Mengupas Negosiasi Tarif Indonesia-AS: Ini Faktanya


Jakarta, MI - Indonesia, yang terkena tarif resiprokal sebesar 32% dari Amerika Serikat (AS), saat ini sedang berusaha mengurangi beban tarif melalui negosiasi dengan negara tersebut.
Sejak 16 April 2025, pemerintah Indonesia telah melakukan pertemuan penting dengan berbagai pemangku kepentingan di AS, yang diwakili oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Senin (12/5/2025).
Berikut adalah 5 fakta terkait negosiasi tarif antara Indonesia dan AS:
1. Bertemu United States Trade Representative (USTR) hingga Menteri Keuangan AS
Dalam kunjungan ke AS untuk membahas tarif, pemerintah Indonesia mengadakan pertemuan dengan sejumlah pemangku kepentingan, termasuk Perwakilan Dagang AS (USTR) dan Menteri Keuangan AS, Scott Bessent.
Pada 18 April 2025, Airlangga menyampaikan bahwa delegasi Indonesia telah melakukan berbagai pertemuan dengan sejumlah otoritas utama pemerintah AS, termasuk USTR dan Secretary of Commerce untuk membahas penyesuaian tarif perdagangan yang berdampak pada produk ekspor Indonesia.
Kemudian, pada 23 April 2025, Airlangga bertemu dengan Presiden dan CEO dari United States-ASEAN Business Council (US-ABC) Ted Osius, bersamaan dengan acara Round Table Discussion US-ABC.
Dalam pertemuan tersebut, Pemerintah Indonesia menyampaikan upaya dan kebijakan yang sedang disiapkan untuk mendukung iklim investasi dan perdagangan yang lebih terbuka dan kompetitif.
Langkah-langkah tersebut mencakup relaksasi kebijakan TKDN khususnya di sektor Teknologi Informasi Komunikasi (TIK) dan sektor kesehatan, fasilitasi perdagangan melalui penyederhanaan prosedur impor, bea cukai, serta penguatan kebijakan neraca komoditas agar lebih adaptif terhadap kebutuhan industri dan perdagangan internasional.
Lebih lanjut, pada 25 April 2025, Airlangga dan Sri Mulyani bertemu dengan Bessent, Airlangga menyampaikan posisi posisi Indonesia dalam mengatasi defisit neraca perdagangan AS terhadap Indonesia.
"Kami mendukung perdagangan yang fair and square. Indonesia akan meningkatkan pembelian pada berbagai komoditas utama seperti Minyak dan Gas, serta Produk-produk Pertanian,” ujar Airlangga dalam siaran pers.
2. Indonesia Merupakan Negara Pertama yang Memulai Negosiasi
Pemerintah kerap menekankan bahwa Indonesia menjadi salah satu negara yang paling awal melakukan proses negosiasi.
Dalam taklimat media pada 25 April 2025, Sri Mulyani menyatakan Indonesia sebagai salah satu negara yang paling awal melakukan negosiasi tentu memiliki keuntungan.
Ia membeberkan karakter Presiden AS Donald Trump biasanya memberikan keuntungan kepada negara awal yang melakukan negosiasi.
Informasi tersebut disampaikan oleh Menteri Keuangan Amerika Serikat atau Secretary of the Treasury Scott Bessent dalam pertemuan dengan Sri Mulyani.
Namun, Sri Mulyani menggarisbawahi keputusan pada akhirnya akan berada di Trump. Sehingga, seluruh jalur yang dilakukan untuk berkomunikasi dan menyampaikan berbagai proposal agar saling menguntungkan Indonesia dan AS menjadi penting.
"Itu yang tadi disampaikan Bessent, tetapi keputusan pada akhirnya akan ada di Presiden Donald Trump," ungkap Sri Mulyani.
3. Tawaran Indonesia
Airlangga mengatakan Indonesia telah menyampaikan sejumlah tawaran kepada AS antara lain dengan meningkatkan pembelian energi, produk Pertanian, dan Engineering, Procurement, Construction (EPC), memberikan insentif dan fasilitas bagi perusahaan Amerika Serikat dan Indonesia.
Lalu, membuka dan mengoptimalkan kerja sama mineral kritis (critical mineral), memperlancar prosedur dan proses impor untuk produk Amerika Serikat, dan mendorong investasi strategis dengan skema business to business.
