Kesiapan Dana Pembangunan Pembangkit EBT Belum Memadai, BPK: Dari Investasi Rp230,2 T, hanya Rp138,2 T yang Terealisasi

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 28 Oktober 2024 16:26 WIB
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI (Foto: Dok MI/Aswan)
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI (Foto: Dok MI/Aswan)

Jakarta, MI - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI menemukan kesiapan pendanaan pembangunan pembangkit energi baru dan terbarukan (EBT) di Indonesia belum memadai. 

Dalam laporannya, BPK menilai terdapat keterbatasan operator listrik untuk mendanai pembangunan pembangkit EBT. 

Berdasarkan catatan BPK, realisasi pendanaan yang tersedia untuk pembangunan infrastruktur tenaga listrik dalam Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) PLN selama 2021 s.d. semester I-2023 di bawah kebutuhan pendanaan yang diperlukan. 

“Dari investasi yang dianggarkan sebesar Rp230,2 triliun hanya terealisasi sebesar Rp138,2 triliun atau sebesar 60,03% dari RKAP atau sebesar 28,39% dari proyeksi investasi Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik [RUPTL],” tulis BPK dalam laporan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester I-2024, dikutip Monitorindonesia.co, Senin (28/10/2024). 

Selain itu, BPK menilai skema pendanaan pengembangan EBT belum terealisasi secara optimal di mana belum ada penyusunan komite pengarah yang mendukung skema pendanaan energy transition mechanism (ETM), serta belum terbentuknya struktur tata kelola Just Energy Transition Partnership (JETP).

Hal tersebut mengakibatkan tidak tercapainya proyek pengembangan EBT dan bauran EBT sesuai target dan potensi defisit kelistrikan di beberapa daerah.

Dengan demikian, BPK telah merekomendasikan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia untuk segera melakukan perbaikan. Salah satunya, berkoordinasi dengan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenkomarves), Kementerian Keuangan, dan Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk mendorong penyusunan komite pengarah skema pendanaan ETM.

Kemudian, penyusunan struktur tata kelola JETP, mengidentifikasi secara detail skema, sumber, dan pembagian porsi pendanaan serta mendorong lembaga keuangan dalam negeri untuk mampu membiayai pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan dengan suku bunga yang kompetitif.

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memproyeksikan kebutuhan investasi untuk mengembangkan pembangkit listrik dengan energi baru terbarukan (EBT) mencapai US$55,18 miliar (atau setara Rp901,2 triliun asumsi kurs saat ini) hingga 2030.

Dengan demikian, investasi menjadi salah satu tantangan untuk mencapai target bauran EBT yang sebelumnya dicanangkan 23% pada 2025.

“Kalau banyak pertanyaan kenapa 23% belum tercapai? jawabannya karena investasinya tidak ada,” ujar Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Eniya Listiani Dewi dalam agenda Green Economy Expo, Kamis (4/7/2024).

Topik:

BPK Temuan BPK ESDM