CBA Desak KPK dan Kejagung Bentuk Satgas Kasus Korupsi LPEI

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 27 Maret 2024 00:31 WIB
Ilustrasi - KPK - Kejagung - LPEI (Foto: Dok MI)
Ilustrasi - KPK - Kejagung - LPEI (Foto: Dok MI)

Jakarta, MI - Center for Budger Analysis (CBA) mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kejaksaan Agung (Kejagung) agar membentuk Satuan Tugas (Satgas) khusus terkait dengan kasus dugaan korupsi di Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI).

Menurut Jajang Nurjaman, Koordinator CBA hal ini, hal itu sebagai wujud komitmen mereka untuk melawan korupsi dan melindungi keuangan negara.

Di Kejagung, Sri Mulyani melaporkan adanya empat perusahaan mengalami cicilan bermasalah dalam penerimaan fasilitas kredit LPEI itu dengan nilai Rp2,5 triliun, ke Kejagung. 

Keempat perusahaan debitur itu adalah PT RII dengan dugaan fraud sebesar Rp1,8 triliun, PT SMR Rp216 miliar, PT SRI Rp1,44 miliar, dan PT PRS Rp305 miliar.

Sementara menurut KPK, kasus ini melibatkan tiga debitur dari LPEI yakni PT PE, PT RII dan PT SMJL.  Kerugian dari PT PE dengan nilai kerugian Rp 800 miliar, PT RII sebesar Rp 1,6 triliun, dan PT SMJL sebesar Rp 1,051 triliun. Adapun totalnya adalah Rp 3,4 triliun.

KPK sudah mengaku kasus ini sudah mereka tangani sejak Mei 2023. Sedangkan Kejagung, selain mendapat pelaporan langsung dari Sri Mulyani, kasus LPEI sudah mereka tangani sejak 2021. 

Bahkan kasus tahap pertama ini sudah inkracht pada 2022. Dua institusi itu pun diharapkan tidak berselisih apalagi saling menjegal dalam menangani perkara korupsi LPEI tersebut.

Agar terwujudnya optimalisasi dan percepatan hasil penyelesaian penanganan perkara tindak pidana korupsi, serta terciptanya sinergitas antara kedua lembaga itu dalam penanganan perkara yang objeknya sama, maka diperlukan koordinasi atau membentuk Satgas yang dimaksud Jajang itu.

"Daripada berantem rebutan kasus, Kejagung dan KPK lebih baik membentuk satgas kasus korupsi LPEI," ujar Jajang dalam keterangannya yang masuk ke dapur redaksi Monitorindonesia.com, Selasa (26/3/2024) malam.

Menurut Jajang, hal yang mengkhawatirkan melihat perdebatan publik atas siapa yang seharusnya menangani kasus ini. 

"Meskipun KPK telah memulai penyelidikan sejak Mei 2023, Kejagung juga telah lama menangani kasus ini sejak 2021. Namun, kami percaya bahwa keterlibatan KPK dan Kejagung secara bersama-sama akan memperkuat upaya penegakan hukum terhadap kasus ini," beber Jajang.

Menurut Jajang, kasus korupsi di LPEI merupakan bukti nyata dari ketidakpatuhan terhadap prinsip tata kelola perusahaan yang baik serta penggunaan kekuasaan untuk kepentingan pribadi yang merugikan negara. 

Kerugian negara yang mencapai Rp 2,5 triliun, ungkap Jajang, merupakan pukulan bagi perekonomian dan keuangan negara.

Maka, dalam penanganan kasus ini, CBA mengingatkan pemerintah, KPK, dan Kejagung untuk Satgas itu yang terdiri dari para ahli dan profesional di bidangnya. 

"Satgas ini harus memiliki kewenangan dan kapasitas untuk menyelidiki, menuntut, dan mengadili pelaku korupsi dengan cepat dan efektif," jelasnya.

Selain itu, tambah dia, Satgas ini juga harus dilengkapi dengan sumber daya manusia yang berkualitas, termasuk ahli hukum, auditor keuangan, dan penyidik yang terlatih dalam mengungkap kasus-kasus korupsi yang kompleks. 

Dengan demikian, tegas dia, proses penegakan hukum dapat dilakukan secara transparan, adil, dan berintegritas.

"Kami meminta agar Satgas ini bekerja secara independen, tanpa intervensi politik atau tekanan dari pihak manapun," katanya.

KPK dan Kejagung, ujar Jajang, harus menunjukkan komitmen mereka untuk memberantas korupsi dengan mengkoordinasikan upaya penegakan hukum, membagi informasi, dan saling mendukung satu sama lain.

"Sebagai pengamat anti korupsi, kami siap mendukung langkah-langkah yang diambil oleh pemerintah, KPK, dan Kejagung dalam menangani kasus korupsi di LPEI".

"Keberhasilan dalam memberantas korupsi merupakan kunci bagi terwujudnya tata pemerintahan yang bersih, transparan, dan akuntabel di Indonesia," Jajang menandaskan. (an)