorindonesia.com bahwa dugaan rasuah ini sudah pada tahap penyelidikan.

"Komisi III DPR RI mendorong agar kasus dugaan sebagaimana yang dimaksud, ditangani secara serius. Komisi III DPR RI percaya kepada KPK yang menangani dan mengusut dugaan tipikor tersebut secara objektif dan transparan,” kata Anggota Komisi III DPR RI Nasir Djamil dikutip pada Senin (13/10/2025).

Dalam pembuktian dalam kasus-kasus tindak pidana korupsi bukanlah perkara mudah, maka Nasir mengimbau masyarakat untuk tetap bersabar dan terus mengawal proses hukum yang berjalan.

“Karena itu, kepada masyarakat diharapkan bersabar dan terus mengawal KPK agar kasus dugaan tipikor yang menyangkut dengan Badan Pangan Nasional itu dapat dituntaskan dan dinaikkan ke persidangan,” tandas Nasir.

Monitorindonesia.com pada Senin (13/10/2025) telah meminta komentar danatau konfirmasi kepada Arief. Namun sayang, Arief tidak memberikan respons. Pesan melalui WhatsAap menunjukan telah dibaca yang bersangkutan, sebab ceklis 2 biru.

KPK klaim pengusutan masih berjalan

Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto sempat memastikan bahwa pengusutan dugaan korupsi impor beras masih berjalan. 

Pernyataan ini menanggapi aksi massa dari Studi Demokrasi Rakyat (SDR) yang menagih janji KPK segera menetapkan Arief sebagai tersangka. SDR menduga lambannya penanganan kasus ini karena adanya lobi-lobi perkara.

"Pengusutan kasus dugaan korupsi terkait impor beras masih dalam proses dan sedang berjalan sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku," kata Tessa, Jumat (18/10/2024).

Pun, Tessa meminta masyarakat bersabar karena barang bukti keterlibatan Kepala Bapanas Arief Prasetyo dalam kasus korupsi mark up dan demurrage impor beras masih terus dikumpulkan. "Saat ini, kami terus melakukan pengumpulan bukti serta pendalaman terhadap informasi yang relevan," jelasnya.

Dia lantas membantah adanya lobi-lobi perkara antara pimpinan KPK dan Arief Prasetyo. Ia menegaskan, pengusutan kasus ini dilakukan secara profesional. "KPK berkomitmen menangani setiap perkara secara profesional dan menjunjung tinggi prinsip keadilan," jelasnya.

Tak hanya kepada Bapanas, SDR juga melaporkan Perusahaan Umum Badan Usaha Logistik atau Perum Bulog ke KPK. Bahwa, Direktur Eksekutif SDR Hari Purwanto selaku pelapor mengatakan, jumlah beras yang diimpor itu 2,2 juta ton dengan selisih harga mencapai Rp 2,7 triliun. 

“Harganya jauh di atas harga penawaran. Ini menunjukkan indikasi terjadinya praktik mark up,” kata Hari di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (3/6/2024). 

Pihaknya mendapatkan data penawaran dari perusahaan Vietnam, Tan Long Group yang menawarkan 100.000 ton beras dengan harga 538 dollar Amerika Serikat (AS) per ton dengan skema free on board (FOB) dan 573 dollar AS per ton dengan skema cost, insurance, and freight (CIF). 

Dalam skema FOB, biaya pengiriman dan asuransi menjadi tanggungan importir. Sementara, dalam CIF biaya pengiriman hingga bongkar muat kargo ditanggung eksportir. 

“Tan Long Group, itu yang kami juga (masukkan dalam laporan) sebagai salah satu aktor yang ikut ambil bagian dalam impor beras selama periode Januari sampai bulan Mei ini,” jelas Hari. 

Hari lantas menyampaikan data pembanding yang menyebutkan biaya yang digelontorkan negara untuk impor beras itu lebih besar dari harga yang ditawarkan perusahaan di luar negeri. 

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), per Maret 2024 pemerintah mengimpor 567,22 ribu ton beras dengan nilai 371,60 juta dolar AS. Dari data itu didapatkan angka harga rata-rata impor beras oleh Bulog senilai 655 dollar AS per ton. 

