Turunkan Tarif Impor Produk AS atau Terima Kenaikan Tarif Resiprokal dengan Lapang Dada?

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 4 April 2025 21:00 WIB
Kawasan Bundaran HI di Jakarta, Minggu (7/11/2022)
Kawasan Bundaran HI di Jakarta, Minggu (7/11/2022)

Jakarta, MI - Dunia terguncang. Tiga April 2025, bursa saham global membara. Indeks Dow Jones turun 3,98 persen, S&P 500 turun 4,84 persen, Nasdaq turun 5,97 persen. Di Eropa, indeks DAX Jerman turun 3,01 persen, FTSE 100 Inggris turun 1,55 persen, CAC 40 Perancis turun 3,31 persen, dan AEX Belanda turun 2,67 persen.

Sebelumnya, indeks Nikkei 225 Tokyo anjlok 2,77 persen, Hang Seng Hong Kong minus 1,52 persen, Kospi Korea Selatan minus 0,76 persen. Hari ini, bursa saham global masih lanjut merah.

Episentrum guncangan disebabkan oleh kebijakan Presiden Donald Trump yang resmi memberlakukan tarif impor tambahan, yang disebut tarif resiprokal, kepada hampir semua negara di dunia.

Trump berpendapat, perdagangan dunia selama ini tidak adil dan merugikan Amerika Serikat. Tarif impor AS relatif jauh lebih rendah dibandingkan tarif impor negara partner dagang lainnya, seperti China, dan juga Indonesia. Akibatnya, neraca perdagangan AS mengalami defisit dengan hampir seluruh negara mitra dagang.

Defisit neraca perdagangan AS tahun 2022, 2023 dan 2024 masing-masing mencapai 951,2 miliar (2022), 773,4 miliar (2023), dan naik lagi menjadi 918,4 miliar dolar AS pada 2024.

Oleh karena itu, Trump memberlakukan tarif impor resiprokal untuk mengurangi defisit neraca perdagangan AS, dengan menyetarakan tarif impor AS dengan tarif impor negara mitra dagang lainnya.

Trump mengenakan tarif impor dasar 10 persen kepada semua negara, ditambah tarif impor resiprokal yang besarnya bervariasi untuk setiap negara mitra dagang, tergantung dari berapa selisih tarif impor kedua negara saat ini, dengan juga memperhatikan apakah ada hambatan non-tarif terhadap produk AS.

Target Trump adalah negara yang masuk daftar ‘Dirty 15’, yaitu 15 negara yang menyumbang defisit terbesar kepada neraca perdagangan AS. Indonesia masuk dalam daftar ‘Dirty 15’. Indonesia dikenakan tarif resiprokal 32 persen, di atas tarif dasar 10 persen.

"Negara yang dikenakan tarif resiprokal, termasuk Indonesia, hanya mempunyai dua pilihan. Turunkan tarif impor terhadap semua produk AS, atau menerima kenaikan tarif resiprokal dengan lapang dada," kata Anthony Budiawan, Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS) kepada Monitorindonesia.com, Jumat (4/4/2025).

Atau, pilihan ketiga. Kalau Indonesia merasa tarif resiprokal Trump tidak benar, atau ngawur, Indonesia bisa membalas dengan menaikkan tarif impor tambahan, alias tarif resiprokal, terhadap semua produk AS, yang nantinya pasti akan dibalas lagi oleh Trump?

Anthony Budiawan
Anthony Budiawan (Foto: Istimewa)

"Yang jelas, sejauh ini India tidak berani. Vietnam juga tidak berani. Mereka memilih kompromi dan negosiasi. Yang jelas, dampak tarif resiprokal Trump sudah membuat ekonomi dunia terguncang, pasar saham global anjlok. Bagaimana dampaknya terhadap ekonomi Indonesia," demikian Anthony Budiawan.

