Perang Dagang Bukan Isu Lokal, Tapi Ancaman Dunia


Jakarta, MI - Di tengah ketidakpastian yang melanda ekonomi global, perang dagang menjadi ancaman yang dapat memperburuk kondisi perekonomian dunia, risiko perlambatan ekonomi global pun semakin nyata.
Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump baru-baru ini mengumumkan kebijakan baru berupa tarif bea masuk yang lebih tinggi terhadap barang-barang impor, sebagai bagian dari upaya untuk menekan negara-negara yang dianggap merugikan ekonomi AS.
Kebijakan ini bukan tanpa konsekuensi. Banyak yang khawatir bahwa langkah ini akan memicu negara lain untuk melakukan aksi balas dendam, menciptakan perang dagang dengan skala yang lebih luas.
Hingga saat ini, China menjadi yang pertama mengumumkan kebijakan retalisasi atau balas dendam. Negeri Tirai Bambu ikut menerapkan tarif tinggi terhadap produk impor asal Negeri Paman Sam.
"Langkah AS dengan tarif resiprokal dan tarif retaliliasi oleh RRT (Republik Rakyat Tiongkok/China) menimbulkan korban. Korban pertama adalah economic growth melemah," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam jumpa pers di kantornya, Jakarta, Rabu (30/4/2025).
Sri Mulyani menyampaikan bahwa Dana Moneter Internasional (IMF) semula memperkirakan pertumbuhan ekonomi global tahun ini di 3,2%. Namun kini direvisi ke bawa menjadi 2,8%.
"Penurunan signifikan," ujarnya.
Dia juga menyoroti perlambatan ekonomi yang diprediksi terjadi di AS. Menurutnya, IMF telah memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi AS dari sebelumnya 2,7% menjadi hanya 1,8% pada tahun ini.
"Ini menjadi perdebatan sengit di AS. Apakah itu (kebijakan tarif) adalah right policy untuk menjaga inflasi atau growth," jelas Sri Mulyani.
Untuk China, IMF memangkas proyeksi pertumbuhan ekonominya pada 2025 menjadi 4%, turun dari estimasi sebelumnya yang sebesar 4,6%.
Indonesia pun tidak luput dari revisi ke bawah. IMF kini memperkirakan pertumbuhan ekonomi nasional pada tahun ini hanya akan mencapai 4,7%, lebih rendah dari proyeksi sebelumnya yang sebesar 5,1%.
"Kalau melihat koreksi di Indonesia relatif lebih kecil, tetapi tidak berarti tidak terkoreksi. Kita perlu kerja keras untuk membuat kompensasi mitigasi dari lingkungan global yang tidak bisa kita kontrol sepenuhnya," pungkas Sri Mulyani.
Topik:
perang-dagang ekonomi-global kebijakan-tarif-trump sri-mulyani