Whoosh Diselimuti Dugaan Korupsi kok Dibanggakan! Ekonom: Bodohnya Luar Biasa!
Jakarta, MI - Kereta Cepat Jakarta-Bandung atau Whoosh seharusnya menjadi kebanggaan bangsa, namun proyek ini justru menimbulkan polemik seputar biaya membengkak, dugaan korupsi, serta beban utang yang dinilai membebani rakyat dan keuangan negara.
Munculnya perdebatan ini menyebabkan sebagian masyarakat merasa proyek tersebut "bukan dari rakyat" dan tidak sepenuhnya bisa dinikmati kalangan masyarakat luas karena harga tiket yang dianggap mahal.
Di lain sisi, pernyataan bahwa Whoosh merupakan proyek kebanggaan Rakyat Indonesia (RI) disebut merupakan pernyataan bodoh luar biasa, dan sekaligus penghinaan bagi rakyat Indonesia. Apalagi, alasannya lebih bodoh lagi, membanggakan 100 persen produk asing buatan luar negeri sebagai simbol kebanggaan.
"Yang lebih bodoh lagi, dengan adanya kereta cepat, Indonesia digambarkan seolah-olah sudah menjadi negara maju, padahal jumlah rakyat miskin Indonesia menurut kriteria internasional sebagai negara berpendapatan menengah atas mencapai lebih dari 194 juta orang atau sekitar 68 persen dari jumlah penduduk," kata Anthony Budiawan, Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS) kepada Monitorindonesia.com, Selasa (3/11/2025).
Selain itu, ungkapnya, proyek ini 75 persen dibiayai oleh utang, dan sekarang untuk bayar bunga utangnya saja tidak mampu. Kebingungan. "Kondisi seperti ini kok dibanggakan. Yang perlu dibanggakan adalah produk buatan sendiri seperti pesawat CN235 buatan PT Dirgantara Indonesia," jelasnya.
Yang paling penting, lanjutnya, masalah Whoosh saat ini bukan masalah teknologi yang membanggakan atau tidak, tetapi masalah terkait dugaan korupsi dan merugikan keuangan negara.
Seharusnya pemerintah memilih Kereta Cepat Jepang Shinkansen yang jauh lebih murah: paling sedikit 4,5 miliar dolar AS lebih murah dari kereta cepat China (Whoosh) selama durasi proyek 50 tahun.
"Jadi ini yang masalah utama Whoosh, usut dugaan korupsinya: bukan bangga dengan produk asing, dan juga bukan masalah transportasi harus rugi atau untung," katanya.
Sementara pakar kebijakan publik dan transportasi, Agus Pambagio, sebelumnya menyebut proyek tersebut sejak awal sudah bermasalah dan dipaksakan tanpa perencanaan matang.
“Saat itu ada dua orang yang menolak, satu namanya Menhub Ignasius Jonan, kedua saya. Kebetulan kami berdua sama-sama membereskan kereta api,” kata Agus.
Menurut Agus, sejak awal dirinya dan Jonan sudah menilai konsesi proyek kereta cepat terlalu mahal dan tidak masuk akal. Keduanya pun keras menolak dan tidak gentar meski harus dipecat.
Agus menegaskan, Indonesia sebenarnya belum membutuhkan kereta cepat. Apalagi proyek tersebut justru bertentangan dengan semangat Nawacita yang menekankan pembangunan di luar Pulau Jawa. “Tapi kenapa malah dibikinnya di Jakarta–Bandung? Mahal, uangnya dari mana?” tegasnya.
Proyek itu sejatinya sudah masuk dalam kerja sama bilateral dengan Jepang, melalui paket pembangunan kereta cepat Jakarta–Surabaya.
“Jepang kan sudah bantu dari awal. Tahap pertama harusnya sampai Bandung, berhenti di Karawang karena di sana banyak investasi Jepang. Final itu G-to-G. Tapi kok tiba-tiba berubah, diserahkan ke Cina?” herannya.
Perubahan mitra proyek dari Jepang ke Tiongkok, kata Agus, langsung mengubah seluruh skema perhitungan dan desain awal. “Begitu lihat hitung-hitungannya, langsung beda. Di Jepang bunganya 0,1 persen. Tapi setelah ke Cina, malah jadi dua persen. Rutenya pun berubah,” jelasnya.
Sejak lama Ia juga menyoroti potensi kerugian akibat biaya tinggi dan minimnya minat penumpang. Agus menilai, persoalan proyek ini bukan hanya pada biaya konstruksi, tetapi juga pembebasan lahan, bangunan, dan operasional yang kompleks.
Ia mengaku sempat diserang oleh sejumlah relawan Jokowi ketika pertama kali mengkritik proyek ini sembilan tahun lalu. “Yang ribut saat itu relawan, saya bilang nggak masalah di grup-grup itu saya diserang, ya nggak apa-apa. Memang saya nggak ada keinginan mau dapetin proyek tapi ini nggak bener nanti susah. Nah sekarang kejadian sudah saya ingatkan 9 tahun yang lalu,” tandas Agus.
Topik:
Kereta Cepat Whoosh KPKBerita Sebelumnya
Ketua KPK Dituding Pasang Badan untuk Geng SOP di Kasus Whoosh
Berita Selanjutnya
KPK Siap Lawan Gugatan Praperadilan Paulus Tannos
Berita Terkait
Dugaan Korupsi Coretax Rp 1,2 T Era Srimul Melempem di KPK, Apa Perlu Diambil Alih Kejagung?
5 menit yang lalu
KPK Dalami Peran Sesditjen Kemenkes Andi Saguni dalam Kasus Korupsi Proyek RSUD Koltim
9 jam yang lalu