Pada Rabu petang (2/4/2025) waktu Washington, atau Kamis pagi (3/4/2025) waktu Jakarta, Donald Trump mengumumkan daftar tarif dasar dan bea masuk pada banyak mitra dagang negeri itu. 

Trump menyebut hari di mana pengumuman itu disampaikan sebagai “Hari Pembebasan”. Indonesia tak luput dari sengatan “Hari Pembebasan” tersebut.

Dalam daftar yang disampaikan, Indonesia dikenai tarif timbal balik sebesar 32 persen. “Dalam banyak kasus, terutama dalam hal perdagangan, kawan lebih buruk daripada lawan,” kata Trump di saat mengumumkan kebijakan itu di Gedung Putih. “Kita mensubsidi banyak negara dan membuat mereka berbisnis dan maju,” lanjutnya.

“Mengapa kita melakukan ini? Maksud saya, kapan kita bisa mengatakan kalian harus bekerja untuk diri sendiri… Kita akhirnya mengutamakan Amerika," kata Trump.

Menurut dia, defisit perdagangan bukan lagi sekadar masalah ekonomi. Defisit, lanjut Trump, adalah kondisi darurat nasional, sembari mengangkat papan berisi daftar negara dan tarif baru yang dikenakan AS pada mereka. "Itu adalah deklarasi kemerdekaan kita," kata Trump dari Taman Mawar, Gedung Putih.

Besaran tarif yang dikenakan terhadap Indonesia hanya berbeda 2 persen dari China, “lawan berat” AS, yaitu 34 persen. Dua negara ASEAN, yakni Thailand dan Vietnam, juga mendapat “tekanan” tarif yang cukup besar, masing-masing 36 persen dan 46 persen.

Merujuk laman resmi Kementerian Perdagangan RI, AS memang merupakan penyumbang surplus perdagangan nonmigas nasional tahun 2024. Angka surplus perdagangan Indonesia-AS sebesar 16,08 miliar dollar AS dari total surplus perdagangan nonmigas 2024, yaitu sebesar 31,04 miliar dollar AS. 

Ekspor nonmigas Indonesia ke AS antara lain berupa garmen, peralatan listrik, alas kaki, dan minyak nabati.

Sebelum mengumumkan tarif timbal balik baru itu, Trump telah mengenakan bea masuk sebesar 20 persen untuk semua produk yang diimpor dari China. Ia pun telah mengenakan bea masuk sebesar 25 persen untuk baja dan aluminium yang diekspor ke AS.

Dunia diprakirakan akan segera bersikap atas langkah Trump. Sebelum pengumuman itu disampaikan, aktivitas manufaktur di seluruh dunia dikabarkan melambat. Pasar keuangan bergejolak karena investor menunggu pengumuman Trump.

Sementara mitra dekat AS, yaitu Uni Eropa dan Kanada, bersiap membalas. Dalam daftar tersebut, Uni Eropa dikenai tarif sebesar 20 persen.

Sejauh ini, Uni Eropa dan Kanada sudah menyatakan siap membalas kebijakan Trump itu. ”Kami akan berjuang demi ekonomi Kanada,” kata Perdana Menteri Mark Carney.

Uni Eropa yang dituduh Trump telah merugikan ekonomi AS menyatakan siap berunding, tetapi sudah menyiapkan langkah balasan terhadap tarif AS jika tetap diberlakukan. PM Inggris Keir Starmer mengaku melakukan pembicaraan produktif dengan Trump.

Ekonom Deutsche Bank, bank utama di Jerman, Matthew Luzzetti, mengatakan, jika Hari Pembebasan adalah harga mati penetapan tarif, dampak ketidakpastian global yang dipicunya akan mengurangi pertumbuhan ekonomi setidaknya 1 persen hingga beberapa kwartal ke depan. 

"Jika ketidakpastian ini berkepanjangan, dampaknya akan berlipat ganda,” kata Luzzeti. (an)

Topik:

Tarif Trump Donald Trump