BLBI 1998: Skandal Penyalahgunaan Wewenang yang Mengguncang Kredibilitas Bank Sentral


Jakarta, MI - Direktur Center for Budget Analysis (CBA), Uchok Sky Khadafi, kembali mengungkap dugaan besar penyalahgunaan wewenang dalam penyaluran dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) tahun 1998. Ia mendesak agar Presiden dan DPR tidak tinggal diam, dan segera turun tangan untuk mengusut serta menuntaskan masalah yang sangat meresahkan ini.
Kasus BLBI 1998, yang melibatkan oknum dari Bank Indonesia (BI) yang berkolaborasi dengan sejumlah bank swasta, telah mengungkap fakta yang sangat memprihatinkan terkait perekonomian nasional. Kepercayaan masyarakat terhadap BI sebagai lembaga yang seharusnya menjaga stabilitas ekonomi kini terancam, bahkan berada di ambang kehancuran. Selasa (21/1/2025).
Uchok menegaskan bahwa persoalan ini lebih dari sekadar pelanggaran aturan, namun juga mengancam integritas serta kredibilitas BI yang selama ini menjadi pilar utama sistem keuangan Indonesia. Menurut dokumen yang diteliti oleh CBA, ada empat kali penyaluran dana dari Bank Indonesia ke rekening yang terindikasi direkayasa, dengan total mencapai Rp1,015 triliun.
Penyaluran dana tersebut terjadi pada beberapa waktu, yakni pada 6 Oktober 1997 sebesar Rp239,6 milyar, 12 November 1997 sebesar Rp120,6 milyar, 11 Desember 1997 sebesar Rp159,5 milyar, dan pada 31 Desember 1997 sebesar Rp486,2 milyar. Semua penyaluran tersebut mencurigakan, karena diduga kuat melibatkan pihak-pihak tertentu yang tidak bertanggung jawab.
Sebelumnya, pada Kamis pekan lalu, CBA menyoroti adanya rekening rekayasa jenis individual atas nama Centris International Bank (CIB) dengan nomor 523.551.000 yang bisa ikut melakukan transaksi kliring dalam call money overnight antara Bank Centris Internasional (BCI) nomor 523.551.0016, dengan sejumlah bank swasta, seperti Bank Mega, Bank Sino, dan Bank BTPN.
"Rekening rekayasa ini bukan sekadar kesalahan administratif, tetapi merupakan pelanggaran serius terhadap aturan perbankan yang berlaku. Perbuatan ini memperlihatkan bagaimana kepentingan segelintir pihak mampu mengorbankan integritas sistem keuangan nasional," tutur Uchok.
Desakan kepada Presiden dan DPR
Uchok mendesak agar Presiden Prabowo Subianto dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) segera bertindak tegas, tidak membiarkan masalah ini tanpa penyelesaian. Ia menegaskan bahwa kasus ini tidak bisa dianggap sepele dan harus segera diselesaikan secara menyeluruh.
"Presiden dan DPR harus segera memanggil pihak-pihak yang terlibat dan menggelar rapat khusus untuk mengusut tuntas perkara ini. Jangan anggap remeh dan main-main dengan masalah yang menyangkut kepercayaan publik terhadap bank sentral," tegasnya.
Lebih lanjut, Uchok menekankan bahwa dampak dari kasus ini tidak hanya akan merugikan keuangan negara, tetapi juga mengancam stabilitas sistem perbankan nasional.“Integritas BI sebagai bank sentral dipertaruhkan. Jika ini terus dibiarkan, kepercayaan investor terhadap sistem keuangan kita akan runtuh,” tambahnya.
Surat Terbuka dari Pemegang Saham Bank Centris
Pemegang saham Bank Centris Internasional kini juga menyampaikan surat terbuka kepada Presiden Prabowo Subianto, meminta agar kasus penyalahgunaan wewenang ini segera ditindaklanjuti. Mereka menekankan perlunya perhatian serius dari Presiden, mengingat kasus ini telah berlangsung lebih dari dua dekade tanpa ada penyelesaian yang jelas.
Surat terbuka tersebut menyoroti adanya rekening rekayasa di BI sebagai bukti nyata penyalahgunaan wewenang yang melibatkan otoritas keuangan negara. Mereka juga melaporkan adanya praktik "bank dalam bank di Bank Indonesia"pada masa penyaluran dana BLBI, serta mendesak agar oknum-oknum yang terbukti terlibat segera ditindak tegas.
Surat terbuka tersebut sekaligus mengingatkan dampak yang terjadi bila persoalan tidak diselesaikan dengan baik dan benar secara tuntas. Antaralain, timbulnya pkrisis kepercayaan. Bank-bank nasional dapat kehilangan kepercayaan terhadap Bank Indonesia, yang dapat memicu terjadinya penarikan SBN dan produk lainnya senilai Rp4.500 triliun.
Krisis keuangan yang disebabkan oleh penarikan dana secara besar-besaran berpotensi mengeringkan likuiditas negara, sehingga mempengaruhi produk-produk keuangan Indonesia, seperti Letter of Credit (LC), yang kemudian tidak lagi diterima di pasar global. Hal ini dapat memicu terjadinya rush perbankan, di mana nasabah secara serentak menarik dana mereka dari bank, yang pada gilirannya memperburuk kondisi ekonomi.
Ancaman terhadap Kredibilitas Ekonomi Indonesia
Uchok menegaskan bahwa Presiden dan DPR perlu memperhatikan hal tersebut. Ia menjelaskan, kasus ini menambah deretan panjang skandal keuangan yang mencoreng wajah perekonomian Indonesia. Keberadaan rekening rekayasa yang memungkinkan transaksi ilegal menunjukkan lemahnya pengawasan dan pengendalian di tubuh BI pada saat itu. Situasi ini menjadi ancaman nyata bagi kredibilitas Indonesia di mata internasional.
“Negara ini membutuhkan ketegasan dalam menegakkan hukum. Jika kasus sebesar ini tidak diselesaikan dengan tuntas, bagaimana kita bisa berharap investor percaya pada integritas sistem keuangan kita?”ungkap Uchok.
Sekarang, keputusan ada di tangan Presiden dan DPR. Masyarakat menantikan langkah nyata untuk memulihkan kepercayaan terhadap institusi yang menjadi pilar utama perekonomian nasional.
Topik:
penyalahgunaan-penyaluran-blbi bank-indonesia bi kasus-blbi-1998 perekonomian-nasionalBerita Sebelumnya
Bursa Suspensi Saham dan Waran CMNP Setelah Lonjakan Harga Drastis
Berita Selanjutnya
Hari Ini! Harga CPO Kembali Menguat
Berita Terkait

KPK akan Periksa Semua Anggota Komisi XI DPR (2019-2024) soal Korupsi CSR BI, Ini Daftarnya
1 Oktober 2025 09:54 WIB

Rupiah Tembus Rp16.775 per Dolar AS, BI Kerahkan Jurus Stabilisasi
26 September 2025 10:24 WIB