Sekjen DPR Indra Iskandar Deklarasikan Diri sebagai Tersangka Korupsi Rujab!

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 22 Mei 2024 08:59 WIB
Sekjen DPR RI, Indra Iskandar (Foto: Dok MI)
Sekjen DPR RI, Indra Iskandar (Foto: Dok MI)

Jakarta, MI - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menilai gugatan praperadilan yang dilakukan Sekjen DPR Indra Iskandar merupakan deklarasi sebagai tersangka.

Pasalnya tahapan persidangan itu cuma bisa diambil oleh pihak berperkara, bukan saksi. "Itu adalah hak dari tersangka, kami pasti hadapi proses praperadilan dengan tersangka Sekjen DPR RI yang dengan sendirinya berarti dia mendeklarasikan dirinya sebagai tersangka kan,” ujar Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri di Jakarta, Rabu (22/5/2024).

Pihaknya masih konsisten menjaga identitas tersangka sampai penahanan dilakukan. Namun, Indra sudah menyatakan dirinya atas status hukum itu ke publik melalui praperadilan. “Kami ingin sampaikan nanti ketika proses penahanan, berarti kemudian yang bersangkutan mendeklarasikan dirinya sebagai tersangka tentu adalah haknya, kami pasti hadapi,” jelas Ali.

Praperadilan Indra berkaitan dengan protes atas penyitaan yang dilakukan penyidik, tambah Ali, pihaknya memastikan tidak ada pelanggaran atas upaya paksa tersebut. “Kami pastikan ketika menyita aset-aset ataupun menetapkan pihak sebagai tersangka (mengikuti aturan),” tegas Ali.

Sebelumnya, Indra Iskandar mengajukan gugatan praperadilan atas penyitaan barang yang dilakukan KPK. Dia terjerat kasus dugaan rasuah terkait pengadaan kelengkapan rumah jabatan anggota DPR. “Klasifikasi perkara sah atau tidaknya penyitaan,” demikian sistem informasi penelusuran perkara (SIPP) Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Adapun gugatan itu dilancarkan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dan terdaftar dengan nomor perkara 57/Pid.Pra/2024/PN JKT.SEL. Petitum permohonan ini belum bisa ditampilkan. Pengadilan Negeri Jakarta Selatan sudah menentukan jadwal sidang perdana gugatan tersebut. Peradilan pertama akan dimulai pada Senin, 27 Mei 2024. 

KPK menyebut adanya modus peminjaman bendera perusahaan dalam kasus ini. Pelelangan formalitas juga terdeteksi penyidik. "Salah satu modusnya kan kemudian ada yang pinjam bendera, kemudian formalitas dalam proses-proses itu," kata Ali Fikri.

Ali Fikri mengatakan dugaan mega korupsi ini telah terjadi pada 2020. KPK belum bisa memerinci pihak yang meminjam bendera perusahaan untuk mendapatkan proyek pengadaan perabotan itu. Namun, Ali menjelaskan bahwa negara sudah menggelontorkan uang ratusan miliar untuk proyek tersebut.

"Kurang lebih (nilai proyeknya) Rp120-an miliar ya, kurang lebih nilai proyeknya. Tapi, kerugian keuangan negaranya ada puluhan miliar sementara ini," ucap Ali.

Sebanyak tujuh orang yang dicegah dalam kasus ini. Mereka yakni Sekretaris Jenderal DPR Indra Iskandar, Kepala Bagian Pengelolaan Rumah Jabatan DPR Hiphi Hidupati, Dirut PT Daya Indah Dinamika Tanti Nugroho, Direktur PT Dwitunggal Bangun Persada Juanda Hasurungan Sidabutar, Direktur Operasional PT Avantgarde Production Kibun Roni, Project Manager PT Integra Indocabinet Andreas Catur Prasetya, dan pihak swasta Edwin Budiman.

KPK menyebut ada lebih dari dua tersangka dalam kasus tersebut. Identitasnya baru dipaparkan ke publik saat penahanan dilakukan. Proyek ini terkait dengan terjadinya kerugian keuangan negara. Objek yang diduga dikorupsi yakni pengadaan perabotan untuk kelengkapan ruang tamu, kamar tidur, dan lainnnya.