KPK Klaim Pengusutan Korupsi di LPEI Bukan Kebut-kebutan dengan Kejagung

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 19 Maret 2024 21:00 WIB
Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron (Foto: MI/Aswan)
Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron (Foto: MI/Aswan)

Jakarta, MI - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengklaim bahwa pengustan kasus dugaan korupsi di Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) tidak semata-mata demi kebut-kebutan dengan Kejaksaan Agung (Kejagung).

Pasalnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati sebelumnya melaporkan dugaan korupsi tersebut ke Kejagung, Senin (18/3/2024). Di lain sisi, KPK mengaku sudah menerima laporan dugaan korupsi di LPEI sejak lama.

"Sekali lagi ini bukan kebut-kebutan. Sebagaimana kami sampaikan, KPK telah menerima laporan dugaan peristiwa tipikor dalam penyaluran kredit dari LPEI ini sudah pada tanggal 10 Mei 2023," kata Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron di gedung KPK, Jakarta, Selasa (19/3/2024).

Ghufron pun menegaskan, laporan yang disampaikan Sri Mulyani dengan laporan yang diterima KPK terkait dugaan korupsi di LPEI memiliki kedudukan setara di mata hukum. Dia pun menekankan, setiap laporan yang diterima KPK mesti ditindaklanjuti pihaknya.

"Bahwa, kemudian ada mengatakan secara resmi Kemenkeu melaporkan kemarin kepada Kejaksaan Agung, di hadapan hukum siapa pun orangnya adalah sama. Tidak ada resmi tidak resmi. Kami menerima tanggal 10 Mei 2023 adalah laporan resmi dari pelapornya yang tentu kami tidak perlu sampaikan siapa pelapornya," tutur Ghufron.

Sementara itu, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Ketut Sumedana menegaskan, bahwa saat ini pihaknya baru mempelajari kasus itu. 

"Kasus di LPEI itu banyak, bahkan ada bath 1, 2 dan 3. Kita baru menerima dan tahap mempelajari, yang dimaksud dengan menghentikan yang mana dan yang ditangani KPK juga yang mana, bahkan ada juga kasus LPEI terkait dengan tindak pidana umum yang ditangani Mabes Polri," tegas Ketut saat berbincang dengan Monitorindonesia.com, Selasa (19/3/2024) malam.

Jadi pihaknya, tegas dia lagi, perlu melakukan koordinasi dalam penanganan perkara ini.  Namun pada intinya juga bahwa, Kejagung tidak ingin pengusutan kasus korupsi di LPEI itu menjadi rebutan diantara lembaga penegak hukum.

"Mekanismenya sudah ada. Intinya kami juga tidak mau ada pekerjaan yang tumpang tindih jadi rebutan diantara penegak hukum," tandas Ketut.

Sebelumnya, Kejagung mengatakan ada empat perusahaan debitur LPEI yang terindikasi melakukan fraud atau penyimpangan senilai Rp 2,5 triliun berasal dari sektor batu bara, nikel, perkapalan, dan minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO).

Jaksa Agung, ST Burhanuddin mengungkap laporan dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu) terkait dugaan korupsi di LPEI senilai Rp 2,5 triliun untuk tahap pertama.

"Jadi untuk tahap pertama Rp 2,5 triliun dengan nama debiturnya (perusahaan) RII sekitar Rp 1,8 triliun, PT SMR Rp 216 miliar, PT SRI Rp 1,44 miliar, PT BRS Rp 300,5 miliar. Jumlah keseluruhannya Rp 2,505 triliun," kata Burhanuddin saat konferensi pers.

Dia melanjutkan, nanti akan ada tahap kedua. Dia berpesan agar semua perusahaan yang diperiksa ditindaklanjuti. "Nanti akan ada enam perusahaan (tahap kedua) sebesar Rp 3 triliun," ucapnya.

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani menambahkan pihaknya menerima laporan hasil penelitian terhadap kredit bermasalah di LPEI. 

"Kami menyampaikan hasil pemeriksaan dari tim terpadu tersebut terhadap kredit bermasalah yang terindikasi adanya fraud, yaitu dugaan tindak pidana yang dilakukan oleh debitur tersebut," tandas Sri Mulyani.