Jadi Saksi Meringankan, Jusuf Kalla Bingung Karen Agustiawan jadi Terdakwa Korupsi LNG

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 16 Mei 2024 16:52 WIB
Jusuf Kalla (JK) dihadirkan pada sidang lanjutan kasus dugaan korupsi Liquefied Natural Gas (LNG) di Pertamina di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (16/52024)
Jusuf Kalla (JK) dihadirkan pada sidang lanjutan kasus dugaan korupsi Liquefied Natural Gas (LNG) di Pertamina di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (16/52024)

Jakarta, MI - Mantan Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 RI, Jusuf Kalla (JK) dihadirkan pada sidang lanjutan kasus dugaan korupsi Liquefied Natural Gas (LNG) di Pertamina. Jusuf Kalla menjadi saksi meringankan terdakwa Eks Dirut Pertamina Galaila Karen Kardinah alias Karen Agustiawan

Dia mengaku bingung soal alasan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan mantan Dirut Pertamina periode 2011-2014, Galaila Karen Kardinah alias Karen Agustiawan sebagai tersangka kemudian terdakwa kasus dugaan korupsi pengadaan Liquefied Natural Gas (LNG). 

Menurut Jusuf Kalla, Karen sebagai pemimpin badan usaha milik negara atau BUMN hanya menjalankan tugas dengan memenuhi arahan pemerintah saat itu.

“Saya juga bingung kenapa [Karen] jadi terdakwa, bingung, karena dia menjalankan tugasnya,” kata Jusuf Kalla di persidangan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (16/5/2024).

Jusuf Kalla mengatakan bahwa Karen hanya menjalankan arahan dari pemerintah kepada Pertamina untuk memenuhi bauran gas bumi dalam konsumsi energi nasional diatas angka 30% pada 2025. Hal tersebut tercantum dalam Pasal 2 ayat 2 Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2006 mengenai kebijakan energi nasional.

Sebagai wakil presiden saat itu, JK juga membenarkan adanya sejumlah rapat pembahasan yang meminta Karen dan Pertamina mencapai target tersebut. “Instruksinya harus dipenuhi di atas 30 persen,” ujar dia.

Menurut dia, untung atau rugi pada sebuah perusahaan, termasuk pelat merah, adalah hal lumrah dalam bisnis. Seharusnya, kata dia, Karen tak bisa menjadi tersangka dan terdakwa sejauh hanya menjalankan perintah dan tidak menguntungkan pribadi. 

"Biasa saja [untung-rugi berbisnis], kalau semua harus untung, bukan bisnis namanya. Itu bukan kriminal, itu kebijakan. Selama tidak menguntungkan [pribadi] ya," tegasnya.

Pada tahun 2013-2014 lalu, Pertamina melakukan perjanjian jual beli gas alam cair, atau LNG salah satu perusahaan LNG Amerika, Corpus Christi Liquefaction (CCL). 

Perjanjian tersebut dianggap melawan hukum oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena merugikan negara sebesar US$113,84 juta atau setara dengan Rp1,77 triliun.

Atas perjanjian jual beli tersebut, lembaga anti rasuah tersebut mendakwa Karen telah memperoleh kekayaan sebesar Rp1,09 miliar dan US104.016, atau setara dengan Rp1,62 miliar. Selain itu, KPK mendakwa Karen telah memperkaya perusahaan asal Amerika tersebut senilai US$113,84 juta atau setara dengan Rp1,77 triliun yang juga merupakan bagian dari kerugian keuangan negara.

Karen Agustiawan ditetapkan sebagai tersangka pada kasus korupsi, sesuai dengan pernyataan eks Menteri BUMN Dahlan Iskan saat diperiksa oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 19 Desember 2023.