Pengacara Keluarga Brigadir J Sebut Ferdy Sambo Terkonfirmasi Pasal Pembunuhan Berencana (340 KUHP)

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 25 Desember 2022 14:41 WIB
Jakarta, MI - Sidang kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J, telah berlangsung sejak bulan Oktober 2022, termasuk pada tidak pidana menghalangi proses hukum yang berlangsung atau Obstruction of Justice. Sidang kasus itu bahkan terus dilanjutkan pada pekan terakhir 2022 tanpa libur akhir tahun meskipun telah diminta oleh kuasa hukum dan jaksa penuntut umum. Kasus ini masih menjadi perhatian masyarakat, karena hingga detik ini apa alasan sebenarnya yang menjadi dasar pembunuhan terhadap Brigadir J. Publik berharap dalam persidangan nanti akan terungkap semuanya. Seperti yang diketahui, hingga kini motif pembunuhan yang diklaim oleh Ferdy Sambo, masih bersikukuh terhadap dugaan pelecehan seksual kepada Putri Candrawathi yang disebut-sebut dilakukan oleh Brigadir J. Meskipun dalam perjalanannya mengungkap kasus ini, penyidik tidak menemukan adanya unsur tersebut. Martin Lukas Simanjuntak salah satu kuasa hukum keluarga Brigadir J memiliki pandangan berbeda soal dugaan kekerasan seksual yang disebut menjadi pemantik kemurkaan Ferdy Sambo. Tak ada saksi yang melihat langsung tentang pelecehan seksual terhadap Putri Candrawathi, yang katanya terjadi di Magelang. Menurutnya yang ada hanyalah kesaksian korban hingga hasil asesmen psikiater, yang dinilai sudah membantu Putri yang melakukan kebohongan. "Biasanya kalau dalam kriminal untuk menentukan motifnya itu didasarkan oleh keterangan para korban, para terdakwa atau tersangka atau saksi lainnya. Namun dalam hal ini sebenarnya para terdakwa ataupun tersangka sebelumnya sudah diberikan keleluasaan yang sangat luas untuk mendalikan sebenarnya apa sih peristiwa yang terjadi," kata Martin dikutip Monitor Indonesia, pada Minggu (25/12). Namun mereka, lanjut Martin, terbukti ataupun terkonfirmasi melakukan suatu laporan palsu lalu melakukan suatu rekayasa kasus pembunuhan Brigadir J. "Pada saat itu juga terjadi penyetopan penyidikan  atau SP3 terhadap dugaan kekerasan seksual tersebut, Komnas HAM, Komnas perempuan itu pasti memberikan ruang untuk menyelidiki tetapi sedikit soal locus tempus terhadap peristiwa kekerasan seksual awalnya di diberhentikan dipindahkan ke Magelang," ungkapnya. "Kita jangan lupa bahwa ketika diperiksa seluruh terdakwa yang pada saat itu saat itu menjadi tersangka, diperiksa menggunakan lie detector," sambungnya. Hasilnya, lanjut Martin, apa yang ada dalam surat dakwaan tidak ada yang namanya motif kekerasan seksual ataupun pemerkosaan. Jaksa itu, tegas dia, sangat berhati-hati menuliskan surat dakwaan kasus tersebut. Tuduhan yang dilakukan oleh Putri, menurut Martin, itu hanya klaim sepihak yang belum dapat dipastikan kebenarannya. "Jadi menurut saya dakwaan itu sebenarnya sudah final, nanti tinggal disesuaikan dengan pemeriksaan dengan saksi-saksi yang sudah diperiksa oleh Hakim di depan persidangan. Baik jaksa penuntut umum maupun penasehat hukum dan juga nanti disesuaikan dengan alat bukti yang lain," bebernya. Sehingga, tambah Martin, nanti Hakim bisa berani memutuskan motif. Menurutnya, motif kasus ini sudah jelas. "Tapi kalau saya lebih percaya sebenarnya informasi soal pelecehan yang benar adalah mungkin saja yang mau dilakukan kekerasan seksual adalah almarhum Brigadir Yosua. Sehingga dia lebih baik dibunuh daripada kalau dia dilaporkan ke polisi dan Yosua memberikan kesaksian yang yang berbeda. Itu justru akan membuat malu si pelapor maupun suaminya yang yang menjadi Kadiv Propam Polri saat itu," ungkapnya. Untuk itu, bagi Martin, sudah terbukti dengan pasal 340 pembunuhan berencana sisanya hanya pelengkap saja, keterangan ahli untuk menyesuaikan apakah memang benar ada penembakan di Duren tiga, lalu apakah masih ada perbuatan-perbuatan yang lain yang belum terekspos di depan persidangan. "Itu kan hanya pelengkap saja tapi kalau mengenai siapa aktor intelektual itu sudah terkonfirmasi," ujarnya. Selain itu, Martin Lukas Simanjuntak juga sebelumnya mengatakan kualitas Jaksa Penuntut Umum akan diragukan publik apabila Ferdy Sambo tidak dihukum dengan Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana. “Kalau berkas sudah P-21 dengan konstruksi 340, tentu paradigma atau mindset Jaksa tidak mungkin tidak optimistis. Karena kalau tidak kena 340, survei yang membuktikan JPU sekarang kualitasnya yang paling baik, tentu akan diragukan publik,” kata Martin Lukas di PN Jakarta Selatan, Senin (17/10) lalu. Ia mengatakan ini membuat beban berat ada di Kejaksaan karena tugas JPU mesti melakukan pembuktian dan penuntutan. Akan tetapi, Martin optimistis dengan kualitas JPU dan menyemangati kejaksaan agar bekerja profesional dan berintegritas. Menurutnya, sampai saat ini dakwaan yang dibacakan JPU objektif dan relevan terhadap apa yang dilaporkan pihaknya. Jaksa, kata dia, tidak menerima motif kekerasan seksual yang disodorkan terdakwa begitu saja. “Dakwaan ini kan dakwaan berlanjut, kumulatif dari subsideritas. Dakwaan pertama itu pembunuhan berencana dan subsidernya Pasal 338 KUHP. Lalu dakwaan kedua itu UU cyber crime dan juga obstruction of justice. Namun bukan yang spesialis, tetapi yang ada di KUHP, yaitu Pasal 223 dan 221,” kata dia. Martin mengatakan pihaknya telah menerima sebanyak 97 halaman surat dakwaan dalam bentuk salinan lunak. Sejauh ini, kata dia, dakwaan yang dibacakan sama persis seperti yang ia terima. Namun ia berharap peristiwa ini tidak boleh keluar dari konteks peristiwa pembunuhan berencana. “Kami berharap dapat ditemukan kebenaran materiil dan pelaku yang bersalah dapat dihukum seadil-adilnya,” pungkasnya.

Topik:

Ferdy Sambo