Bekas GM Antam Abdul Hadi Avicena Tersangka Korupsi Transaksi Emas Rp 1,2 T, Kejagung Diminta Cari Benang Merah yang Hilang

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 5 Februari 2024 15:54 WIB
Mantan General Manager PT Antam, Abdul Hadi Avicena (AHA) mengenakan rompi tahanan Kejagung (Foto: MI/Aswan)
Mantan General Manager PT Antam, Abdul Hadi Avicena (AHA) mengenakan rompi tahanan Kejagung (Foto: MI/Aswan)

Jakarta, MI - Usai menetapkan mantan General Manager PT Antam, Abdul Hadi Avicena (AHA) dan pengusaha properti yang juga crazy rich Surabaya, BS sebagai tersangka di kasus dugaan korupsi penyalahgunaan kewenangan dalam penjualan logam mulia, Kejaksaan Agung (Kejagung) diminta mencari benang merah yang hilang (missing link) dalam perkara tersebut.

"Harus dicari missing link-nya. Jangan sampai nanti ada orang mengambil barang atau merampok (dengan) kerugiannya berapa dan dibiarkan hilang. Ini, kan, uang negara karena Antam (adalah) BUMN," ujar Pakar hukum pidana Universitas Tarumanegara (Untar) Hery Firmansyah kepada wartawan, Senin (5/2).

Hery menegaskan, bahwa upaya hukum harus dimaksimalkan agar kerugian negara yang hilang bisa dikembalikan. Dengan demikina, Kejagung harus mampu menyeret para pelaku lainnya dalam perkara ini.

"Sekalipun terjadi perbedaan judex factie dan judex jurist di setiap jenjang pengadilan perdata, imbas ketidakadaan keseragaman hakim dalam menilai. Ini perlu dilakukan agar tidak dijadikan modus baru dalam melakukan korupsi," bebernya.

Namun yang menjadi aneh dalam perkara ini, kata dia, adalah setiap level pengadilan perdata berbeda semua, baik dari judex factie maupun judex jurist. 

"Kalau enggak salah, kemarin menang-kalah-menang-kalah. Jadi, enggak ada yang sama dari awal itu kalah, dari awal itu menang. Ini yang harus dibaca juga semua hasil putusannya. Ini jangan sampai jadi modus baru untuk pelanggaran-pelanggaran hukum yang kemudian dipakai celahnya," tukasnya.

Empat orang sudah divonis bersalah terkait perkara transaksi 152,8 kg emas Antam senilai Rp92,2 miliar, yakni Kepala BELM Surabaya 1 Antam EA, tenaga administrasi BELM Surabaya I Antam, MD, General Trading Manufacturing and Service Senior Officer AP dan calo EA. Penyidik pun tengah mengkaji konstruksi hukum kasus 7 ton emas Antam senilai Rp3,5 triliun agar tidak nebis in idem.

Adapun kasus ini merupakan kasus lama dan telah melalui beberapa kali persidangan. Bermula pada 2018, ketika Budi Said membeli 7.071 kilogram atau 7 ton emas senilai Rp3,5 triliun dari Eksi Anggraeni yang merupakan marketing dari Butik Emas Logam Mulia (BELM) Surabaya I. 

Budi Said tertarik membeli emas sebanyak itu lantaran tergiur dengan program potongan harga yang disampaikan Eksi.

Ia pun mentransfer secara bertahap uang yang telah disepakati. Sayangnya, Budi hanya menerima sebanyak 5.935 kilogram atau 5,9 ton emas. Kekurangan 1.136 kilogram emas tak pernah ia dapatkan.

Pernah Menang Gugatan

Budi yang merasa tertipu lantas mengirimkan surat ke PT Antam cabang Surabaya. Tak kunjung mendapat jawaban, ia pun bersurat ke Antam Pusat di Jakarta yang kemudian menyatakan bahwa Antam tidak pernah menjual emas dengan harga diskon.

Budi lantas melayangkan gugatan terhadap PT Antam ke Pengadilan Negeri (PN) Surabaya pada Januari 2020. 

Setelah melalui persidangan, PN Surabaya akhirnya memenangkan gugatan tersebut. Majelis hakim PN Surabaya menginstruksikan PT Antam untuk mengirimkan emas yang kurang kepada Budi.

Saling Gugat

Pada Agustus 2021, pihak Antam mengajukan gugatan ke Pengadilan Tinggi (PT) Surabaya. Majelis Hakim selanjutnya memutuskan untuk membatalkan putusan PN Surabaya dan menolak gugatan Budi.

Tak terima dengan putusan PT Surabaya, Budi Said pun mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA). Pada Juli 2022, MA mengabulkan gugatan yang diajukan Budi dan membatalkan putusan PT Surabaya.

MA memerintahkan Antam untuk membayar kerugian yang dialami pemilik PT Tridjaya Kartika Grup. Kasus masih berlanjut dengan Antam yang mengajukan peninjauan kembali (PK). Namun, hal ini ditolak MA pada 12 September 2023. Antam diperintah untuk membayar kekurangan 1.136 kilogram kepada Budi.

Antam kemudian melayangkan gugatan kepada Budi dan sejumlah mantan karyawan Antam, yakni Eksi Anggraeni (staf marketing), Endang Kumoro (Kepala BELM Surabaya I), Misdianto (Tenaga Administrasi), dan Ahmad Purwanto (General Trading Manufacturing dan Senior Officer PT Antam).

Pemufakatan Jual Beli Emas

Kejagung yang mengetahui kasus tersebut menilai adanya kejanggalan. Diduga ada rekayasa pembelian emas yang dilakukan Budi dan pemufakatan jahat dalam jual beli emas. Budi Said diduga melakukan kongkalikong dengan eks karyawan Antam yang membuat perusahaan BUMN itu rugi Rp1,1 triliun.

Kuntadi menjelaskan bahwa rekayasa transaksi berupa menetapkan harga jual di bawah harga yang ditetapkan PT Antam, seolah-olah ada diskon.

Mereka juga menggunakan pola transaksi di luar mekanisme yang telah ditetapkan. Dengan demikian, PT Antam tak dapat mengontrol jumlah emas dan uang yang ditransaksikan.

Akibatnya, terjadi selisih yang begitu besar antara jumlah uang yang diberikan Budi dan logam mulia yang diserahkan Antam ke Budi.

"Akibat adanya selisih tersebut guna menutupinya, para pelaku selanjutnya membuat surat diduga palsu yang pada pokoknya seolah-seolah bahwa benar transaksi itu sudah dilakukan dan bahwa benar PT Antam ada kekurangan dalam menyerahkan logam mulia," ujar Kuntadi.

Atas perbuatannya, Budi dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (wan)