Akankah Mereka yang Kena Prank Ferdy Sambo Dapat Dihukum?

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 21 Agustus 2022 05:25 WIB
Jakarta, MI - Praktisi hukum Tegar Putuhena menilai proses hukum dalam kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat atau Brigadir J haruslah difokuskan pada pelaku tindak pidana utama dan penghalang penyidikan atau obstruction of justice. Namun, kata dia, mereka yang dibohongi atau kena prank tidak bisa dipersangkakan dengan obstruction of justice. Banyak orang yang terkena prank dari skenario mantan Kadiv Propam Polri itu, mulai dari Kapolri, Komnasham, Kompolnas, Pengacara hingga pihak-pihak lainnya. “Tidaklah benar jika orang-orang yang kena prank (berita bohong) harus dihukum. Gak fair. Justru saat ini kita harus fokus pada pelaku utama dan pelaku obstruction of justice atau menghalangi penyidikan, kata Tegar dikutip pada, Minggu (21/8). Sebagaimana diketahui, Menkopolhukam Mahfud MD sempat mengungkapkan bahwa ada tiga pihak dalam kasus pembunuhan Brigadir J, yaitu pelaku tindak pidana utama, pelaku obstruction of justice, dan mereka yang kena prank (dibohongi). Tegar melenjutkan, bahwa seseorang tidak bisa dihukum hanya karena secara kebetulan berada di tempat dan waktu yang salah atau pihak yang kena prank “Unsur kesengajaan mengandung makna willen en weten, menghendaki dan mengetahui," jelasnya. Jika, tambah Tegar, seseorang menghendaki melakukan suatu tindak pidana tanpa mengetahui saja tidak bisa dipidana. Apalagi kalau yang bersangkutan bahkan tidak mengetahui. "Maka unsur dengan sengaja yang tidak terpenuhi," tutupnya. Perlu diketahui, bahwa obstruction of Justice sendiri telah diatur pada Pasal 221 KUHP ayat 1 dan 2. Dalam ayat 1 dijelaskan ancaman pidana bagi seseorang yang menolong atau menyembunyikan orang lain yang melakukan tindak kejahatan dengan tujuan agar orang yang bersangkutan terhindar dari penyidikan dan penahanan. Sedangkan dalam ayat 2 dijelaskan ancaman pidana bagi seseorang yang bermaksud menghalang-halangi atau menutupi jalannya penyidikan atas suatu kejahatan. Jadi, melihat dari sifatnya, obstruction of justice ini bertujuan untuk menghentikan atau menghalangi suatu proses hukum terhadap pelaku tindak pidana. Pada kasus kematian Brigadir J itu, Komnas HAM sebelumnya menemukan dugaan terjadinya obstruction of justice. Salah satu diantaranya adalah perusakan Tempat Kejadian Perkara (TKP) sampai pengaburan cerita kronologis peristiwa tersebut. Dalam kasus ini, sebelumnya Polri telah menetapkan enam orang sebagai pelaku obstruction of justice atau menghalangi penyidikan. Mereka adalah FS, BJP HK, AKBP ANP, AKBP AR, Kompol BW dan Kompol CP. Kemudian, kemarin timsus bentukan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo juga telah menyerahkan berkas empat tersangka kasus pembunuhan Brigadir J ke Kejaksaan Agung. Empat orang itu adalah, Irjen Ferdy Sambo, Bharada E alias Richard Eliezer Pudihang Lumiu, Brigadir Ricky Rizal dan Kuat Maruf. Sementara Putri Candrawathi yang merupakan istri Ferdy Sambo yang juga menjadi tersangka ke lima dalam kasus ini dan dia juga belum menjalani penahanan karena beralasan sedang sakit. Kini total tersangka kasus ini berjumlah lima orang yang dijerat dengan Pasal 340 tentang pembunuhan berencana subsider Pasal 338 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 56 KUHP. #Prank Ferdy Sambo