Indonesia juga menekankan pentingnya penguatan kerja sama di bidang pendidikan, ilmu pengetahuan, ekonomi digital, dan jasa keuangan.
Selain itu, Indonesia mendorong penetapan tarif yang lebih rendah dari negara kompetitor untuk produk ekspor utama yang tidak akan bersaing dengan industri dalam negeri di Amerika Serikat seperti Garmen, Alas Kaki, Tekstil, Furnitur, dan Udang.
Airlangga juga menyampaikan pentingnya memastikan ketahanan rantai pasok dari produk strategis dalam menjaga economic security.
“Target negosiasi yang sedang berjalan ini yang penting Indonesia mendapatkan tarif yang lebih rendah dan tarif yang diberlakukan untuk Indonesia ini seimbang dengan negara-negara lain. Untuk target lainnya tentu kita lihat sesuai dengan pembahasan daripada tim negosiasi yang mungkin akan berlangsung satu, dua, atau tiga putaran,” tuturnya.
Di sisi yang lain, Airlangga menjelaskan, permintaan Indonesia untuk mendapatkan penurunan tarif ekspor dari RI ke AS, khususnya terhadap ekspor 20 produk utama Indonesia, karena selama ini tarif impor Indonesia lebih tinggi dari beberapa negara kompetitor atau produsen barang sejenis dengan ekspor Indonesia ke AS.
Airlangga juga mengungkapkan bahwa tawaran Indonesia kepada AS untuk mewujudkan kerja sama perdagangan yang adil sepenuhnya mengacu kepada kepentingan nasional dan dirancang untuk memberikan setidaknya lima manfaat.
Pertama, memenuhi kebutuhan dan menjaga ketahanan energi nasional. Kedua, memperjuangkan akses pasar Indonesia ke AS, khususnya dengan kebijakan tarif yang kompetitif bagi produk ekspor Indonesia.
Ketiga, deregulasi untuk meningkatkan kemudahan berusaha, perdagangan, dan investasi yang akan menciptakan lapangan pekerjaan. Keempat, memperoleh nilai tambah dengan kerjasama rantai pasok (supply chain) industri strategis dan critical mineral.
Kelima, akses ilmu pengetahuan dan teknologi dalam berbagai bidang, antara lain kesehatan, pertanian, energi terbarukan (renewable energy).
4. Respons dari Amerika Serikat
Juru Bicara Kemenko Perekonomian, Haryo Limanseto, menyampaikan bahwa hasil dari upaya negosiasi tersebut mendorong Pemerintah AS untuk menugaskan USTR sebagai ketua negosiator dalam pembicaraan teknis dengan Indonesia.
Sebagai langkah awal dan dasar bagi kelanjutan diskusi di tingkat teknis, Pemerintah Indonesia bersama USTR telah menandatangani Non-Disclosure Agreement (NDA) terkait Bilateral Agreement on Reciprocal Trade, Investment, and Economic Security.
5. Tindak Lanjut Indonesia
Sebagai bentuk tindak lanjut, delegasi Indonesia membentuk sejumlah satuan tugas melalui penerbitan Keputusan Presiden. Di antaranya adalah Keppres tentang Satuan Tugas Perundingan Perdagangan, Investasi, dan Keamanan Ekonomi antara RI-AS untuk menjalankan perundingan di level teknis dan pembahasan isu-isu teknis dengan AS, Keputusan Presiden tentang Satuan Tugas Peningkatan Iklim Investasi dan Percepatan Perizinan Berusaha, serta Keputusan Presiden tentang Satuan Tugas Perluasan Kesempatan Kerja dan Mitigasi PHK.
Lebih lanjut, negosiasi akan dilanjutkan untuk menyepakati format, mekanisme dan jadwal dengan target waktu 60 hari di mana lebih awal dari tenggat waktu penundaan kebijakan tarif 90 hari. Selain itu, pembahasan teknis secara detail dan pembahasan draft awal perjanjian juga dilakukan dengan target dalam dua minggu.
”Sebelumnya Menko Airlangga juga sudah menghimbau bahwa seluruh pelaku ekonomi harus bersiap-siap dan juga perlu mencari alternatif pasar baru untuk menciptakan peluang baru karena persaingan makin ketat. Competitiveness juga harus didorong, daya saing juga harus diperkuat,” pungkas Haryo dalam siaran pers.
Topik:
tarif-trump negosiasi-tarif amerika-serikat indonesia