Jika disandingkan dengan harga impor beras dengan skema FOB yakni, 573 dollar AS per ton didapatkan selisih kemahalan harga 82 dollar AS per ton. Angka tersebut dikalikan nilai 2,2 juta ton dan ditemukan total selisih kemahalan harga sekitar 180,4 juta dollar AS. 

“Jika menggunakan kurs Rp 15.000 per dolar, maka estimasi selisih harga pengadaan beras impor diperkirakan Rp 2,7 triliun," tutur Hari. 

Selain itu, pihaknya juga menduga Bapanas dan Bulog merugikan negara karena harus membayar denda kepada pelabuhan senilai Rp 294,5 miliar. 

Kerugian itu timbul karena 490.000 ton beras yang diimpor Bulog di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara dan Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya tertahan pada pertengahan hingga akhir Juni 2024. 

Diduga beras itu terlambat dibongkar karena Bapanas mewajibkan Bulog menggunakan peti kemas dalam mengirim beras impor. 

“Ini dituding menyebabkan proses bongkar lebih lama dari cara sebelumnya yang menggunakan kapal besar tanpa kontainer," tutur Hari. 

Menyoal kembali mencuatnya desakan pengusutan kasus ini, Monitorindonesia.com pada Sabtu (11/10/2025) malam telah berupaya meminta komentar danatau konfirmasi kepada Manager Humas dan Kelembagaan, Andrew Shahab Ramadhan. Namun dia belum menjawab hingga detik ini.

Klaim Bulog

Direktur Utama Perum Bulog, Bayu Krisnamurthi saat itu mengklaim proses tender beras impor berlangsung terbuka. Menurut dia, proses itu diatur sedemikian rupa untuk menutup celah mark up atau menaikkan harga.

“Sistem pengadaannya sedemikian sehingga mark up hampir tidak bisa dilaksanakan,” kata Bayu dalam pertemuan dengan pemimpin dan redaktur media di Jakarta pada Juli 2024.

Setiap kali Bulog membuka tender, tutur Bayu, ada 80 sampai 90 perusahaan eksportir yang berminat menjadi pemasok. Dalam proses ini, Bulog membuat penawaran berlangsung terbuka. Perusahaan-perusahaan eksportir itu dapat melihat harga yang diajukan satu sama lain. 

Hal ini mengacu kepada referensi tender internasional. Perusahaan eksportir yang berminat menjadi pemasok harus bersedia menerbitkan uang jaminan tender (bid bond) untuk menunjukkan kesungguhan. 

Bila kalah, tutur Bayu, uang itu akan dikembalikan Bulog kepada perusahaan eksportir. Sedangkan perusahaan yang  memenangi tender masih harus menerbitkan uang jaminan kinerja (performance bond).

Bulog mendapatkan penugasan dari Kementerian Perdagangan (Kemendag) untuk mengimpor 3,6 juta ton beras. Bayu mengatakan Bulog tak mengimpor dalam satu blok besar, tapi dipecah menjadi lebih dari 10 kali impor. 

Beras impor itu pun masuk Indonesia melalui beragam pelabuhan dengan biaya transportasi yang berbeda-beda.

Bayu mengatakan Bulog tengah bertransformasi untuk menjadi lebih akuntabel dan transparan. “Tentunya tidak telanjang,” katanya. 

Dia mengakui perusahaannya memiliki masalah reputasi. Menurut dia, masalah ini harus dijawab dengan kinerja.

Bulog sebelumnya beberapa kali menepis tuduhan dugaan mark up atau menaikkan harga impor beras dari Vietnam. Hal ini menanggapi laporan SDR ke KPK karena dugaan selisih harga 2,2 juta ton beras impor dari Vietnam sebesar Rp 2,7 triliun. 

