Pengadilan Dagang AS Blokir Tarif Trump, Dinilai Melewati Batas Wewenang

Rolia Pakpahan
Rolia Pakpahan
Diperbarui 29 Mei 2025 10:36 WIB
Pengadilan Perdagangan Amerika Serikat Blokir Tarif Trump (Foto: Ist)
Pengadilan Perdagangan Amerika Serikat Blokir Tarif Trump (Foto: Ist)

Jakarta, MI - Kebijakan tarif impor Presiden Donald Trump diblokir Pengadilan Perdagangan Amerika Serikat (AS). 
Dalam putusannya, pengadilan menyatakan Trump telah melampaui batas kewenangannya dengan menerapkan tarif secara menyeluruh terhadap negara-negara yang mengalami surplus perdagangan dengan AS.

Pengadilan yang berbasis di Manhattan itu menegaskan bahwa kewenangan untuk mengatur perdagangan internasional merupakan hak eksklusif Kongres, sebagaimana diatur dalam Konstitusi AS. 

Kekuasaan darurat presiden, menurut pengadilan, tidak dapat digunakan untuk mengambil alih fungsi legislatif tersebut.

“Pengadilan tidak menilai apakah kebijakan tarif Presiden bijaksana atau efektif. Namun, kebijakan tersebut tidak diperbolehkan karena undang-undang federal tidak mengizinkannya,” tulis panel tiga hakim dalam keputusannya pada Rabu (28/5/2025).

Tak lama setelah keputusan diumumkan, pemerintahan Trump langsung mengajukan banding.

Putusan ini muncul dari dua gugatan hukum terpisah, salah satunya diajukan oleh Liberty Justice Center atas nama lima pelaku usaha kecil AS yang mengimpor barang dari negara-negara sasaran tarif, dan satu lagi oleh 13 negara bagian AS.

Para penggugat, yang termasuk importir minuman dari New York dan produsen alat edukasi dari Virginia, menilai tarif tersebut akan menghancurkan bisnis mereka.

Meski begitu, Gedung Putih dan kuasa hukum penggugat belum memberikan tanggapan atas putusan ini.

Sementara itu, Stephen Miller, wakil kepala staf Gedung Putih dan penasihat utama kebijakan Trump menyatakan bahwa putusan itu sebagai “kudeta yudisial yang tidak terkendali” dalam sebuah unggahan di media sosial.

Setidaknya lima gugatan hukum lain terkait tarif Trump masih menunggu proses di pengadilan.

Jaksa Agung Oregon, Dan Rayfield, yang mewakili 13 negara bagian dalam gugatan tersebut, menyebut tarif Trump sebagai kebijakan yang “ilegal, sembrono, dan merusak ekonomi.”

“Putusan ini menegaskan bahwa hukum tetap berlaku, dan keputusan perdagangan tidak bisa dibuat hanya berdasarkan kehendak seorang presiden,” ungkap Rayfield.

Trump berargumen bahwa dirinya memiliki kewenangan luas untuk menetapkan tarif berdasarkan International Emergency Economic Powers Act (IEEPA), sebuah undang-undang yang dirancang untuk menangani ancaman luar biasa selama kondisi darurat nasional, seperti membekukan aset negara musuh.

Trump menjadi presiden pertama yang memanfaatkan IEEPA untuk menerapkan tarif, bukan sanksi.

Departemen Kehakiman berpendapat gugatan tersebut harus ditolak karena para penggugat belum benar-benar membayar tarif tersebut dan karena hanya Kongres, bukan bisnis swasta, yang berwenang menggugat status darurat nasional yang ditetapkan presiden.

Pada april lalu, Trump memberlakukan tarif menyeluruh sebesar 10%, dengan alasan bahwa defisit perdagangan sebagai “darurat nasional,” dan menaikkan tarif untuk negara dengan defisit terbesar dengan AS, terutama China. Namun, sebagian besar tarif tersebut kemudian ditunda atau dikurangi.

Keputusan pengadilan yang membatalkan kebijakan tarif ini langsung memicu reaksi di pasar keuangan. Nilai tukar dolar AS menguat terhadap yen Jepang dan franc Swiss, dua mata uang yang biasa digunakan investor sebagai pelindung nilai dalam ketidakpastian.

Topik:

amerika-serikat donald-trump tarif-dagang pengadilan-dagang-as tarif-trump-diblokir