KLH Dalami Dampak Tambang Nikel di Raja Ampat terhadap Lingkungan

Rolia Pakpahan
Rolia Pakpahan
Diperbarui 23 Juni 2025 08:22 WIB
Salah Satu Tambang di Raja Ampat (Foto: Ist)
Salah Satu Tambang di Raja Ampat (Foto: Ist)

Jakarta, MI - Pemerintah tengah mendalami potensi kerusakan lingkungan akibat aktivitas tambang nikel di kawasan Raja Ampat, Papua Barat Daya. Pendalaman ini menjadi tindak lanjut setelah izin usaha pertambangan (IUP) di wilayah tersebut dicabut oleh pemerintah.

Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq menyampaikan bahwa saat ini tim kementerian sedang melakukan penelitian lanjutan secara komprehensif, termasuk pengambilan sampel dan keterlibatan para ahli lingkungan.

“Saat ini tim sedang melakukan penelitian lebih detail. Sample sudah kami ambil, para ahli sudah didatangkan untuk kemudian merumuskan dan mudah-mudahan satu bulan sudah ada hasil,” ujar Hanif setelah membuka Hari Lingkungan Hidup 2025 Expo dan Forum di Jakarta, Minggu (22/6/2025).

Ia menyebut bahwa kerusakan lingkungan di kawasan Raja Ampat memang telah terlihat secara kasat mata, tetapi pemeriksaan di laboratorium tetap dilakukan untuk membuktikan kerusakan secara ilmiah.

"Memang secara kasat mata kita sudah bisa melihat kerusakannya. Namun, secara saintifik memang harus dibuktikan dulu, baik melalui lab maupun dengan para ahli," kata Hanif.

Ia menjelaskan, proses kajian mendalam oleh para ahli terkait dampak kerusakan lingkungan diperkirakan memakan waktu sekitar satu bulan. Setelah hasil laboratorium keluar, Kementerian Lingkungan Hidup akan segera menindaklanjutinya dengan mencabut persetujuan lingkungan yang berlaku.

Saat ini, Kementerian Lingkungan Hidup baru membekukan dua persetujuan lingkungan di kawasan tersebut, sementara dua perusahaan lainnya belum memiliki persetujuan lingkungan. 

Terkait keberlanjutan operasional PT Gag Nikel di kawasan tersebut, data dari KLH menunjukkan bahwa perusahaan ini telah memiliki Penilaian Peringkat Kinerja Lingkungan (PROPER) yang baik dalam empat tahun berturut-turut perusahaan itu. 

"Jadi benar-benar sebelum zaman saya itu nilainya bagus. Secara administrasi memang dia merupakan satu dari 13 perusahaan yang dibolehkan menambang. Kemudian secara teknis penambangan memang telah PROPER, artinya nilainya hijau dan biru," pungkas Hanif.

Topik:

tambang-nikel raja-ampat kerusakan-lingkungan klh