“Perusahaan Tan Long Vietnam yang diberitakan memberikan penawaran beras, sebenarnya tidak pernah mengajukan penawaran sejak bidding tahun 2024 dibuka. Jadi tidak memiliki keterikatan kontrak impor dengan kami pada tahun ini,” ucap Direktur Supply Chain dan Pelayanan Publik Perum Bulog, Mokhamad Suyamto pada Kamis (11/7/2024).

Bulog juga mengutip media Vietnam, CAFEF, untuk mengklarifikasi tuduhan itu. Dalam media itu, Ketua Dewan Direksi dan Direktur Utama Tan Long Group (TLG), Truong Sy Ba menyatakan sejak 2023 sampai sekarang, perusahaannya tidak pernah memenangkan tender langsung apa pun dari Bulog.

TLG memang pernah berencana menawarkan impor 100 ribu ton beras. Namun, perusahaan itu menawar dengan harga US$ 15 per ton lebih tinggi dibanding perusahaan lain. Walhasil, Bá urung memenangkan tender. “Keterangan dari Tan Long Group ini menjadi klarifikasi atas polemik beras impor yang terjadi,” demikian Bulog.

WDP jadi sorotan DPR

Komisi IV DPR RI meminta penjelasan dari Kepala Bapanas terkait predikat Wajar Dengan Pengecualian (WDP) yang diterima lembaga tersebut dalam Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) Tahun Anggaran 2024. 

Hal itu disampaikan dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang berlangsung di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis, (17/7/2025).

Rapat ini merupakan bagian dari agenda pembahasan laporan keuangan kementerian/lembaga mitra kerja Komisi IV DPR RI, di mana hasil pembahasannya akan disampaikan secara tertulis kepada Badan Anggaran DPR RI.

Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Abdul Kharis Almasyhari yang memimpin rapat menyoroti realisasi anggaran Bapanas yang cukup besar pada tahun 2024, namun tidak diiringi dengan capaian opini tertinggi dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

“Pada tahun 2024 Badan Pangan Nasional mendapatkan alokasi anggaran sebesar Rp442,6 miliar yang dalam perjalanannya mendapat anggaran belanja tambahan sebesar Rp36,1 triliun yang digunakan untuk penyaluran cadangan pangan pemerintah seiring dengan kebutuhan untuk menjaga stabilitas pasokan dan harga pangan."

"Selanjutnya Berdasarkan informasi yang kami peroleh realisasi belanja badan pangan nasional Tahun Anggaran 2024 sebesar 35,9 triliun atau 99,58 persen dari total Pagu dengan opini wajar dengan pengecualian,” kata Kharis.

Dalam pengantar rapat, Kharis secara khusus menyoroti opini WDP yang diberikan BPK. Ia menilai hal tersebut harus menjadi perhatian penting yang perlu ditindaklanjuti oleh Bapanas terlebih lembaga tersebut memiliki realisasi belanja yang tinggi. 

“Sehubungan dengan itu (opini Wajar Dengan Pengecualian) Komisi IV DPR RI meminta kepada Kepala Bapanas untuk memberikan penjelasan secara detail terkait hal tersebut,” kata Kharis.

Komisi IV menilai bahwa opini WDP bukan sekadar catatan administratif, tetapi menjadi indikator penting untuk menilai sejauh mana lembaga negara menerapkan prinsip akuntabilitas dan transparansi dalam pengelolaan anggaran publik.

Dalam forum tersebut, Komisi IV juga mendorong Bapanas untuk menjadikan catatan dari BPK sebagai bahan perbaikan menyeluruh dalam tata kelola keuangan. Harapannya, opini BPK terhadap Bapanas dapat meningkat menjadi Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) pada tahun-tahun mendatang.

“Komisi 4 DPR RI menilai pemberian opini wajar dengan pengecualian menjadi catatan penting bagi Badan Pangan Nasional untuk meningkatkan akuntabilitas dan transparansi dalam pengelolaan anggaran, untuk mendukung tugas strategis Badan Pangan Nasional dalam menjaga stabilitas pangan nasional serta untuk mendorong tercapainya opini wajar tanpa pengecualian pada tahun anggaran berikutnya,” pungkas Kharis.

Topik:

KPK Bapanas Buloh Korupsi Impor Beras DPR