Jabatan Eselon II Diisi Polisi, Komisioner KPK Tepuk Jidat

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 22 Juni 2024 10:10 WIB
Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata (Foto: Dok MI)
Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata (Foto: Dok MI)

Jakarta, MI - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Alexander Marwata mempertanyakan banyaknya jabatan eselon II pada lembaga antirasuah tersebut yang diisi anggota kepolisian. Padahal, kata dia, assesment atau seleksi untuk tiap jabatan tersebut diikuti banyak calon dari beberapa lembaga negara lainnya.

“Semuanya gagal di assessment, dan aspek yang membuat mereka gagal terkait dengan integritas, saya sampai tepuk jidat itu” kata Alexander di Sadjoe Cafe, Jumat (21/6/2024).

Dia mengklaim hanya mendapat penjelasan dari penyelenggara seleksi bahwa para calon lainnya memang tak lolos assesment. Hal ini terutama pada saat tes tentang integritas.

Bahkan, kata Alexander, pernah ada 15 mantan rekannya di Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang ikut seleksi beberapa jabatan esselon II di KPK. Seluruh nama tersebut dinyatakan gugur karena dianggap bermasalah dari sisi integritas.

Padahal, menurut dia, BPKP sebenarnya telah memiliki sistem yang minim potensi tindak pidana korupsi. Para pejabat BPKP tak memiliki ruang untuk melakukan korupsi karena tak terlibat pada proses audit.

"Mereka bukan auditor, bukan memeriksa lagi, tapi rata-rata malah sebagian besar malah gagal di [tes] integrity itu” ujar Alexander. “Bagi saya itu, waduh, apa ya, sangat aneh.”

Dia mengklaim, pimpinan KPK tak bisa melakukan evaluasi dan koreksi pada proses assesment yang sudah terlanjur berjalan di lembaga antirasuah tersebut. Meski demikian, dia mengklaim, pimpinan telah berbicara dengan panitia seleksi calon pimpinan KPK untuk memasukkan masalah tersebut dalam proses seleksi mendatang.

Menurut dia, pimpinan KPK mendatang bisa melakukan pemeriksaan atau menanyakan kepada tim seleksi lelang jabatan ketika menggugurkan sejumlah nama potensial. Meski demikian, hal ini sebatas kontrol bukan menjadi bentuk intervensi lain.

“Ya harusnya dilihat dulu, barangkali mungkin taruh lah dipanggil asesornya, kenapa orang ini nggak lulus,” tandas dia.