Tarik-menarik Kasus Korupsi LPEI antara KPK dan Kejagung

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 22 Maret 2024 17:03 WIB
KPK RI (Foto: MI/Aswan)
KPK RI (Foto: MI/Aswan)

Jakarta, MI - Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung, Ketut Sumedana, mengatakan saat ini pihaknya masih meneliti laporan dugaan korupsi yang diadukan Menteri Keuangan Sri Mulyani pada Senin (18/3/2024).

Kendati tidak merinci lebih jauh, tapi dia bilang bahwa dugaan korupsi di Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) sudah pernah ditangani lembaganya dan telah berkekuatan hukum tetap pada tahun 2022.

Saat itu, sambungnya, ada tiga kasus yang pelakunya melibatkan pejabat LPEI dan direktur perusahaan.

Kemudian ada satu kasus lain yang sedang dalam proses penghitungan kerugian negara. "Sudah ada hasilnya [kerugian negara] dan naik ke penyidikan kasusnya. Sebentar lagi ada penetapan tersangka," kata Ketut.

Terkait laporan terbaru dari Menteri Keuangan Sri Mulyani, dia menjelaskan aduan tersebut terbagi dalam tiga bagian.

Pertama, adalah empat perusahaan kelapa sawit, batubara, nikel, dan perkapalan yang diduga melakukan praktik kecurangan (fraud) dalam pembiayaan ekspor sebesar Rp2,5 triliun.

Kedua, adalah enam eksportir yang disebutnya masih ditangani oleh tim gabungan dalam rangka penagihan, karena masih ada peluang ditagih oleh tim.

Ketiga, adalah kasus dugaan tindak pidana umum yang sedang ditangani Mabes Polri. Kalau merujuk pada laporan Menteri Keuangan Sri Mulyani, katanya, total ada 24 perusahaan atau eksportir yang diduga bermasalah.

Selang sehari pelaporan oleh Menkeu Sri Mulyani ke Kejaksaan Agung, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengatakan lembaganya juga telah melakukan penyidikan kasus dugaan korupsi yang terkait pemberian pinjaman kredit oleh LPEI kepada sejumlah perusahaan.

Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron, berkata laporan itu diterima pada 10 Mei 2023. Selanjutnya, penelahaan dilakukan hingga akhirnya KPK melakukan penyelidikan pada Februari 2024.

Dari hasil pemaparan penyelidik dan penyidik kepada pimpinan, katanya, maka pada 19 Maret 2024 KPK meningkatkan proses penyelidikan perkara tersebut ke penyidikan.

Dari tigas kasus debitur LPEI yang bermasalah, salah satu perusahaan yang diungkap KPK adalah PT. PE yang disebut mendapatkan fasilitas kredit modal kerja ekspor sebanyak tiga kali yakni pada 2015, 2016, dan 2017.

Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata, menjelaskan ada dugaan LPEI memberikan kredit tidak hati-hati. Pada tahun 2015, ucapnya, Kredit Modal Kerja Ekspor (KMKE) yang disalurkan US$22 juta, pada 2016 KMKE yang diberikan Rp400 miliar, dan KMKE tahun 2017 sebesar Rp200 miliar.

"Jadi, secara keseluruhan fasilitas kredit modal kerja ekspor yang diberikan PT PE ini US$22 juta dan Rp600 miliar. Ini bertujuan mendukung modal kerja PT PE dalam usaha niaga umum BBM dan bahan bakar lainnya," kata Alex dalam jumpa pers di kantornya, Selasa (19/3/2024).

Alex menjelaskan penyidik KPK menemukan dugaan bahwa Komite Pembiayaan mengabaikan security coverage ratio, jaminan kelayakan pengajuan pembiayaan serta indikasi ketidakwajaran dalam laporan keuangan PT. PE dalam memberikan pembiayaan.

Komite Pembiayaan juga, sambungnya, disebut menyetujui penambahan jaminan berupa fix aset yang belum ada dan belum dilakukan penilaian oleh appraisal atau tim penilai. KPK belum menetapkan tersangka dalam perkara ini, namun mengeklaim sudah mengantongi nama calon tersangka.

Kini, penanganan kasus dugaan korupsi di LPEI berubah menjadi polemik soal adanya 'rebutan perkara' dengan Kejaksaan Agung, lantaran Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron meminta Kejagung untuk menghentikan pengusutan kasus di sana.

Ghufron mendasarkan ucapannya pada Pasal 50 UU KPK.Bahwa ketika KPK melakukan penyidikan maka aparat penegak hukum lain diharapkan segera menghentikan penyelidikannya, kata dia.

Lantas Ketut Sumedana, mempertanyakan pernyataan itu. Ia berkata selama ini belum ada koordinasi antar-lembaga soal perkara LPEI. Kalaupun KPK ingin Kejagung menghentian kasus yang sedang berjalan maka harus melalui "komunikasi".

"Maka dari itu saya bingung, [kasus] mana yang dimaksud [dihentikan]? Kita ini kan sudah punya MoU antar penegak hukum. Datang aja ke sini dulu, jangan diomongin ke media. Kan tidak elok, kita juga tidak ngulik-ngulik kasus, tidak mau ada tumpang tindih kasus antar penegak hukum," ungkapnya.

"Karena itulah gunanya koordinasi dan kolaborasi antar penegak hukum. Kami terbuka mana kasus yang dimaksud [dihentikan]. Kita juga enggak mau, kasus-kasus kita sudah terlalu banyak, jumlahnya triliunan juga banyak," timpalnya.

Dalam Mou atau nota kesepahaman tersebut, sambungnya, memang ada klausul bahwa sebuah perkara yang sama akan diserahkan ke pihak yang lebih dahulu melakukan penyidikan.

Untuk menjernihkan polemik ini, Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron, menerangkan tidak ada permintaan berhenti kepada Kejaksaan Agung.

"Yang saya sampaikan normatif berdasarkan Pasal 50 UU KPK, bahwa jika kasusnya sama maka Kejaksaan berhenti, tapi apakah kasus sama atau tidak tentu kami akan berkoordinasi mengkonsinkronisasi memastikan kasusnya tersebut. Sehingga mohon diklarifikasi pemahaman yang tidak benar ini," bebernya.

Pihaknya pun akan sesegera mungkin berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung.

 

Topik:

kpk lpei kejagung